TB4 - Malam Pertama?

22.8K 2K 380
                                    

Tekan tombol bintang, ramein kolom komentar, dan follow wattpad frasaberliana

Gamis brukat putih telah berganti terusan panjang hitam berbahan kaus dan kerudung instan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gamis brukat putih telah berganti terusan panjang hitam berbahan kaus dan kerudung instan. Pesta pernikahan sudah selesai dan hari telah berganti malam. Kalimat syukur terucap atas kelancaran yang Allah berikan dalam acara pernikahan. Perempuan dengan cadar hitam memperhatikan sekeliling. Asing. Kyai Sobari dan Bu Nyai Wahidah memberikan voucher menginap di hotel bintang 5 yang terletak di bagian utara Jalan Malioboro sebelum lusa Fikra akan memboyongnya ke Jakarta.

Harapan kedua mertuanya, dengan menginap di tempat yang indah dan nyaman, sepasang suami istri baru akan saling mengenal lebih dalam. Syukur-syukur dapat menjadi momen pembuka tabir agar keduanya merasa saling memiliki satu sama lain seutuhnya.

Selimut tebal putih bertabur kelopak bunga mawar merah diraba oleh Keisya. Sebagaimana nasihat dari Umi, Keisya telah membersihkan diri dan memakai rangkaian perawatan tubuh hadiah dari ibu mertua.

Ramuan jamu dari Bu Nyai Wahidah juga dia minum rutin sejak 7 hari ke belakang. Lulur penghilang sel kulit mati tak pernah absen dia gunakan setiap 3 hari sekali selama 1 bulan. Membersihkan rongga mulut ke dokter gigi dan merapikan potongan rambut di salon pun tak ketinggalan. Dengan semua persiapan tersebut, Keisya bisa lebih percaya diri menghadapi Fikra.

Bagaimana pun watak Fikra dan tak peduli seberapa besar rasa takut Keisya mengarungi rumah tangga, sekarang laki-laki itu sudah menjadi suaminya. Keisya sudah berniat memberikan kenangan indah bagi seorang pria yang memilikinya dengan cara yang halal di malam pertama mereka.

"Cadar dan kerudungku dibuka sekarang atau nanti, ya?" Belum juga tali cadar bandananya terlepas sempurna, pintu kamar hotel sudah terbuka. Siapa lagi kalau bukan suaminya. Fikra baru sampai hotel karena tadi ingin mengambil beberapa barang yang tertinggal di ndalem MBI Umar bin Khattab.

"Assalamu'alaikum ...." Keisya menyapa untuk memecah rasa canggung.

"Wa'alaikumussalam." Fikra menjawab tanpa mengacuhkan Keisya yang berdiri, sedikit membungkukkan badan, dan menjulurkan tangan ingin meraup keberkahan dari tangan suaminya. Dia ambil koper dari lemari yang terletak persis di depan kamar mandi.

"Ta-tadi Kang Jarwo yang membawakan kopernya ... eum ... Gus Fikra."

Koper warna hitam dibuka dan menghancurkan formasi tanda cinta dari kelopak bunga mawar di atas ranjang. Matanya menatap begitu tajam pada perempuan kecil yang menundukkan kepala. "Jangan panggil gue dengan sebutan Gus!" bentak Fikra.

Spontan Keisya memejamkan mata sekilas lantaran tersentak mendengar nada bicara suaminya. Putri Ustaz Salman bukanlah seorang anak yang mudah menyerah. Jika boleh jujur, jantungnya sudah berdebar-debar tidak karuan, tetapi kakinya justru melangkah mendekati putra bungsu Kyai Sobari yang sudah dia kenal sejak usia balita.

TANAH BAGHDADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang