Ketiga Puluh Delapan

8.9K 1.1K 59
                                    

"Batal?"

Viona murka, mendengar Hera mengatakan ingin membatalkan kesepakatan di antara mereka. Kesepakatan yang secara finansial, sama sekali tak menguntungkan Viona. Justru ia sudah menghabiskan uang dalam jumlah yang tidak sedikit, hanya untuk memperoleh sebuah informasi yang sampai saat ini belum ia dapatkan.

Lalu, apa katanya tadi? Batal? Setelah mendapatkan uang Viona, Hera ingin membatalkannya secara sepihak?

"Saya nggak mau hubungan saya dengan Isti semakin buruk."

Jadi Isti sudah tahu rupanya. "Kalau memang kamu nggak mau hubunganmu dan wanita sialan itu rusak, harusnya jangan terima uang saya dari awal," ujar Viona kesal.

Hera terima kekesalan Viona tersebut. Karena apa yang dikatakan Viona, tidak ada yang salah. Ya, seharusnya Hera lebih mementingkan persahabatannya dengan Isti yang nilainya jauh lebih mahal dari uang yang diberi Viona.

Membuka tasnya, Hera keluarkan amplop coklat tebal berisi uang. Uang yang ia peroleh dari hasil menjual mobil dan perhiasan yang ia miliki. "Ini uang yang saya punya. Jumlahnya masih setengah dari uang yang Bu Viona pinjamkan pada saya. Sisanya akan saya bayar secepatnya."

Viona tidak tertarik dengan uang. Sungguh. Sekalipun keluarganya sedang terlibat masalah keuangan saat ini, Viona tak menginginkan uang yang dibawa Hera. Bukan itu yang ia inginkan. Viona hanya menginginkan sesuatu yang bisa ia gunakan untuk menghancurkan Isti. Perempuan yang Viona anggap sok suci, yang telah merebut Regan darinya.

"Hai ..., Mbak Hera?"

Pembicaraan antara Hera dan Viona terusik dengan kedatangan sosok pria dengan seorang wanita paruh baya yang sama sekali tak Viona kenali. Namun, wajah si pria tampak tak begitu asing bagi Viona.

"Pak Agra." Hera bangkit, berdiri salah tingkah di depan Agra.

"Lagi makan siang, Mbak?"

"Eh, iya, Pak." Walau memang Hera dan Viona bertemu di jam makan siang, tetapi keduanya bukan sedang menikmati menu makan siang. Lemon tea dan orange juice yang keduanya pesan bahkan sama sekali belum disentuh.

"Teman kamu, Gra?"

"Bisa dibilang gitu, Ma," jawab Agra santai. "Ini Hera, sekretarisnya Ay ... maksudku sekretarisnya Isti, Ma. Mbak Hera, ini ibu saya."

Mengetahui kedua tamu tak diundang di depannya mengenal Isti, Viona mulai tertarik.

"Oh, iya iya. Ayla nya nggak ikut ya?"

Ayla?

"Mam, kan udah aku bilang, Ayla itu ... panggilan Isti waktu kecil," ujar Agra berbisik pada sang ibu.

Namun, bisikan tersebut masih dapat didengar Viona dengan baik.

Setahu Viona, wanita yang kini berstatus sebagai istri Regan memiliki nama lengkap Isti Sofie Medina. Lantas Ayla? Dari mana datangnya nama Ayla?

Ini menarik. Pasangan ibu dan anak di depannya pasti mengenal Isti. Viona yakin, ia bisa mendapatkan sesuatu yang ia cari dari dua orang di depannya ini.

"Saya kakak iparnya Isti." Lalu tanpa diminta, Viona memperkenalkan diri. Yang disambut dengan suka cita oleh ibu Agra. "Mau makan siang juga, Tante? Gabung aja sini. Dan Hera ... bukannya tadi kamu bilang harus segera kembali bekerja?"

Viona mengusir Hera secara halus. Ia tak ingin wanita itu mengganggu rencananya. amplop berisi uang yang dibawa Hera, ia ambil. "Nanti saya hubungi kamu lagi," ujarnya dengan senyum palsu.

Sekitar lima belas menit mengobrol sambil menikmati makan siang, ponsel Agra berbunyi. Dari kantor yang memintanya untuk segera datang.

"Sayang sekali, padahal saya masih ingin ngobrol dengan Tante," ujar Viona pura-pura sedih. "Saya masih ingin mendengar cerita masa kecil, Isti."

The Wedding (Selesai ✔)Where stories live. Discover now