19. Km -4,8

81 20 22
                                    

Vanya tak pernah mengira Karan akan melatihnya sekeras itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Vanya tak pernah mengira Karan akan melatihnya sekeras itu. Laki-laki itu memintanya mengucap satu kata yang sama hingga berkali-kali sampai ia melafalkannya dengan benar. Kadang ia memintanya terus mengulang meskipun pelafalannya sudah benar, hanya untuk membuatnya ingat. Tampaknya ia benar-benar ingin kemampuan Vanya setara dengan anggota lainnya. Setidaknya itu yang Vanya pikirkan.

Namun Karan memang mempunyai maksud lain. Ia bukan hanya ingin membuat Naomi kesal, tapi juga ingin membuat sang sekretaris itu tak punya alasan untuk membuat Vanya mengundurkan diri. Kali ini ia akan bertindak, tidak diam saja seperti tahun sebelumnya. Dengan ‘dibantu’ Vanya, ia yakin rencananya akan berhasil. Setelah duduk bersama selama dua jam, ia tahu, gadis ini berkarakter kuat. Ia berkemauan tinggi dan tak pernah mengeluh. Ia pasti tak gentar menghadapi Naomi.

Pada latihan-latihan drama berikutnya, Vanya sudah menunjukkan sedikit kemajuan. Dan ia membuat Karan bangga, karena usahanya tak sia-sia. Fritz pun mengakui kemajuan yang dibuat oleh gadis itu.

Hanya Naomi yang tetap berusaha membujuk sang ketua untuk mendepak Vanya. Namun usahanya masih saja sia-sia hingga ia kehabisan dalih. Bukan hanya kesal yang ia rasakan kini, tapi juga benci. Apalagi saat tertangkap oleh netranya, Karan diam-diam memberi acungan jempol ke arah Vanya setelah gadis itu mendapatkan giliran. Kelihatannya ia memang harus mengakui kekalahan.

 *

Sorry, Van. Ganggu sebentar.” Naomi tiba-tiba memotong jalan Vanya dan Gwen hingga kedua gadis itu nyaris menyeruduknya.

Meskipun sebal, mereka tak memprotes. Ditunggunya hingga si Sekretaris Jutek itu bicara.

“Boleh minta tolong?” Naomi bertanya. Nadanya terdengar lembut. Sikapnya pun tak semenyebalkan biasanya. Vanya dan Gwen pun sempat merasa dikelabui oleh penglihatan mereka.

“Boleh, gak?” tanya gadis itu lagi dengan nada mendesak.

“Boleh.” Vanya mengangguk ragu.

“Gue lupa bawa naskah. Tolong fotokopiin punya lo, ya. Tempat fotokopinya yang di luar, biar agak murah. Nih, uangnya.” Sekretaris ekskul drama itu mengulurkan selembar uang kertas berwarna merah. “Kembaliannya buat CD blank 700 Mb lima biji.”

Gwen menyikut lengan Vanya ketika sang sahabat akhirnya menerima uang kertas bergambar Soekarno-Hatta itu. “Nanti lo telat,” desisnya.

“Nanti gue bilangin ke Karan, lo lagi gue mintain tolong,” tukas Naomi.

“Oke.” Vanya menyanggupi sebelum bergerak bersama Gwen meninggalkan gadis itu.

“Kenapa lo terima aja, sih?” Gwen berbisik setelah beberapa langkah.

“Gue udah telanjur bilang boleh. Masa harus gue batalin?”

“Emangnya lo gak curiga?”

“Curiga, sih. Tapi tenang aja. Selama ada Karan, dia gak berani ngapa-ngapain gue,” balas Vanya sambil terkekeh.

✔The Road to MantanWhere stories live. Discover now