PART 43

41.8K 2.7K 171
                                    

Pagi ini Vanya bangun dibangunkan oleh tangisan Elen. Entah mengapa tiba-tiba anak itu menangis. Padahal semalam dia tertidur sangat nyenyak.

"Elen, kenapa nangis? Sini Sayang," Vanya membawa Elen ke dalam dekapan.

"Ssttt, ada Mama disini. Mimpi buruk, hm?" Lanjutnya bertanya.

Dulu waktu masih di desa, Elen sering seperti ini. Nangis tiba-tiba ketika bangun di pagi hari.  Kala itu, saat ditanya oleh Vanya jawaban Elen hanya singkat. Dia ingin dipeluk oleh Papanya. Dari situlah Vanya memberi pengertian kalau Papa itu adalah Ayumi.

Bodoh memang, Elen juga pasti tahu apa itu Papa dari El. Tapi Vanya tetap saja menjelaskan kalau Papa itu adalah Ayumi, neneknya.

"M-mau Pa-papa, Ma, hiks," Isak Elen dalam pelukan Vanya. "Papa ning-ga-lin k-kita la-lagi."

"Eh? Kali aja Papa lagi kerja," Jelas Vanya. Sekarang dia tidak bisa mengelak lagi, Elen udah tahu Gavin.

"Hiks t-tapi ke-ke-napa gak ba-balik la-gi ke sini?"

"Sebentar," Vanya menaruh Elen disampingnya duduk. Badan wanita itu berbalik, ia mengambil sebuah barang di atas nakas.

Sebuah benda pipih berada digenggaman Vanya. Enam tahun tidak memegang benda itu membuatnya sedikit bingung. Tapi tak apa, Vanya masih mengerti bagaimana cara menggunakannya.

Di dalam hp itu hanya ada room chat Charles dan Gavin. Lalu aplikasi lainnya diisi game anak-anak oleh Charles. Contohnya salon-salonan, puzzle, owner kedai semacam owner cafe, kedai kopi, pecel lele, tahu bulat, dan lain-lain.

Waktu ditanya kenapa banyak sekali game anak kecil, Jawaban Charles, "Biar kamu gak bosen. Itu seru tahu, Papa main yang jadi owner kedai kopi." Ya udah Vanya iyain aja.

"Elen mau telepon Papa?" Tanya Vanya yang sudah membuka room chat Gavin.

Mendengar kata Papa, Elen langsung berbinar, "B-bisa?" Vanya mengangguk.

Dipencet lah gambar telepon yang berada di pojok kanan atas. Berdering, teleponnya sudah sampai ke ponsel Gavin.

•••••

Sedangkan di lain tempat.

"Vin, gue laper," Ucap Alex mengelus-elus perutnya yang sudah keroncongan. Kasihan, gagal sudah program pembentukan perut kotak-kotak Alex. Tapi katanya sih gak apa, semua ini demi menebus kesalahannya sama Vanya.

"Masak lah," Ucap Gavin menghirup udara pagi ini. Sejuk, kayak di desa Vanya waktu itu.

Posisi mereka berdua sekarang tengah duduk di tangga kayu depan rumah. Awalnya cuma Gavin, laki-laki itu kembali meratapi kesalahannya kepada Vanya. Eh malah si ribet Alex kembaran Marvel ini bangun. Jadilah mereka berdua sama-sama meratapi kesalahan di depan rumah.

"Semalem gue room tour, gak ada kompor," Ucapnya menatap depan dengan pandangan mata yang kosong. Alex udah lapar banget kayaknya.

"Ada tungku. Lo masaknya pake tungku. Ditiup noh bawahnya biar apinya nyala," Jelas Gavin masih sabar.

"Tungku apaan Jir? Ini serius lima tahun Vanya hidup kayak gini?" Gumam Alex bete. Dia juga gak percaya kalau Vanya pernah ada di fase kehidupan kayak gini. Walaupun waktu SMA mereka semua mengira Vanya anak miskin.

"Sama tahun ini jadi udah enam tahun," Ucap Gavin membenarkan. "Vanya malah lebih susah dari ini, Lex, makannya gue masih bersyukur kalian nggak disuruh cari uang kayak Vanya dulu. Kalo iya gue jamin belum apa-apa kalian udah nangis."

"Emang nyari uang gimana?"

"Dia mulung. Ngambil botol-botol plastik dari sampah."

"Gak mungkin," Kekeh Alex menggeleng tidak percaya.

HER LIFE (OTW TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang