2. NOT ME ✔️

Od Caaay_

10.4M 1.7M 365K

Cakrawala Agnibrata, dia selalu menebar senyum ke semua orang meskipun dunianya sedang hancur berantakan. Sam... Viac

NOTE
CAST
C A U T I O N
B LU R B
-000-
|| P R O L O G ||
CHAPTER 1 | RAPUH |
CHAPTER 2 | BULLYING |
|CHAPTER 3| BEKAS LUKA|
| CHAPTER 4 | KEMOTERAPI
| CHAPTER 5 | GABI FATHAN
|CHAPTER 6| SEPEDA
| CHAPTER 7 | RUANG KELAS |
CHAPTER 8 |PULANG|
CHAPTER 9| SATE|
CHAPTER 10 | PERHATIAN TERSELUBUNG |
CHAPTER 11 | LEMARI |
CHAPTER 12 | CERMIN |
CHAPTER 13 | KOMPETISI |
CHAPTER 14 | BROKEN |
CHAPTER 15| TIDAK TERIMA |
CHAPTER 16 | HUBUNGAN BARU|
| CHAPTER 17 | TEMANKU
| CHAPTER 18 | MELUKIS
| CHAPTER 19 | PULPEN KUNING
| CHAPTER 20| KAKAK TERSAYANG
| CHAPTER 21| KEGILAAN CAKRAWALA
| CHAPTER 22 | JANGAN SAKIT
| CHAPTER 23 | OCD
| CHAPTER 24 | ORANG GILA
| CHAPTER 25 |RAMBUT RONTOK
| CHAPTER 26 | MENCARI
| CHAPTER 27 | MENJAGAMU
| CHAPTER 28 | CAKRAWALA KECIL
|CHAPTER 29| CAT AIR
|CHAPTER 30| MALAM MINGGU
| CHAPTER 31 | LOKOK BUAT AYAH
| CHAPTER 32 | MUNGKINKAH BERSAMA?
| CHAPTER 33 | DEPRESI
|CHAPTER 34 | DIMAKAN AIR
|CHAPTER 36 | MENINGGALKAN
|CHAPTER 37| JALAN-JALAN
| CHAPTER 38 | CAKRAWALA SAKIT
| CHAPTER 39 | PERJANJIAN DENGAN BUNDA
| CHAPTER 40 | SENYUMAN CAKRAWALA |
| CHAPTER 41 | BUKAN AKU
| CHAPTER 42 | KHAWATIR
| CHAPTER 43 | KANGEN CAKRA
|CHAPTER 44 | RUMAH GABI
| CHAPTER 45| CAKRA ANAK NAKAL
|CHAPTER 46|KEMARAHAN MARATUNGGA
|CHAPTER 47| TENTANG MARATUNGGA
|CHAPTER 48| TENTANG MARATUNGGA II
|CHAPTER 49| MAAFIN CAKRA
|CHAPTER 50| AKU ATAU TUHANMU
|CHAPTER 51| BADUT TOKO MAINAN
CHAPTER 52 | DIKELUARKAN
| CHAPTER 53 | RUMAH SAKIT JIWA
|CHAPTER 54 | SENANDUNG UNTUK CAKRA
| CHAPTER 55 | JANGAN TINGGALIN CAKRA
|CHAPTER 56| KEPULANGAN CAKRAWALA
| CHAPTER 57 | TANGISAN PILU
|CHAPTER 58| PELUKAN UNTUK CAKRA
|CHAPTER 59 | USAI
EPILOG
KLARIFIKASI
ABOUT ME
VISUALISASI NOT ME
PESAN TERAKHIR CAKRA
NOT ME 2

| CHAPTER 35 | SIMULASI MATI

110K 22.4K 11.2K
Od Caaay_

Vote dulu yuk, biar nggak lupa.
Ramaikan komentar juga ya, biar Caaay cepet updatenya.

Happy reading!!!

———

CAKRAWALA—


MARATUNGGA


———

Moa keluar dari toilet dengan seragam sudah bersih. Ketika ia keluar Galaksi masih setia menunggunya.

"Nah, udah bersih kan?"

"Berisik lo!"

Moa melangkah lebih dulu dan Galaksi mengekor di belakangnya.

"Lo liat Cakrawala di mana?" Tanya Moa pada seorang gadis berkaca mata yang melintas sambil membawa beberapa tumpuk buku.

Nama Cakrawala cukup populer di kalangan murid SMA Elang, bukan karena dia tampan atau banyak yang suka, tapi lebih karena dia harus dijauhi. Berani dekat-dekat Cakrawala maka juga harus berani ditindas oleh Moa. Itu adalah peraturan paling utama dan harus diingat.

Moa benar-benar seperti setan, karena peraturan tersebut lah selama hampir 3 tahun di SMA, Cakrawala sama sekali tidak memiliki teman.

"Tadi aku sempat liat Cakrawala di sana." Gadis itu menunjuk koridor yang menghubung ke kolam renang.

Tanpa mengucap terima kasih pada gadis itu, Moa berlalu pergi. Ia berlari kecil.

"Moa!" Seru Galaksi. Ia mengikuti Moa.

Di koridor, Moa melihat topi dan tongkat Cakrawala tergeletak di lantai, saling berjauhan. Moa memungut benda-benda milik Cakrawala itu. Rasa khawatirnya bertambah berkali-kali lipat.

"Mo, di sana—" Galaksi menunjuk kolam renang.

Ada banyak murid yang berkerumun mengelilingi kolam renang.

Tanpa menunggu kelanjutan ucapan Galaksi, Moa berlari dan menembus kerumunan. Galaksi mengikutinya, cowok itu berlari di belakang Moa.

Galaksi melotot ketika ia melihat Cakrawala tenggelam, sementara sahabatnya—Wicak serta Nadin—hanya berdiri sambil tertawa-tawa. Begitu juga dengan beberapa murid lainnya, mereka tertawa dan juga mengambil video.

Byur!

Tanpa berpikir, Moa menceburkan dirinya.

Di dalam air, Moa memeluk Cakrawala, mengangkat tubuh Cakrawala yang sudah lemas ke permukaan supaya bisa mendapat oksigen, kemudian menyeret tubuh cowok itu ke tepi. Dengan susah payah Moa menaikkan tubuh Cakrawala dari kolam renang.

Sambil menangis, Moa menepuki pipi Cakrawala berulang kali.

"Cakra.... Bangun... Cakra..."

Dada Moa naik turun, napasnya tersengal. Sumpah demi tuhan, ia sangat khawatir.

"Cakra anak baik... Cakra nggak mungkin ingkar janji. Cakra harus bangun." Cicit Moa, air matanya jatuh.

"Cakra jangan pergi..."

Buagkh!

Galaksi meninju keras rahang kanan Wicak hingga membuat cowok itu hampir terjatuh.

"ALA!" Sentak Nadin, tidak terima jika Wicak disakiti. "Lo apa-apaan sih?!"

Moa menempelkan bibirnya ke bibir pucat Cakrawala, memberikan cowok itu napas buatan.

"Cakra ayo bangun Cakra...!" Sentak Moa. Namun, Cakrawala tidak kunjung bangun.

Lagi, Moa menempelkan bibirnya, menyalurkan pasukan oksigen untuk Cakrawala.

"Cakra! Gue bilang BANGUUUN!" Teriak Moa.

Duk! Duk! Duk!

Moa memukuli dada Cakrawala. Berkali-kali. Namun, cowok itu tetap  tidak memberikan respon. Cakrawala masih setia menutup mata.

"Bangun... hiks! Bangun... Ayo, Cakra bangun..."

"Lo yang apa-apaan?!" Galaksi menunujuk Nadin. Pandangannya kemudian beralih ke Wicak. "Nggak ada otak ya kalian!"

Buagkh!

Satu pukulan keras dari Wicak mendarat ke rahang Galaksi hingga membuat sudut cowok itu berdarah. Wicak tidak terima atas pukulan dari Galaksi.

"Ala..." panggil Moa, lemah.

Dengan telapak tangannya yang basah, Moa menggenggam tangan Galaksi. Gadis itu menangis terisak.

"Bangunin Cakra... hiks! Ala bangunin Cakra..."

Melihat Moa menangis seperti ini di depan matanya, membuat Galaksi tidak bisa menahan diri. Ia lantas mendekati Cakrawala yang tergeletak dengan kondisi basah kuyup dan bibir pucat seperti mayat.

"Urusan kita belum selesai." Ujar Galaksi pada Wicak.

Wicak mengeraskan rahang. Ia lantas menggandeng tangan Nadin dan mengajaknya pergi. Melihat Wicak pergi, para murid yang semula  berkerumun juga ikut pergi. Mereka seolah-olah mengatakan kalau 'Bukan aku... Aku nggak ikut-ikutan... Pergi aja deh.'

Galaksi berjongkok, lalu menekan-nekan dada Cakrawala berkali-kali.

"Cakrawala bangun... Jangan buat aku takut... Cakra... hiks!"

Hug! Hug! Hug!

Lagi, Galaksi menekan-nekan dada Cakrawala, ia mencoba mengembalikan detak jantung cowok itu.

Uhuk-Uhuk! Uhuk-Uhuk!

Cakrawala menyemburkan air dari dalam mulutnya.

Galaksi jatuh terduduk. Ia mengembuskan napas panjang ketika melihat Cakrawala kembali bernapas dan perlahan-lahan membuka mata.

Moa seketika memeluk Cakrawala dengan erat. Ketakutan kehilangan Cakrawala begitu nyata.

"Kamu nggak papa? Hem?" tanyanya.

Masih di dalam pelukan Moa, Cakrawala mengangguk.

Diam-diam Galaksi mengepalkan telapak tangan, dadanya tiba-tiba sesak saat melihat gadis yang ia sayangi memeluk lelaki lain di depan matanya sendiri.

Moa melepas pelukannya pada Cakrawala. "Ayo kita ke UKS." Ujar Moa. Ia kemudian beralih menatap Galaksi.

"Ala...," panggil Moa.

"Apa?" tanyanya.

Moa menatap Galaksi dengan tatapan memohon.

Galaksi mengembuskan napas panjang. Ia menarik lengan Cakrawala lalu melingkarkan ke bahunya, hendak ia tuntun. Tapi kemudian Moa justru mengomelinya.

Plak!

Moa memukul kepala Galaksi.

"Ala! Lo tu nggak ada otak ya? Mata lo buta? Nggak bisa liat? Itu kaki Cakrawala masih sakit malah lo tuntun, ya mana bisa jalan!"

"Miti li biti? Nggik bisi lihit?" Ujar Galaksi menirukan omelan Moa dengan muka yang dibuat-dibuat. "Hilih bacot lu!" lanjutnya.

"Aku nggak papa," kata Cakrawala. Berusaha menghentikan perdebatan dua orang yang kini telah menjadi mantan itu.

"Ala, makasih banyak ya udah nolongin aku. Aku masih bisa jalan sendiri kok."

"Ya bagus kalo gitu!" Galaksi melepaskan tangan Cakrawala yang melingkar di bahunya. Ia bergidik geli. "Seragam gue jadi basah, bisa-bisa gue rabies."

"Orang tolol! Sejak kapan basah kena aer bisa bikin rabies. Setolol tololnya gue nggak tolol kayak lo tuh!" Seloroh Moa.

Dengan tangan basah serta keriput kedinginan, Cakrawala meraih tangan Moa. "Jangan berdebat sama Ala, nanti kamu jatuh cinta lagi sama Ala." Ujarnya.

"Cakra nggak boleh ngomong gitu." Moa kemudian menuntun Cakrawala. "Aku nggak buta, aku udah bisa bedain mana yang serbuk berlian dan mana yang debu jalanan." Moa melirik sinis Galaksi.

Alih-alih pergi, Galaksi justru mengekor di belakang Moa dan Cakrawala layaknya seorang pengawal.

"Ah lama lo!" Sentak Galaksi.

Ia kemudian berjongkok di depan Cakrawala, menarik tangan Cakrawala ke depan dadanya,  kemudian berdiri. Galaksi menggendong Cakrawala di punggungnya. Moa sampai kaget.

"Ayo, jalan!" Seru Galaksi pada Moa.

"Ala, turunin aku, aku bisa jalan sendiri." Kata Cakrawala.

"Cakra jangan batu. Jangan buat aku khawatir, kalo kamu tiba-tiba mati di jalan gimana?" ujar Moa, khawatir.

"Ya tinggal kuburin." Bukan Cakrawala yang menjawab, tapi Galaksi.

Mereka bertiga berjalan menuju UKS dengan Cakrawala yang ada di punggung Galaksi dan Moa di sisi kanan Galaksi.

"Berat badan lo berapa sih, Cak?" tanya Galaksi. Pasalnya ia saat ini merasa seperti sedang menggendong kapas, ringan.

"Terakhir nimbang waktu SD, 25 kilogram," jawabnya.

Galaksi melotot. "Buset! Kurang gizi itu!" Serunya.

"Aku berat, ya?" tanya Cakrawala.

"Berat matamu!"

"Ala! Kalo ngomong sama Cakrawala yang sopan bisa nggak sih?"

"Kili ngiming simi Cikriwili ying sipin bisi nggik sih? NGGAK BISA!"

Moa memukul lengan Galaksi.

Plak!

"Gue banting pacar lo nih?!" Ancam Galaksi.

"Jangan!" Seru Moa. Ia lupa jika Cakrawala saat ini berada di punggung Galaksi.

Jika Galaksi membanting Cakrawala bisa-bisa semua tulang Cakrawala remuk.

Selama beberapa menit berjalan, akhirnya mereka sampai di UKS.

"Pelan-pelan." Pinta Moa supaya Galaksi menurunkan Cakrawala ke ranjang tidak asal banting.

"Sakit? Mananya yang sakit?" tanya Moa.

Cakrawala tersenyum, kemudian menggeleng.

Moa mengecek kondisi kaki kiri Cakrawala, membolak-balikkannya perlahan. Ia meringis. "Perbannya basah, kotor banget lagi. Harus diganti ini, biar nggak jadi sarang kuman."

"Seragam kamu juga basah, ganti baju kamu. Biar nggak masuk angin. Kamu bawa baju ganti nggak?" lanjut Moa.

Cakrawala mengangguk. "Bawa. Baju olahraga, ada di lokerku."

"Aku ambilin."

Galaksi disitu hanya diam sambil melipat tangan di depan dada, ia sudah seperti nyamuk, nging nging nging. Tinggal ditepuk, mati.

Cakrawala mengangguk-angguk.

"Sandi lokermu apa?" tanya Moa.

"Nama kamu," jawab Cakrawala.

Moa terkekeh. Ia lantas bergegas keluar, namun belum sampai melewati pintu, ia kembali.

"Ngapain balik lagi?" tanya Galaksi.

Moa tidak menjawab, ia berjalan mendekati nakas. Di atas nakas ada keranjang buah dan ada pisau yang menancap di buah apel, Moa mencabut pisau itu kemudian memberikannya pada Cakrawala.

Cakrawala menatap pisau itu dengan tatapan penuh tanya.

"Ayo, pegang." Pinta Moa.

Cakrawala menurut, ia menggenggam gagang pisau itu.

"Kalo Ala macem-macem, gorok aja lehernya." Pinta Moa.

Galaksi melotot. "Lo kira gue apaan? Ha?" Ujarnya, tidak terima.

Moa tidak menanggapi ucapan Galaksi. Ia memandang Cakrawala untuk yang kesekian kalinya. "Aku nggak tenang ninggalin kamu sendiri sama Ala."

"Aku nggak apa-apa." Cakrawala menoleh pada Galaksi. "Ala baik, kok."

"Aku tinggal dulu, kamu kedinginan."

Cakrawala menarik tangan Moa hingga membuat gadis itu kembali menoleh.

"Moa, kamu juga harus ganti baju. Nanti kamu kedinginan. Aku nggak mau kamu sakit."

"Kutang lo juga keliatan," imbuh Galaksi. "Warnanya ungu."

"Ala nggak boleh gitu! Mau aku congkel matanya?" Cakrawala mengacungkan pisau itu di depan wajah Galaksi.

Galaksi seketika terdiam. Moa tertawa.

Cakrawala menarik selimut yang ada di ranjang UKS.

"Moa, ayo deketan, sini."

Moa menurut, ia melangkah lebih dekat pada Cakrawala. Cowok itu lantas membalutkan selimut UKS ke tubuh Moa. Menutupi seragam Moa yang basah dan memperlihatkan dalamannya secara transparan supaya tidak dipandang oleh orang lain.

"Jangan dilepasin, ya?" Pinta Cakrawala.

Moa mengangguk. Ia mengusap-usap kepala botak Cakrawala. "Aku ambilin baju ganti kamu dulu. Baik-baik di sini."

"Ingat, kalo Ala macem-macem gorok aja lehernya."

Cakrawala mengangguk-angguk. "Aku mutilasi nanti."

Moa terkekeh. Ia berjalan keluar UKS, meninggalkan Cakrawala bersama Galaksi.

Sebelum keluar, Moa sempat melotot tajam pada Galaksi, membuat gerakan dengan jempolnya ke leher dari kanan ke kiri seolah-olah sedang  menggorok leher Galaksi.

Galaksi menatap Cakrawala dari ujung kaki sampai ujung rambut. Jika ia perhatikan, ia jauh lebih tampan dari Cakrawala, tapi kenapa justru Moa lebih memilih laki-laki buluk ini?

"Heh, elo!"

"Ala, aku juga punya nama," jawab Cakrawala.

Galaksi tidak menggubris. Bodoamat, mulut-mulutnya, terserah lah dia mau manggil apa.

"Lo potong rambut di mana?"

Cakrawala diam. Ia menggigit bibir bagian bawah.

"Lo potong rambut di mana? Jelek amat!" Ujar Galaksi setelah tidak mendapat jawaban dari Cakrawala.

——

Di ruang guru, Pak Haecan membawa beberapa tumpuk buku milik para murid yang berisi tugas-tugas ke atas mejanya. Hendak ia nilai.

Pak Haecan meletakkan tumpukan buku itu di atas meja, ia celingak-celinguk mencari sesuatu.

"Bolpenku mau neng endi ya?" tanyanya pada diri sendiri.

[Bolpoinku tadi di mana ya?]

Pak Haecan mengecek kantong celana hitamnya. "Koyoke ki mau tak kantongi, tapi kok rak ono."

[Sepertinya tadi aku taruh kantong, tapi kok nggak ada.]

"Ngene ki lho, nak lagek dibutuhke malah rak ono, tapi nak rak dibutuhke makbedunduk neng ngarepan moto."

[Seperti ini lho, kalau sedang dibutuhkan malah menghilang, tapi kalau tidak dibutuhkan justru muncul terus di depan mata.]

"Ngeneki terus aku mbijine pye jal?"

[Kalau begini terus aku kasih nilainya bagaimana?]

"Bolpen kok ditinggal kedep sedelok langsung ilang."

[Bolpoin ditinggal kedip sebentar kok langsung hilang.]

Pak Haecan terus mengomel. Padahal cuma masalah bolpoin. Pantas saja banyak murid yang bilang kalau ia berisik. Ternyata memang benar kenyataannya seperti itu.

"Encen kudune jaluk ditaleni neng mejo teros Pak, ben rak ilang. Koyok nak neng bank-bank kui lho Pak." Timpal Bu Welas yang sedari tadi duduk di samping meja Pak Haecan.

[Memang seharusnya bolpoinnya diikat di meja, Pak. Biar tidak hilang. Biar seperti di bank-bank itu lho Pak.]

"Nak neng bank kui wes kebangetan Buk. Bolpen ngasek ditalen-taleni, wedi nak dicolong pok pye toh. Padahal kene ki yo titip duet neng bank, nak podo-podo nyolong kui lah mending nyolong duite ketimbang nyolong bolpene."

[Kalau di bank itu sudah keterlaluan Buk. Bolpoin kok sampai diikat-ikat, takut kalau dicuri atau gimana itu. Padahal kita kan titip uang juga di bank, kalau sama-sama mau nyuri ya lebih baik nyuri duit daripada nyuri bolpoinnya.]

Bu Welas tertawa, apalagi ketika melihat ekspresi Pak Haecan yang begitu menggebu-gebu saat bercerita. Pria yang satu itu memang selalu menjelma menjadi komedian di ruang guru. Ketika ada Pak Haecan, suasana ruang guru yang semula tegang akan mencair.

Karena tidak kunjung menemukan bolpoin, Pak Haecan pun bertandang ke meja Bu Ambar untuk meminjam bolpoin. Bu Ambar tidak ada, entah ke mana ia pergi, Pak Haecan juga tidak tahu.

Pak Haecan mencari-cari bolpoin di meja Bu Ambar seorang diri. Ia akan ijin kok, tapi nanti kalau bolpoinnya sudah ia gunakan.

Bruk!

Tangan Pak Haecan tidak sengaja menyenggol tumpukan berkas di meja Bu Ambar hingga membuat salah satu map jatuh dan kertas-kertas di dalam map tersebut berserakan di lantai.

"Aduh! Malah tibo."

[Aduh! Malah jatuh.]

Mau tidak mau Pak Haecan harus membereskannya. Ia jongkok, kemudian memunguti kertas-kertas itu satu persatu, memasukannya ke dalam map lagi.

Satu-dua kertas ia masukan ke dalam map itu, tidak ada yang aneh, namun, saat kertas terakhir. Pak Haecan berhenti. Matanya tertuju pada logo salah satu instansi di sudut kertas itu, pun dengan nama lengkap Bu Ambar yang terketik rapi.

'Rumah Sakit Jiwa Gempita'

Kepada: Ambar Wati.

Pak Haecan menoleh pada Bu Welas. "Buk, SMA Elang memang ada acara dengan Rumah Sakit Jiwa Gempita?" tanyanya.

Bu Welas diam, berpikir sebentar. "Nggak ada Pak. Setau saya malah ada baksos di Panti Asuhan Pertiwi," ujarnya. "Memangnya kenapa Pak?"

Pak Haecan menggeleng. "Enggak, nggak ada apa-apa. Ini, saya cuma lupa. Kayaknya ada baksos, tapi di mana ya, eh ternyata di Panti Asuhan Pertiwi." Alibinya.

Bu Welas kembali melanjutkan pekerjaannya dan Pak Haecan memasukan berkas-berkas milik Bu Ambar, menempatkannya seperti posisi semula.

Ia mengambil bolpoin milik Bu Ambar, ralat, meminjam. Setelah itu Pak Haecan menuju tempatnya dan mulai menilai tugas para muridnya satu-persatu.

———

Moa telah mengganti seragam putih abu-abunya yang basah dengan baju olahraga. Di tangan kanan Moa ada selimut UKS yang barusan digunakan oleh Cakrawala untuk melindungi Moa dari mata-mata genit.

Saat ini Moa berdiri di depan loker Cakrawala, hendak mengambil baju olahraga milik cowok itu. Kasihan Cakrawala jika terlalu lama memakai pakaian basah, ia bisa sakit. 

"Sandi lokermu apa?" tanya Moa.

"Nama kamu."

Moa mengutak-atik loker nomer 111 yang merupakan loker milik Cakrawala, ia mengetikan kata 'Moa' untuk membuka loker tersebut.

"Lah, kok salah sih?!"

Moa mencoba lagi, kali ini ia mengetikan nama lengkapnya 'Moa Jatraji'

"Kok masih salah?!"

"Apa jangan-jangan kata sandinya..."

Moa mengetikan kata 'Nama kamu'

Tit

Loker itu berbunyi, kemudian pintunya terbuka.

"Sialan! Udah PD duluan ternyata salah!"

"Huh! Untung sayang, kalo nggak udah gue tendang lo Cak!" Seru Moa.

SMA Elang adalah sekolah favorit, fasilitasnya sangat lengkap, jangankan kolam renang, lift pun juga ada. Bahkan untuk loker saja, sudah canggih, menggunakan teknologi password layaknya sebuah brankas. Bukan lagi menggunakan kunci gembok, tapi sudah memakai finger print, kata sandi, dan deteksi wajah.

Moa mengambil seragam olahraga milik Cakrawala kemudian menutup rapat loker itu lagi. Moa kembali menuju UKS untuk menemui Cakrawala sebelum cowok itu diapa-apakan oleh Galaksi. Cakrawala itu seperti anak kecil, selain masih polos ia diapa-apakan juga pasti nurut, karena itu Moa khawatir. Apalagi ia tahu betul Galaksi anaknya seperti apa.

SMA Elang memang sangat terkenal sebagai sekolah elite, dan setiap tahunnya hanya membuka satu beasiswa full untuk murid yang benar-benar genius.

Cakrawala Agnibrata adalah murid genius itu, sejak kelas satu, ia tidak pernah sekalipun membayar uang sekolah, karena ia mendapat beasiswa full.

Sejak SD sampai saat ini SMA, Cakrawala selalu mendapat beasiswa dan Tigu tidak pernah mengeluarkan uang sepeserpun untuk biaya sekolah Cakrawala. Jika saja Cakrawala tidak mendapat beasiswa, ia tidak akan mungkin bisa sekolah.

Alih-alih biaya sekolah, memberikan Cakrawala uang seribu rupiah saja, Tigu tidak pernah.

Maratungga yang selalu diam-diam memberikan uang saku pada Cakrawala, membelikan Cakrawala buku, alat-alat sekolah, seragam, serta sepatu baru. Setelah memberikan Cakrawala semua itu, Maratungga pasti akan beribisik di telinga Cakrawala. 'Sssttt... Jangan bilang-bilang sama Ayah'

Maratungga juga selalu diam-diam menyelundupkan makanan untuk Cakrawala ketika Tigu mengurung anak itu selama berhari-hari di gudang karena marah.

Ketika memasuki pintu UKS, Moa seketika dibuat menjerit.

"ALAAA!" Jerit Moa.

Galaksi menggenggam pisau yang tadi sempat Moa berikan kepada Cakrawala dengan kedua tangannya. Ujung pisau itu berdarah, menetes-netes.

"Cakra...! Cakrawala..."

Moa berlari, di hadapannya, Cakrawala tergeletak, memejamkan mata dengan wajah pucat. Seragam putih Cakrawala berubah menjadi merah karena bercak darah.

"LO APAIN CAKRAWALA?!" Sentak Moa.

Galaksi seketika menjatuhkan pisau itu ke lantai. Moa mendekati Cakrawala, menyentuh dada cowok itu.

"Cak—" Moa hendak menangis, namun tiba-tiba...

Cakrawala membuka mata, ia lantas tertawa. "Hahaha geli... Hahaha..."

"Anjir! Kenapa lo buka mata sih, tolol!" Seru Galaksi.

Moa menoleh pada Galaksi. Masih belum mengerti apa-apa.

"Aku nggak bisa ekting, Ala. Dadaku diraba-raba sama Moa, rasanya geli."

"Ini maksudnya apaan sih?!" Sentak Moa. Menuntut penjelasan.

"Maaf Moa. Ala bilang, katanya, nanti kalo Moa datang, Cakra harus simulasi jadi orang mati."

Kan, benar dugaan Moa. Pasti selama ia pergi Galaksi mengajari Cakrawala yang tidak-tidak.

"Ala, tadi kamu bilang apa namanya? Tank?"

"PRANK! Jancuk! Oalah tolol!" Seru Galaksi, sudah hilang kesabarannya.

Padahal tadi hampir berhasil, tapi dengan mudahnya Cakrawala menyemburkan tawanya.

"Kenapa kamu mau sih?!" Ujar Moa pada Cakrawala. "Lain kali kalo disuruh-suruh yang nggak bener, jangan mau Cakra..."

Moa menatap tajam Galaksi. "Lo juga! Please jangan cemari otak Cakrawala sama kelakuan lo itu!"

Alih-alih merasa bersalah, Galaksi justru terkekeh. "Moa... Moa.. Pantesan lo seneng banget main-main sama Cakrawala."

Moa mendekat pada Cakrawala. "Jangan gitu lagi."

Cakrawala menunduk. "Iya Moa, maaf."

"Jangan nunduk, aku lagi nggak marahin kamu." Moa menyentuh dagu Cakrawala.

Cakrawala pelan-pelan mengangkat kepala, menatap wajah Moa yang memperlihatkan air muka khawatir.

"Moa, kamu takut kehilangan aku? Kamu sayang sama aku?"

Moa mengangguk-angguk. "Iya."

"Kalau begitu jangan tinggalin aku, ya Moa. Janji?"

Moa mengangguk-angguk. "Iya, janji." Ia menautkan jari kelingkingnya pada kelingking Cakrawala.

"Ayo, ganti baju kamu, biar nggak masuk angin."

Cakrawala mengangguk.

"Ini merah-merah apa? Kok kayak darah?"

"Sirup. Tadi Ala mau minum air sirup terus aku ambilin, tapi malah sirupnya tumpah ke sini." Cakrawala menunjuk seragamnya yang ketumpahan sirup.

Moa menatap Galaksi, tidak suka. Sudah tahu Cakrawala baru saja siuman setelah tenggelam di kolam renang, masih disuruh-suruh!

Galaksi kan masih bisa buat minum sendiri. Cakrawala juga anaknya tidak enakan, dia pasti akan menurut begitu saja.

Cakrawala menatap Moa dan Galaksi. Tangannya sudah menggenggam seragam olahraga yang diberikan Moa.

"Kalian nggak mau pergi apa? Aku mau ganti baju lho ini." Ujar Cakrawala.

———

SAMPAI BERTEMU DI PART SELANJUTNYA...

BUAT KALIAN YANG MAU GABUNG DI GRUP CHAT NOT ME, BOLEH BANGET KOK. LINKNYA ADA DI BIO WATTPADKU, KALIAN TINGGAL KLIK AJA.

THANK YOU!

Pokračovať v čítaní

You'll Also Like

Bintang itu belum redup Od Zizieta

Tínedžerská beletria

328 115 8
Langkahmu sudah terlalu jauh dari bahagia. Hidup namun seperti mati. Bernapas tapi sering sesak. Alasan bahagia yang sederhana pun sudah terenggut. ...
4.3K 458 82
Orang yang menyembunyikan tentang banyak hal dengan senyumannya, entah itu rasa sedih, trumatis atau bahkan depresi. Mereka berusaha merasa baik - ba...
973K 43.6K 41
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
19.1M 1.8M 51
Sudah terbit, buku bisa dibeli di shopee. INGAT BELI YANG ORI!! [Follow akun ini dulu, bro. Anda senang, aku juga. Simbiosis mutualisme] Tuhan, mana...