13. ketika Gio mengbaperkan.

248K 29.6K 2.2K
                                    

" lakukan yang terbaik di setiap kesempatan yang kau punya."
- Gionatan -

                        ⚔️⚔️⚔️

Lelaki yang mengunyah permen karet itu dengan santai memarkirkan motor di pekarangan rumah mertuanya, sekilas ia menatap bangunan sejuk tersebut, suasana sore hari ini lebih membuat bangunan itu menjadi lebih indah. Ia lalu melangkah mendekat ke ambang pintu dan menekan bel tidak sabaran tanpa memperdulikan sopan santun, yang ada di pikirannya saat ini adalah sampai apartemen lalu merebahkan tubuh di atas kasur empuk. Jika saja tadi ayah mertuanya tidak menelfon dia dan memaksa untuk menjemput Rai, Gio ogah mau menjemput.

Tak kunjung pintu terbuka, Gio membuka pintu dan langsung menyelonong masuk.
" Woi elah, Lo dimana?" Tanpa malu lelaki itu berteriak bagaikan orang gila.

Kunjung tak mendapat jawaban, ia semakin kesal lantas berteriak,
" RAISYA LO DIMANA ANJ_"

" Apa?" Suara berat menghentikan teriakan Gio. Laki-laki paruh baya keluar dari arah dapur dengan bersedekap dada.

" Rai mana?" Tanya Gio sedikit ketus, ia masih mempunyai 0,5 persen sopan santun oleh karena itu ia tidak membentak mertuanya tersebut.

" Kalo mau masuk itu duluan ucapin salam. Dasar anak zaman sekarang." Peringat Arifin tajam.

Gio tidak peduli, ia menatap datar seorang perempuan yang muncul dari belakang Arifin diikuti Lusiana juga.

Rai langsung memasang ekspresi jutek melihat siapa yang datang, ia masih ingat kelakuan suaminya itu tadi pagi.

" Cepetan." Perintah Gio santai.

" Nggak, aku mau nginap di sini dulu."
Balas Rai.

Arifin menoleh ke belakang ketika mendengar ucapan Rai tadi, ia lalu memegang kedua pundak putrinya itu. " Kamu itu udah berumahtangga, jadi kewajiban kamu adalah mematuhi ucapan suami kamu. Kamu juga bukan anak abg lagi sayang, jadi kamu gak bisa bebas nentuin dimana kamu tinggal."

Rai menekuk bibir sedih lalu melirik tajam laki-laki yang kini berjalan keluar rumah. Rai lalu mengangguk dan segera berpamitan pada kedua orangtuanya.

Sementara di pekarangan, Gio sudah naik ke atas motor setelah terlebih dahulu membuang permen karetnya. Ia juga tetap diam tanpa ekspresi ketika Rai datang lalu duduk di boncengan.

Motor tersebut mulai melaju membelah jalanan ibu kota, suasana sore hari menambah keindahan kota Jakarta sebab lampu-lampu sudah mulai menyala. Rai bersenandung kecil seraya memandang kanan kiri.

Bahkan masih banyak anak-anak SMA berseragam masih berlalu-lalang bebas. Sama seperti Gio yang masih berseragam walau urak-urakan seperti preman jalanan. Emang iya sih!

Tepat saat jalanan yang mulai sepi, dua motor besar menghadang Gio sehingga cowok itu langsung rem mendadak membuat Rai menabrak punggung tegapnya.

Jika biasanya yang membuat usil adalah teman rongsokan Gio, maka kali ini berbeda. Ada empat cowok yang saling berboncengan, mereka semua turun lalu tersenyum miring melihat lawan musuh.

" Pas banget nih, ketua Blood-Angels lagi barengan sama istrinya." Ujar cowok berhelm merah.

" Hai, Raisya.." sapa cowok satu lagi yang masih duduk di atas motor.

Gio ikut turun dari atas motor lalu menatap remeh semua lawannya, berbeda dengan Rai yang kini merinding melihat laki-laki beberapa hari lalu, Genta.

" Hai Gio, masih ingat gue?" Tanya Dirga sambil menyalakan api di ujung rokoknya, ia menyesap dalam-dalam benda silinder itu dengan santai.

Gio tentu menyeringai tipis, ia mengangguk pelan.
" Ingat lah, Lo termasuk dalam list korban yang udah pernah cium kaki gue kan!"

Rahang Dirga mengeras juga terlihat bahwa urat-urat lehernya mencuat.
" Sombong banget Lo jadi binatang, siap ini Lo pikir Lo bisa sombong lagi heh?"

" Hajar dia." Perintah Dirga pada ketiga temannya.

Gio berbalik menatap perempuan dibelakangnya, ia mencium sekilas bibir istrinya.
" Berbalik." Perintah cowok tersebut dan langsung membalikkan badan Rai secara paksa agar tidak menonton perkelahian mereka beberapa detik lagi.

Gio kini kembali berbalik menatap lawan musuhnya, ia tetap santai seperti tidak terjadi apa-apa.

Ketiga lelaki tersebut maju dan melayangkan tinjuan tapi masih bisa di balas Gio, ia memelintir tangan sang musuh lalu menendang pahanya kuat sambil mendorong keras sehingga menabrak kedua temannya.

Memang masih terdapat satu atau dua kendaraan berlalu-lalang, tapi mereka semua tidak peduli atau enggan melerai.

Mereka kembali berdiri dan kini menatap Gio semakin menantang. Kemudian mereka bertiga sekaligus menghajar lelaki itu membuat Gio mundur satu langkah, ia mengangkat kaki lalu menendang hidung salah satu dari mereka dimana langsung berlumuran darah atau mungkin juga hidungnya sudah patah.

Sementara Rai kini sudah berjongkok seraya menutup telinga dengan tangan sendiri sebab tidak kuat mendengar suara-suara tinjuan juga erangan kesakitan. Ia masih setia merapalkan doa agar bisa sampai dengan selamat ke rumah nanti.

Dirga mengerang melihat semakin lama bahwa Gio semakin brutal menghajar, bahkan saat ini ketiga temannya sudah tepar nyaris pingsan. Pantas saja pemuda itu mendapat gelar ketua Blood-Angels, ternyata itu bukanlah asal melantik saja.

Dirga membuang puntung rokok lalu menatap Gio yang kini tersenyum remeh, Dirga balik tersenyum remeh lalu mengeluarkan pisau dari balik jaketnya.
" Lebih baik cara cepat aja ya kan?"

Tidak ada ketakutan di mata Gio, ia berpikir sejenak dan ikut mengeluarkan sesuatu dari balik jaket juga. Mata Dirga dan ketiga temannya melotot sempurna menatap pistol di genggaman Gio.

" Gue juga tadi mau cara yang cepat bang, tapi gue gak banci kayak Lo." Ujar Gio meniup ujung pistol tersebut.

Dirga membuang kasar pisaunya lalu naik ke atas motor diikuti teman-temannya, ia masih setia mengumpat berkali-kali sampai motor-motor mereka benar-benar menjauh dan tidak terlihat lagi.

Gio tersenyum miring lalu mengembalikan pistol tersebut di balik jaketnya dan kini berbalik menatap istri kecilnya yang berjongkok di samping motor. Ia ikut berjongkok lalu mengulurkan tangan untuk mengangkat dagu Rai.

" Kenapa? Hem?" Tanya Gio berat. Ia mendekat hingga bibir seksinya menempel di bibir Rai lalu melumatnya sedikit lama.

Setelah selesai, lelaki itu berdiri dan kembali mengulurkan tangan.
" Ayok."

Rai menyambut tangan itu masih sambil terdiam, ia mengatupkan bibir masih merasakan bekas kissing suami muda tadi.

" Naik." Perintah Gio santai ketika sudah berada di atas motor.

Rai menurut, ia naik ke atas motor lalu menatap sekilas bayangannya dari kaca spion. Wajah dia memerah seperti darah kental. Malu ngabbb...

Motor mulai berjalan dan Rai menenggelamkan wajah di punggung tegap Gio. Ia terkikik pelan tapi masih bisa di dengar Gio.

Jika bisa meminta, ia ingin setiap hari ada anggota musuh menghadang mereka lalu berakhir romantis seperti tadi. Intinya, Rai nyaris terkena asma sebab perlakuan baper Gio tadi.

                             ⚔️⚔️⚔️


Haiii..
Siapa yang kena prank?😁
Eh, emang author lagi ada urusan kok. Tapi gak jadi hari ini. Minggu depan mungkin.

Yok spam lanjut lagi yokkk...

Gionatan ( SUDAH TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang