22'

3.6K 225 1
                                    

Sudah hari ketiga Max berada di desa kecil ini, namun dalam tiga hari ini tak pernah sekalipun Max bertemu lagi dengan pemuda berkulit putih berambut cokelat cerah yang ia temui sore itu.

Padahal Max selalu menanti di Padang rumput tempat pertemuannya dengan Miky.

Hal ituoun membuat Max, entah mengapa menjadi kesal dan emosinya naik turun. Ada perasaan di dalam hatinya yang menginginkan dia untuk bertemu dan mendengar suara merdu dari pemuda yang Max kenali sebagai Kiky.

Max masih tak menyerah, dia memang tak tahu tentang Kiky, maka dari itu Max akan menghabiskan harinya dengan duduk di bawah pohon apel, dia berharap hari ini Max dapat bertemu dengan si manis.

Kalian tahu? Sedikit banyak, Max sudah merasa nyaman dengan si manis, dia bahkan hampir menganggap jika si manis yang ia temui itu adalah kakak kembarnya Miky.

Namun tidak, Max masih meyakini jika kali ini hatinya salah, tidak mungkin jika Kiky adalah Miky.

Di saat Max sedang melamun dengan segala pikirannya yang kompleks, sebuah suara membuyarkan lamunan Max.

"Tuan Max?" sapa Joe yang berjalan tak jauh dari Max dengan membawa kawanan domba berbulu putih nan lebat.

Joe kemudian mendekat ke arah Max yang hanya terdiam dengan wajah dinginnya menyambut sapaan dari Joe barusan.

"Kukira kau sudah kembali ke Kristiansand ...," ucap Joe dengan mengelap beberapa butir keringat di pelipisnya.

"Belum."

Jawaban singkat yang Max berikan membuat Joe merasa sedikit canggung.

Pasalnya apa kalian tahu bagaimana cara Max mengucapkannya barusan? Tidak ya? Max memandang Joe dengan mata merahnya yang tajam, belum lagi ditambah dengan struktur tegas wajah Max yang membuat semua ekspresi yang terlihat di wajah Max sangat mengerikan dan mengintimidasi.

"Oh begitu, baiklah jika kau butuh sesuatu kau bisa memberitahukan padaku, Tuan."

Di saat Joe akan melangkah mendekati dombanya lagi, Max memanggilnya.

"Kau! Kemari!" Aucap Max dengan sedikit berteriak.

Joe sedikit merinding, namun ia tetap berbalik dan mendekati Max.

"I-ya?" jawab Joe dengan gelagapan.

"Di mana pemuda berambut cokelat dengan kulit putih yang bersamaku sore itu tinggal?" Max bertanya to the point.

"Apa yang kau maksud adalah adiknya Gidion?" tanya pria tua itu polos.

Sayang sekali, Joe belum tahu ada hubungan apa antara Max, Miky, dan Gidion yang namanya baru ia sebut barusan.

"Gidion?" gumam Max.

Deja Vu.

Ingatan Max membawanya jauh ketiga belas tahun yang lalu. Max mengingat jika dulu pernah ada seorang bernama Gidion yang seusia dengan dirinya dan Miky.

"Iya, Gidion dia pemuda pekerja keras. Dia hanya tinggal bersama adiknya, selama yang kutahu mereka tak memiliki keluarga." jawab Joe secara terang-terangan.

Pikiran Max kembali mengelana. Apa mungkin? Apa mungkin jika Gidion itu adalah orang yang sama dengan Gidion dalam ingatan Max?

Tapi bukankah Gidion yang Joe maksud, adalah seorang pemuda berkulit Tan yang memperkenalkan namanya sebagai Lioner?

Yang mana yang benar? tanya Max dalam batinya.

"Tidak, dia mengatakan jika namanya adalah Lioner," ucap Max yang tersadar jika beberapa hari lalu pemuda berkulit Tan itu memperkenalkan namanya sebagai Lioner dan bukan Gidion.

My White Fragile Twin  Where stories live. Discover now