"Jika Terracotta adalah rumah bagimu dan kopi sebagai teman setiamu di sini, maka aku adalah gadis yang akan selalu duduk di tempat ini dan panna cotta sebagai penetral pahit kopimu juga gerimis di luar hanya jadi lullaby untukku." Lancang sekali bibir itu! Baru saja aku ingin membungkammu, kamu malah pergi. Langkahmu cepat, wajahmu berpaling, dan napasmu yang sedikit memburu. Dan aku baru saja mendengar tangismu samar, amat pelan. Hanya hujan di luar yang boleh mengertimu. Aku berdiri bergetar. Masih belum percaya: aku mencintaimu.