Bab 37

39.3K 5.6K 299
                                    

Haii....Adakah yang masih belum tidur? hehe....Enjoyyy

"Hmm, kenapa kita ke sini?" Aku berdiri salah tingkah di tengah-tengah ruangan sementara Gray melangkah menuju tempat tidur. Dia duduk di ujungnya dengan kedua kaki menjulur ke lantai, kedua tangan bertumpu di tempat tidur, dan sepasang mata abu-abu menatapku lekat.

"Aku ingin menikmati bintang," jawabnya tanpa mengalihkan tatapan dariku.

Aku mendongak ke arah langit malam bertabur bintang. Kelap-kelip cahayanya gemerlap menghias kanvas hitam sang malam. Pemandangan yang sangat menakjubkan.

"Bintangnya sangat cantik," bisikku kagum.

"Yeah, bintangnya sangat cantik, membuatku nggak bisa berpaling." Dia menyetujui dengan suara teramat parau.

Aku meliriknya. Pipiku memanas menyadari sorot matanya yang sayu masih tertuju ke arahku, seolah mengatakan akulah bintang yang dia maksud.

Aku memandang sekeliling, meneliti setiap sudut kamar hanya agar mataku terhindar dari mata kelamnya. Kamar Gray benar-benar luas, tapi sama sekali nggak ada furniture selain tempat tidur, meja nakas dan lemari, bahkan televisi pun nggak ada.

"Kenapa nggak ada televisi di sini?" tanyaku heran.

"Aku nggak suka nonton acara televisi," jawabnya singkat. Akhirnya aku menoleh ke arahnya.

"Sama sekali? Kamu nggak nonton Netflix juga?"

Gray mengedikkan bahu.

"Ada bioskop mini di rumah ini. Kalau ingin menonton film, aku akan pergi ke sana. Bagiku kamar hanya tempat untuk tidur."

"I see." Aku manggut-manggut. Tentu saja Grayson King punya bioskop mini di rumahnya.

"Come here." Gray menepuk tempat tidur di sebelahnya saat beberapa detik berlalu dan aku masih berdiri canggung di tengah-tengah ruangan tanpa mengatakan apa-apa lagi.

Aku menggeleng pelan.

"Aku menikmati bintang dari sini saja," tolakku sambil mendongakkan kepala, berusaha fokus pada bintang dan bukan hal lainnya.

Seperti misalnya Gray yang terlihat begitu tampan dengan rambut acak-acakan dan bakal janggut yang belum dicukur. Atau bibirnya yang terlihat begitu menggoda. Dia benar-benar membuatku berubah menjadi wanita yang berbeda. Sebelum bertemu dia, belum pernah aku menginginkan sebuah ciuman, tapi saat ini hanya ciumannya yang memenuhi pikiranku.

"Tapi aku nggak bisa menikmati bintang kalau kamu berdiri jauh di sana."

Kepalaku tersentak, sontak menatapnya dengan mata membola.

"Maksud kamu?"

Gray menyeringai.

"Maksudku, kamu kelihatan nggak nyaman berdiri di sana sementara di sini ada tempat tidur besar yang cukup untuk kita berdua."

"Aku nggak mau tidur sama kamu, Gray," ucapku lirih. Lebih ke bicara pada diriku sendiri. Mengingatkan hati kalau tidur dengan Gray sudah pasti adalah sebuah kesalahan besar. Aku bahkan takjub perlu mengingatkan hatiku akan hal itu karena sampai beberapa minggu lalu, aku adalah gadis perawan yang nggak pernah tertarik dengan hal-hal bernuansa seksual.

Aku adalah gadis yang terheran-heran melihat teman-temanku satu persatu kehilangan keperawanan mereka hanya karena pacar mereka menginginkannya. Beberapa bahkan ada yang sampai hamil. Gairah seperti apa yang bisa membuat seseorang melupakan segalanya? Itu pertanyaan yang selalu ada di benakku. Namun sekarang aku tahu jawabannya. Aku merasakannya dalam setiap sentuhan dan ciuman Gray.

Broken MelodyWhere stories live. Discover now