TB8 - Prioritas

20.8K 2.3K 1.3K
                                    

Kalian tidak akan tahu nilai baik dari sebuah kisah sebelum membaca cerita secara keseluruhan.

Vote dan komen jangan lupa. Ada tiket lagi buat menuju part 9. Jadi, baca sampai bawah.

***

"Baby-nya sehat, kok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Baby-nya sehat, kok. Nih, udah ada suara detak jantungnya. Mommy dan Daddy-nya baru dengar sekarang, kan?"

Fikra merasakan tangannya digenggam begitu kuat. Dia merasakan sakit, tetapi sakit yang tak seberapa dibandingkan perempuan yang terbaring lemas dengan lelehan air mata tak henti-henti di pipinya.

 Dia merasakan sakit, tetapi sakit yang tak seberapa dibandingkan perempuan yang terbaring lemas dengan lelehan air mata tak henti-henti di pipinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Berapa usia kandungannya, Dok?" tanya Fikra.

Dokter wanita paruh baya yang berkacamata mengeksplorasi janin melalui layar lalu tersenyum hangat. "Sudah 10 minggu. Mommy nggak boleh stres, ya. Jangan banyak pikiran supaya demamnya cepat turun."

Fikra bisa mendengar suara isak dari bibir di balik masker putih yang menutup separuh wajah Alenta. Telapak tangannya yang diremas sudah merah sempurna. Walaupun, sesaat kemudian terlepas. Sahabatnya mengusap air mata lalu memalingkan wajah.

Dokter membersihkan gel di permukaan perut yang mulai membuncit di bagian bawah. Setelah merapikan atasan piyama rumah sakitnya, Alenta dituntun turun dari ranjang oleh Fikra. Kembali duduk di kursi roda.

"Saya baca dari observasi dokter IGD, kemarin Bu Alenta habis dari London?"

Fikra mengambilalih pembicaraan karena Alenta terlihat menahan pusing dan mual. "I-iya, Dok. Kami memang tinggal di sana."

"Mungkin bisa stay di Indonesia dulu sampai kandungannya cukup kuat. Nanti kalau kondisinya baik, mudah-mudahan usia 15 minggu bisa kembali ke London pakai surat izin terbang."

"Baik, terima kasih, Dok," ucap Fikra.

"Sehat selalu, Ibu Alenta."

Alenta tersenyum seadanya. Terlihat dari mata sembapnya sedikit membentuk lengkungan. Fikra dan Alenta berada di dalam elevator untuk kembali ke ruang rawat. Tanpa ada sepatah kata pun terucap dari mulut mereka.

TANAH BAGHDADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang