24'

3.7K 212 0
                                    

"Apa kalian berdua yakin, Nak?"

Sarah, wanita yang menua dengan cantik itu masih tak percaya dengan apa yang Miky katakan.

Miky saat itu sedang berada di rumah Sarah guna berpamitan kepada Sarah. Miky tahu jika Sarah pasti juga akan sangat sedih atas kabar yang begitu tiba-tiba ini, namun Miky juga tak bisa berbuat apapun. Gidion yang memutuskan.

Miky hanya akan mengikuti semua keputusan dari orang yang sudah menyelamatkan nyawanya dan juga merawat Miky dalam tiga belas tahun pelarian Miky dari keluarganya.

"Bunda, Miky dan Ion akan pergi, tapi jika Bunda menangis seperti ini, rasanya akan sangat sulit bagi Miky untuk pergi," ucap Miky yang matanya sudah berkaca-kaca.

"Miky, kenapa kalian harus pergi? Ini sangat tiba-tiba, sayang. Ada masalah apa memangnya?" tanya Sarah yang masih tak memahami apa yang terjadi.

"Ion yang membuat keputusan, Bunda. Miky tak memiliki hak untuk menolak Keputusannya."

"Gidion?" Sarah menghapus air matanya. Dia lalu bangkit dan berdiri seraya melepaskan tangan Miky.

"Di mana dia? Bunda akan berbicara kepadanya."

Dapat Miky lihat jika Sarah nampak menahan emosinya. Sarah merasa marah atas apa yang akan Gidion putuskan.

Miky menggeleng, dia lalu ikut berdiri dan memeluk tubuh Sarah dengan erat. Selama tiga belas tahun ini Sarah adalah sosok wanita yang sudah Miky anggap seperti Bundanya sendiri. Miky sangat menyayangi Sarah.

Dia tak ingin jika Sarah merasa sedih, kecewa, atau bahkan membenci Miky dan Gidion.

"Bunda, Ion tak salah. Ion bilang ini semua demi kebaikan kita, Ion tidak mungkin mengambil keputusan yang akan membuat Miky sedih dan terluka--"

"Lalu bagaimana dengan Bunda? Apa kalian akan tega meninggalkan Bunda?" tanya Sarah yang sudah memotong kalimat Miky.

Miky terdiam, dia tak memiliki jawaban atas pertanyaan dari Sarah.

"Bukan seperti itu, Bunda," ucap Miky dengan sangat pelan.

"Lalu apa? Apa Miky?!" tanya Sarah yang sudah berada di puncak emosinya.

Baik Sarah ataupun Miky semakin tak kuasa untuk menahan emosi dan perasaan sedih yang sedang menyelimuti hati mereka.

"Apa kalian Setega ini kepada Bunda? Sungguh, Miky?" Sarah membingkai wajah Miky yang sudah memerah karena tangisan. Dia mencari kebenaran dan ketulusan dari mata Miky yang tak memakai kontak lensa.

Miky menggeleng, dia menyentuh tangan Sarah yang masih berada di wajahnya.

"Mana bisa seperti itu, Bunda?"

"Miky dan Ion sangat menyayangi Bunda. Kami menganggap Bunda sebagai Ibu kami."

Sarah memejamkan matanya, air mata penuh kesedihan masih saja merembes keluar dari balik kelopak mata itu. Sarah tak ingin berpisah dengan Miky dan Gidion yang sudah menemaninya selama tiga belas tahun ini. Sarah tak bisa.

"Bunda jangan menangis," jemari kecil Miky mengusap pelan butir-butir air mata yang Sarah keluarkan.

"Bunda, kita masih bisa tetap berkomunikasi. Nanti Miky akan membujuk Ion untuk meminjamkan ponselnya kepada Miky. Sehingga nanti Miky akan menelpon unda setiap harinya."

Sarah dengan kekeh tak ingin semua perpisahan ini terjadi. Sarah merasa ada yang benar-benar salah dan janggal di sini. Karena sebelum hari ini tak ada masalah apapun yang membuat Gidion gelisah dan takut seperti ini hingga membuat pemuda Tan itu mengambil sebuah keputusan yang besar dalam sekejap.

My White Fragile Twin  Where stories live. Discover now