2. Km 2,6

254 34 25
                                    

DOK DOK DOK!

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

DOK DOK DOK!

"Gwen! Cepet buka, Gwen!" Seruan Vanya ditambah gedoran di pintu kamar Gwen memperjelas ketidaksabarannya. Ketidaksabaran yang sudah ia tunjukkan sejak beberapa saat yang lalu.

Setelah menemukan undangan pernikahan Karan di Instagram tadi, ia langsung berangkat ke kosan sahabatnya dan hanya berpamitan sekenanya pada Nuri. Masa bodoh mama mendengar pamitnya atau tidak.

"Gwen!" Vanya menggedor lagi.

Pintu mengayun terbuka dengan tiba-tiba, seperti disentak dari dalam. Tampaknya si penghuni juga gerah dengan ketidaksopanan sang tamu. Kerutan di wajah Gwen menunjukkan bahwa ia cukup terganggu dengan tindakan Vanya. Namun penampilannya yang hanya mengenakan kaus dan celana pendek serta sedang mengeringkan rambut panjangnya yang basah dengan handuk, akhirnya memberi tahu Vanya, Gwen baru selesai mandi.

"Apaan sih, lo? Gue bisa diusir ibu kos, tau," protes Gwen dengan bibir mengerucut.

Tak memedulikan protes gadis itu, Vanya menerobos masuk, memaksa si penghuni kamar kos-kosan mungil itu menepi.

"Ini gak boleh kejadian, Gwen. Dia gak boleh nikah sebelum mutusin gue." Vanya menghempaskan diri di kasur empuk milik sahabatnya.

"Astaga, Van. Lo buru-buru ke sini cuma untuk ngomongin itu? Lo 'kan bisa vidcall gue, gak perlu gedor-gedor kayak baru lihat Suketi bangkit dari kubur." Di kursi meja belajarnya, Gwen menempatkan diri. Duduk miring hingga bisa menghadapi tamunya yang duduk di tepi ranjang.

"Lo tau sendiri gue gak bisa ngomongin Karan di dekat mama," dalih Vanya.

Gwen mendesah. "Terus maksud lo apa Karan belum mutusin lo? Nomor dan medsos lo yang diblokir itu emangnya kurang jelas? Dari undangan nikahnya aja bocil juga tau, Van, dia gak ada hubungan apa-apa lagi sama lo."

"Gwen, dia nembak di depan gue. Jadi, kalau dia mau mutusin gue, ya harus di depan gue juga, dong."

Gwen tak langsung menyahut. Ia bangkit dengan handuknya untuk membentangkannya di jemuran handuk yang terletak dekat pintu kamar mandi.

"Terus, lo mau apa?" tanyanya sembari meraih sisir dari atas drawer lalu kembali duduk di tempat semula.

"Gue harus nyari dia dan bikin status gue jadi jelas," jawab Vanya cepat dan yakin, seakan-akan jawaban itu terlontar tanpa melalui proses brainstorming.

"Ke mana? Lo 'kan tau setelah pulang dari Inggris, dia langsung dapat kerja di Jakarta. Lagian sekarang dia pasti lagi nyiapin pernikahan di Bali." Gwen mulai menyisir rambutnya dari ujung-ujungnya, untuk mengurai bagian yang kusut dulu sebelum menyisir seluruhnya.

"Oke. Kalau gitu, gue bakal susul dia ke Bali."

Begini nih kalau punya teman keras kepala dan selalu mikir belakangan.

✔The Road to MantanOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz