"The most painful thing is not knowing sadness but when you can not go back to happiness has passed. As the daylight I always remember , when it gets dark I will never forget." Rintik hujan di malam itu, kita duduk berdua di bangku pinggir jalan. Dia masih saja tertunduk dengan wajah cemas dan tampak gusar. Gadis manis itu tunduk kearah ponsel yang berada diantara jemari lembutnya. "Kamu kenapa, RIn?" Tanya ku. Dia menatapku dengan wajah cemas yang membuatku tak pernah lupa, "Kenapa kamu lupa, Ry" dia malah balik bertanya. "Masa lalu biarlah menjadi masa lalu, Ayank" jawab ku sambil tangan kiri ku diangkat menahan hujan yang turun dari langit. Dia menghela napas, sambil terus tertunduk dia berkata, "Kalau saja aku bisa hidup untuk kedua kalinya, aku ingin hidup bersama mu, Ry" Aku genggam tangannya untuk menenangkan nya, "semua yang terjadi itu seperti hujan yang turun, kita tak bisa menahan karena itu sudah kuasa Tuhan." Aku mengangkat tangan kanan ku, kulihat jarum jam yang berada di punggung pergelanganku, "Sudah jam sepuluh, sebentar lagi suami mu datang menjemputmu. Aku pamit dulu" Ucap ku seraya berdiri hendak meninggalkannya. Baru sekitar tiga langkah berjalan. "Ry!!!" Dia memelukku dari belakang, aku pun segera melepaskan pelukan nya dan berbalik, kulihat dia sudah menangis. Dia menangis sesenggukan membuatku tak kuasa melihatnya. Dia memegang kedua pipi dan berkata dengan terbata-bata "Ry, apa.... pun.... ya...ng ter....jadi nanti.... itu bukan salah mu. Jangan.... salahkan di...rimu apa yang akan terj....adi nanti, Aku mencintaimu." Setelah berucap itu dia berlari meninggalkan ku. Aku bingung apa maksudnya dia berkata seperti itu?