BAGIAN 18

1K 87 104
                                    

÷÷÷

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

÷÷÷

Robin masih tertidur di kursi panjang, mungkin gara-gara semalam dia begadang. Padahal nggak ada artinya. Selimutnya juga telah jatuh ke bawah, yakali jatuh ke atas.

Robin tidak bisa tidur semenjak di jambak Zahin. Sebelumnya ia sudah terlelap tapi karena dibangunkan secara paksa membuat ia tak bisa tidur.

Dia seperti bodyguard yang menjaga kedua tuannya. Benar-benar gabut, Robin hanya bisa berdiri bolak-balik macam setrikaan.

Disini tak ada televisi, tak bawa ponsel, apalagi laptop. Dia lupa membawa ponsel gara-gara terburu-buru untuk datang ke rumah Zahin. Robin kira ia hanya berkunjung sebentar, membawa Zahin kembali dan balik lagi. Tenyata tidak semudah itu Ferguso.

"Tuan muda bangun!" Zahin menggoncang-goncangkan tubuh Robin.

"Matahari udah nampakin diri tuh, nggak malu bangunnya kalah cepat sama matahari. Liat, mataharinya lagi ngejek," kata Zahin mengikuti perkataan Minah saat ia malas bangun pagi.

"5 jam lagi... " pinta Robin, ia tetap memejamkan matanya.

"Masa 5 jam terus, tadi jam setengah enam aku bangunin bilang 5 jam lagi," gerutu Zahin.

Sebenarnya Zahin malu, para tetangga sudah mengerubungi Robin. Tapi dia tetap tidur dengan nyaman dan pulas walaupun tanpa selimut.

Robin justru merasa hangat karena ada sinar matahari. Ia baru tau jika tidur di luar tidak seburuk itu saat matahari sudah menggantikan bulan. Namun jika malam sama sekali tidak recommended. Musuhnya banyak, ada nyamuk, angin dan cuaca dingin.

"Bangun ish!" Zahin yang kesal memutuskan menjatuhkan Robin ke lantai dengan cara menariknya.

"Agrh," Robin meringis kesakitan.

Gadis ini balas dendam atau apa, dia sudah menjatuhkannya dua kali. Sekarang ia tau seberapa sakitnya jatuh terjerembab di lantai.

"Akhirnya Mas ganteng udah bangun!"

"Masyaallah! tampannya nambah kalo udah bangun, padahal belum cuci muka!"

"Mau nikah sama anak saya nggak? atau mau nikah sama saya aja?"

Tawa tetangga terdengar jelas di telinga Zahin dan Robin. Zahin juga ikut tertawa walaupun tidak sekencang mereka. Sedangkan Robin tersenyum canggung. Dia bingung akan melakukan apa.

"Gue ke kamar mandi dulu," pamit Robin kepada Zahin menjauhi kerumunan.

Laki-laki bermarga Bratabara itu langsung pergi dari sana, Zahin mengikutinya dari belakang tanpa sepengetahuannya.

"Eh gue nggak tau kamar mandinya dimana," celetuk Robin sambil membalikkan badannya.

Seketika ia mundur selangkah gara-gara Zahin yang tiba-tiba saja sudah ada di depannya. Dia memegang jantungnya yang berdetak lebih cepat.

Zahin to RobinWhere stories live. Discover now