FINDING YOU | Hendery WayV

By TY_nad

1.9K 431 56

"Jadi, kau benar-benar hantu?" "Tidak! Eh, atau mungkin? Sejujurnya, aku bahkan tidak tahu siapa diriku." "Ba... More

Trailer and Cast
O1. Pertemuan Itu
O3. Nara
O4. Langkah di Pagi Itu
O5. Firasat Dalam Gelap
O6. Potongan Masa Lalu?
O7. Orang Hilang
O8. Limit

O2. Jalankan Misi?

195 55 11
By TY_nad

"Masih bisa tersenyum?"

Dejun baru saja tiba menyusul Kinara di kedai ramen dan hal pertama yang ia ucapkan adalah kalimat tanya sarkastik. Bagaimana tidak? Ia khawatir saat gerimis mulai berjatuhan sementara Kinara masih sendirian di toilet umum. Berulang kali menelpon, tidak ada satupun yang direspon dan tiba-tiba saja Kinara memberi kabar bahwa dirinya sudah berada di kedai ramen setelah berfoto dengan cosplayer hantu yang ia temui di pinggir jalan.

"Aku memesan dua ramen," ujar Kinara mencairkan suasana.

"Aku tidak meminta."

"Apa aku menawarimu?" candanya.

Dejun mendengkus tertawa, sementara Kinar justru terbahak mendapati ekspresi gondok Dejun yang susah payah ditutupi.

"Sudahlah." Pria itu masih berusaha mengalihkan perhatiannya pada buku menu.

"Hei, aku bersungguh-sungguh. Aku sudah memesankanmu satu," tukasnya saat Dejun hendak memilih menu. "Kau tahu? Tadi aku bertemu laki-laki tampan yang sedikit bodoh."

"Ini sudah yang kelima kalinya kau memberitahuku. Apa yang menarik dari itu? Kupikir kau tidak tertarik pada hal-hal yang berhubungan dengan hantu."

"Memang tidak, aku hanya kasihan." Kinara merogoh tasnya sesaat guna mencari ponsel. "Tidak ada yang mengajaknya berfoto meski ia sudah berdandan semaksimal mungkin dan dia sendiri pun juga tidak berusaha menarik atensi orang-orang meski ia tahu bahwa sebentar lagi turun hujan, rasanya sakit melihat keringat pria itu akan mengering dengan sia-sia."

Kinara menyorongkan layar ponselnya ke depan wajah Dejun. "Lihatlah hasil foto kami."

Dejun mengernyit heran. Bola matanya bergerak-gerak dari menatap Kinar yang tersenyum lebar lalu kembali pada layar ponsel. Direbutnya ponsel itu dari tangan sang empu.

"Hei, apa yang kau--"

"Biarkan aku meminjamnya sebentar, ponselku mati," bohong Dejun.

Kinar mengedikkan bahu sesaat sebelum pelayan kedai itu datang membawa pesanan mereka. Gadis itu tersenyum manis seraya berterima kasih.

Dejun hanya melirik sekilas, lantas kembali menatap layar ponsel itu lamat-lamat. Matanya sehat, bukan? Dejun yakin tidak ada yang salah kecuali foto Kinar seorang diri di situ.

Di mana pria cosplayer hantu yang Kinar maksud?

"Cepat habiskan sebelum miemu mengembang."

Perhatian Dejun teralihkan saat Kinar menegurnya. Ia lantas meletakkan ponsel itu di atas meja dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.

•••

Seandainya Hendery bisa meraih uang yang tergeletak di topi sulap terbalik itu, sudah bisa dipastikan ia akan memungut dan membawanya berlari mengejar sang puan yang kini berhambur menuju kedai ramen. Hendery menghela napas samar, titik-titik air hujan yang berjatuhan tak mampu membasahi maupun melunturkan bekas noda darah di bagian tubuhnya.

Ia pun hanya diam, masih tetap diam dalam posisi itu dan membiarkan lalu-lalang manusia melewatinya tanpa sadar. Hanya ada satu yang ada di pikirannya saat ini, tentang bagaimana sosok gadis asing dengan senyuman renyah itu mampu melihatnya. Prasangka akan kemungkinan-kemungkinan terbaik hingga terburuk telah mengitari pikirannya sejak tadi.

Setelah sekian lama membisu dalam keterasingan, bersembunyi dalam tajamnya sorot hitam sosok bayang yang serupa dengan dirinya, baru kali ini Hendery merasakan sesuatu baru di mana seseorang menyadari keberadaannya. Dan itu terjadi pada Kinar yang bahkan tidak sadar bahwa dirinya bukanlah sosok manusia. Hendery menggerakkan tubuhnya yang ringan menuju kedai guna menatap gadis itu lebih dekat. Gadis itu tak sendirian lagi, ada sosok laki-laki yang menemani.

Beberapa saat kemudian, Hendery melihat Kinar beranjak ke toilet. Hendery lantas bergerak mendekat ke arah meja mereka, menatap Dejun yang diam-diam mengambil ponsel gadis itu entah dengan tujuan apa. Hendery melambaikan tangan di depan Dejun dan laki-laki itu tidak merespon. Hal itu membuat Hendery cukup yakin bahwa ternyata hanya gadis itulah yang bisa melihatnya.

"Hah, hampir saja aku mengira telah kembali hidup," ujarnya kecewa.

Hendery mundur, berniat menjauh dan kembali ke posisi awalnya. Namun, sosok lelaki tak berkaus yang entah sejak kapan berdiri di ambang pintu kedai itu mengalihkan perhatiannya. Hendery memicingkan mata, berusaha memandang sosok asing yang membawa kabut putih di sekitar tubuhnya.

"Hendery?" Suara berat dan lantang itu terdengar entah dari mana. Hendery sontak menoleh ke sekeliling.

Tidak ada yang terganggu, tidak ada yang memerhatikan, orang-orang tetap melanjutkan aktivitasnya seperti tadi. Hendery yakin tidak ada yang mendengar suara panggilan itu selain dirinya. Hingga ia kembali menatap sosok lelaki tak berkaus tadi, Hendery sadar bahwa sosok itulah yang memanggilnya. Ia sontak bergerak cepat menuju pria itu. Sayang, kabut putih itu kian menebal seolah membawa tubuh pria itu menghilang.

Hendery terkesiap mendapati sosok itu hilang, berganti dengan kotak beludru biru tua yang tergeletak di lantai. Awalnya, Hendery ragu untuk menyentuh. Merasa yakin bahwa benda itu akan tembus di tubuhnya. Namun, rasa penasaran seolah menggeser kenyataan yang ada, Hendery memungut kotak beludru itu dan terkejut saat ia sadar bisa menyentuh benda itu. Ia lantas mencari tempat lain sebelum membukanya.

Duduk di salah satu kursi semen panjang bawah pohon tampak nyaman, oleh karenanya Hendery memilih posisi itu dengan kedua tangan yang menggenggam kotak beludru.

Saat kotak itu telah dibuka, Hendery mengerut heran menemukan kalung dengan liontin kristal yang memancarkan cahaya biru.

"Itu batas waktu."

Hendery terlonjak kaget saat suara sosok asing itu kembali berdengung di telinganya. Oh, tidak, kali ini lebih nyata setelah mendapati sosok itu berdiri di samping kursinya. Hidung mancung, rambut putih, celana kain hijau tua bak jin, dada bidang dan roti sobek yang tercetak sempurna di atas perut itu terlihat jauh lebih nyata sekarang.

"S-siapa kau?"

Pria tampan itu menoleh. "Aku malaikat Lucas."

Tak sesuai dugaan, Hendery refleks terbahak. Lucas di sebelahnya tampak tak terima, ia kemudian bersedekap ke arah Hendery, menunggu cowok itu menuntaskan tawanya.

"Mana mungkin ada malaikat shirtless seperti itu!"

"Hei!" Lucas melotot, semakin tak terima. Ia kemudian melirik bagian depan tubuhnya sekilas, seolah memastikan body goals-nya tetap utuh tanpa lecet setelah sebelumnya sempat panik jika ternyata Hendery menertawakan bentuk tubuhnya.

"Tidak ada yang menyuruhmu tertawa!" Merasa geram, Lucas kemudian menunjuk tanah paving dan sedetik kemudian petir kecil menyambar di titik di mana Lucas menunjuk tanah itu.

Sekali lagi, Hendery terlonjak. Kali ini langsung membekap mulut guna menghentikan tawa. Ia terkejut setengah mati dan hampir saja berpikir bahwa ia akan segera dimusnahkan dari muka bumi.

"B-baiklah, apa maumu? Kenapa kau memghampiriku?" Cowok itu bertanya dengan sedikit terbata.

"Kau Hendery, bukan?"

Hendery mengangguk kecil, demi apapun ia merasa raut wajah pria itu jauh lebih serius sekarang.

"Seperti yang telah kukatakan tadi, aku adalah Lucas. Malaikat yang ditugaskan untuk mengawasimu selama menjalankan misi."

"M-misi? Misi apa?" Hendery menggaruk kepalanya bingung.

"Apa itu sebuah pertanyaan?" sarkasnya. "Jika aku bertanya siapa dirimu dan kenapa kau berada di sini tanpa seorangpun yang mengenalimu, apa kau mampu menjawabnya?"

Hendery menelan ludah, merasa tertegun dan sedikit banyak mengiyakan kalimat itu. Memang benar, Hendery tidak mengingat apapun selain namanya. Untuk sebab apa dan sejak kapan ia bisa berkelana dengan tubuh semi padat ini, ia tak tahu menahu.

"Kau sudah lebih mengerti sekarang?" tanya Lucas lagi, kali ini dengan nada yang lebih lembut.

"Apa aku sudah mati?" Satu pertanyaan itu lolos begitu saja, dilontarkan secara refleks bersamaan dengan sorot mata sedih yang terlalu jelas untuk digambarkan. "Tidak ada satupun orang yang bisa melihatku, tidak ada yang bisa kusentuh, aku seperti ... hantu?"

Jemari kurus dan putih itu meremas kotak beludru yang sejak tadi berada di pangkuan. Hendery menunduk, memandangi tanah paving sembari melanjutkan, "Tapi aku merasa belum pernah mati. Eh, atau hanya aku yang melupakan kematianku sendiri?"

"Nah, sebab itulah kau harus mencari. Aku datang memberimu kesempatan untuk mencari tahu tentang dirimu sendiri. Tentang sebab apa kau bisa menjadi arwah seperti saat ini, kau harus bisa tahu sehingga aku bisa memutuskan apakah kau layak untuk kuantar ke alam baka atau tidak."

"Kenapa aku harus mencari tahu?" tanya Hendery polos.

"Apa?!"

"Kenapa aku harus mencari tahu sementara kau adalah malaikat yang serba tahu?"

Lucas menghela napas kasar. "Kau mau kusegerakan menuju neraka?"

"Apa? Oh, tidak, tidak! Aku bercanda, sungguh." Hendery panik.

"Kau pikir ini saatnya untuk itu?"

"Tidak, baiklah, aku minta maaf. Jadi, apa yang harus aku lakukan untuk mencari tahu?"

"Terserah." Jawaban Lucas kembali melunak. "Kau bisa melakukan apa saja semampumu asal kau tetap mengingat batasan waktu melalui kalung itu."

"Jika cahaya kalung itu berubah warna menjadi putih, itu artinya waktumu habis."

Hendery kembali membuka kotak beludru di pangkuannya dan meraba liontin bentuk kristal itu. "Bagaimana jika waktu habis sebelum aku mampu menemukan alasannya?"

"Maka aku hanya tinggal menunggu perintah untuk membawamu ke alam kosong, bukan neraka ataupun surga, yaitu tempat di mana para arwah sepertimu tidak memiliki tempat untuk berpulang."

Hendery memalingkan pandangan sambil menggigit bibir bawahnya. Ia gelisah. "Tapi aku tidak tahu apapun, kau tak membantuku sama sekali untuk memulai semua ini!"

"Hmm." Lucas mengusap dagunya dengan jari. "Kau sudah tahu jawabannya, mulailah dengan seseorang yang setidaknya bisa berkomunikasi denganmu."

Seketika itu, gambaran tentang gadis manis yang bertemu dengannya tadi muncul. Hendery tersenyum simpul dan kembali menatap Lucas.

"Maksudmu seorang gadis yang--eh, Lucas? Di mana kau?"

Hendery sontak bangkit, menatap sekeling guna menemukan keberadaan Lucas. Namun, sosok itu telah hilang. Hendery kemudian memandangi kalung itu, membawanya ke dalam genggaman tangan dan menemukan tulisan di alas kotak beludru yang sejak tadi tertutupi oleh kalung itu.

'Take it and start it.'





•••

tap vote (bintang) for the next chapter! ❤

Continue Reading

You'll Also Like

72.8K 13.1K 21
Kecelakaan pesawat membuat Jennie dan Lisa harus bertahan hidup di hutan antah berantah dengan segala keterbatasan yang ada, keduanya berpikir, merek...
93.1K 8.1K 82
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
80.1K 9.6K 30
'benci bisa jadi cinta loh, cantik' 'apaan, diem lu' 'aduh, malu malu ih si geulis' 'gue laki ya, jangan main cantik-cantik lu' 'tapi lu emang cantik...
96.8K 7.1K 49
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote