PART 16

31.3K 5.9K 171
                                    

Aku menatap sosokku di cermin, tubuhku terbalut hoodie hitam, jeans dan sneakers denim. Rambutku tergerai dan lip gloss peach terpoles tipis di bibirku, memberi warna pada wajahku agar nggak terlalu kelihatan pucat. Ada binar di mataku yang sudah cukup lama menghilang. Bangun tidur tadi, hatiku memang terasa jauh lebih ringan, aku bahkan sempat menyanyi di kamar mandi. Jangan tanya lagu siapa. Biar itu jadi rahasia antara aku dan dinding-dinding yang bisu. Rasanya menyenangkan bisa menyanyi lagi, seperti menemukan kembali cinta yang hilang.

Aku tersenyum puas melihat penampilanku. Aku terlihat cantik, sudah hampir menyerupai Melody sebelum tragedi datang menghampiri. Dan yang aku maksud dengan tragedi adalah kepergian Bunda untuk selamanya. Sebelum itu hidupku cukup normal, aku punya banyak teman, bahkan termasuk gadis yang populer di sekolah. Aku ingin kembali seperti itu, ingin kembali jadi gadis remaja normal yang menjalani hari demi hari tanpa beban.

Karena itu aku memutuskan untuk kembali pada rutinitasku dulu. Dulu setiap liburan datang, aku selalu bekerja. Memberi les tari Bali kepada gadis-gadis kecil atau menerima job menari di hotel-hotel. Bunda nggak pernah memaksaku melakukan itu. Aku suka melakukannya. Mungkin karena ada kebanggaan tersendiri karena bisa menghasilkan uang sakuku sendiri, atau mungkin karena tanpa kusadari itu salah satu caraku agar masih bisa terkoneksi dengan musik, walau hanya berupa suara gamelan dan kendang.

Untuk saat ini, aku merasa, bekerja setidaknya bisa memberiku kesempatan untuk keluar rumah. Untuk punya kegiatan yang bisa membuatku melupakan sejenak tentang segala permasalahanku dengan Daddy dan keluarga barunya. Dan tentu saja dengan bekerja, aku bisa mengumpulkan uang hingga saat nanti tiba waktunya pulang ke Bali, aku sudah punya pegangan. Ya, aku harus mulai memikirkan masa depan, jadi aku memutuskan untuk mencari pekerjaan.

Aku keluar kamar saat ada telepon dari Sean yang mengatakan kalau dia sudah di depan. Kemarin malam, setelah mendengar musik yang mengguncang jiwaku, aku sempat berbincang-bincang dengan Sean. Dia menyusulku masuk ke dalam rumah, menawarkan untuk mengantarku pulang maka aku mengatakan sejujurnya kalau sebenarnya aku tinggal di sini.

Aku butuh teman bicara dan dia benar-benar nyaman diajak bicara jadi aku menceritakan tentang kisah hidupku padanya. Kami berdua duduk di lantai, di depan pintu kamar Livia sementara aku bercerita. Dia cukup shock mengetahui kalau aku adalah putri kandung William James. Tampaknya selama ini memang nggak pernah ada yang tahu kalau William James punya putri lain selain Livia dan Tessa.

Kami berbincang lama dan saat aku mengutarakan keinginanku untuk mencari pekerjaan dia menawarkan untuk mengantarku berkeliling mencari lowongan yang sesuai. Tentu saja aku langsung setuju dan merasa sangat berterima kasih karena dia mau meluangkan waktunya untukku. Aku belum terlalu mengenal LA, jadi kehadirannya akan sangat membantu. Kami bertukar nomor telepon dan dia janji akan menjemputku siang ini.

Jadi di sinilah dia sekarang, bersandar di sebuah mobil Porsche putih atap terbuka, kaos polo abu-abu dan celana panjang kain warna khaki membalut tubuh rampingnya. Rambut pirangnya tersisir rapi dan kaca mata hitam menaungi matanya. Dari yang bisa kulihat, nggak ada satu pun tato di tubuhnya dan nggak ada anting di telinganya.

Sean benar-benar terlihat seperti laki-laki dari kalangan keluarga berada yang selalu berlaku penuh sopan santun dan menawan. A perfect gentleman, bahkan hingga sepatu pantofel coklatnya yang mengkilat. Walau aku cukup kagum dia betah memakai sepatu kulit di tengah teriknya matahari musim panas LA, aku bahkan tadi tergoda untuk memakai sandal jepit. Syukurlah aku berubah pikiran dan akhirnya memakai sneakers. Aku akan terlihat seperti anak terlantar memakai sandal jepit di sebelah Sean yang penampilannya sangat berkelas.

Tapi walau penampilannya cukup membuatku terintimidasi, aku merasa sebenarnya dia sosok yang menyenangkan. Dia nggak arogan seperti seseorang yang aku tahu. Oh, dan dia juga tepat waktu, nggak seperti seseorang yang aku tahu. Kami janjian jam satu, dan sekarang jam satu kurang lima. Dia mendapat satu poin plus dariku karena bisa menepati janji.

Broken MelodyWhere stories live. Discover now