16. Bendera perang.

222K 27.8K 3.9K
                                    

" kenapa harus minta maaf jika berkelahi lebih seru."
- motto Blood-Angels -

                          ⚔️⚔️⚔️

Motor besar itu berhenti di depan gerbang sekolah, membuat yang di bonceng bertanya-tanya.
" Kenapa berhenti di sini?"

" Lo turun."

" Hah?"

" Turun gue bilang."

Rai semakin bingung kemudian turun dari atas motor.
" Kenapa turun kak?"

" Gak usah banyak bacot, mending Lo masuk sana." Balas Gio mulai menghidupkan kembali motornya.

" Trus kakak mau kemana? Tawuran? Bolos?"

" Ngamen di pinggir jalan." Jawab Gio seraya menutup kaca helmnya.

" Ikut..." Rai menahan tangan lelaki tersebut tapi malah di sentak kasar.

" Iihhh, ikut... Kalo nggak aku gak bakalan sekolah." Rengek Rai pura-pura ngambek.

" Bukan urusan gue, mau Lo sekolah, mau Lo gak sekolah, mau Lo mati sekalipun gue gak peduli." Sarkas Gio menjalankan motor dan tanpa sadar perkataannya tadi membuat istrinya membeku.

" Kok mata aku panas? Kok jantung aku nyeri?" Rai bertanya pada diri sendiri, Ia menatap cepat ke atas ketika merasa ada air keluar dari matanya. Bersamaan dengan itu, terdengar suara motor familier yang kembali mendekat.

Gio berhenti di depan Rai yang kini sudah menatap ia dengan mata memerah dan bibir tertekuk. Gio mengeluarkan dua lembar uang berwarna merah dari saku.

" Jajan Lo." Tapi tidak mendapat jawaban. Rai tidak menerima hanya menetap uang itu saja.

" ck." Dengan kesal ia langsung memasukkan uang jajan tersebut ke saku istrinya.

Setelah itu ia menunduk untuk mensejajarkan wajah pada perut rata istrinya.
" daddy tawuran dulu, doain biar menang."

Cup.

Ia kembali melajukan motor dengan kecepatan tinggi seperti biasa. Dan kali ini Rai kembali membeku, bukan karena sedih tapi karena seperti ada jutaan kupu-kupu mengelilingi dan jutaan bunga cantik jatuh di sekitarnya. Ia seketika tersadar lalu menatap sekeliling yang sangat sepi sebab mereka adalah pembuka gerbang pada pagi-pagi buta seperti ini, ia juga menatap pos satpam yang tidak berpenghuni.

Rai menunduk seraya menyeringai lebar.
" Ekhem, kamu baru di cium daddy ya sayang? Pantesan senyum-senyum di sana." Perlu diketahui bahwa semenjak mereka menikah, Gio sama sekali belum pernah mencium perutnya bahkan menyentuh pun ia enggan jika saja Rai tidak memaksa.

" Seneng gak? Seneng lah masa enggak! Tapi kok cuman kamu yang di cium sih? Mommy kok nggak? Tapi gak apa-apa deh, besok-besok daddy bakalan cium mommy juga." Ia mengusap perutnya dengan lembut. Ah, ia merasa melayang menembus langit hingga mendarat di surga.

" Btw, daddy ganteng ya? Tenang, nanti kalo kamu udah lahir pasti bakalan mirip kayak dia. Ya iyalah, dia yang cetak."

Terdengar kembali suara motor yang mendekat, berharap itu adalah Gio tapi nyatanya tidak. Itu Galang dan Pipit ternyata.

" Rai, si Gio udah pergi?" Tanya Galang dibalas anggukan semangat.

" Oke deh." Galang ikut mengeluarkan uang tapi kali ini hanya dua puluh ribu kepada adiknya yang sudah menyodorkan tangan.

" Apaan nih cuman dua puluh ribu doang. Lo kira gue bocil? Beli cendol aja udah abis." Protes Pipit tidak terima.

" Bersyukur dek, untung gue kasih_"

Gionatan ( SUDAH TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang