Mendadak Lupa Ingatan

By _PhoenixAurora_

1.8K 128 19

"Ujian dalam kehidupan pernikahan itu akan selalu ada. Pertanyaannya mampukah kita bertahan?" β€’β€’β€’ Nuhai Fihan... More

BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15 (part 1)
BAB 15 (part 2)
BAB 15 (part 3)
Bab 16 (part 1)
Bab 16 (part 2)
Bab 16 (part 3//Flashback)
-SELESAI-

BAB 10

74 5 1
By _PhoenixAurora_

Nuhai begitu asik mengelilingi perusahaan milik suaminya. Dia melihat-lihat dari segala sisi yang bisa dijangkaunya. Para pegawai yang berlalu lalang sama sekali tidak menyadari kalau dirinya adalah seorang istri dari sang bos jadinya mereka hanya menghiraukan keberadaan Nuhai yang terlihat sekali kalau dirinya bukan seorang karyawan di perusahaan tersebut.

Langkah kaki Nuhai membawa dirinya sampai di sebuah area yang dipenuhi oleh stand-stand penjual berbagai macam menu makanan dan minuman favorit warga +62.

Tempat tersebut dikerumuni oleh banyak orang yang duduk di tempat yang telah disediakan sambil mengobrol, bercanda ria, berpacaran, dan lain sebagainya.

Kantin adalah tujuan utama bagi para makhluk hidup yang sudah lesu kelaparan di waktu siang hari.

Kata Sayhan, semua bawahannya bisa menikmati apapun yang ada di kantin perusahaan secara gratis. Enak banget, pikir Nuhai.

Mata wanita itu secara tidak sengaja menangkap satu sosok pria yang dikenalinya. Orang itu dikelilingi oleh beberapa perempuan dan kelihatannya pria itu sama sekali tidak merasa terganggu malah tersenyum manis begitu kesenangan.

"Riko!!!"

Kalau lupa, Riko adalah salah satu dari tujuh Asisten Sayhan yang bekerja di lantai paling atas perusahaan, itulah yang menjadi pemicu kenapa pria itu di tempeli oleh banyak perempuan.

Orang yang diteriaki namanya langsung menolehkan kepala ke arah sumber suara.

Nuhai di tempatnya berdiri melambai-lambaikan tangan mengisyaratkan pada Riko untuk datang mendekatinya.

Pria lajang itu pun mengerti dan sebelum beranjak ia berpamitan terlebih dahulu pada teman-teman perempuannya.

Tidak butuh waktu lama pria itu sekarang sudah berdiri tepat di hadapan Nuhai.

"Ada apa Nu-ah, maksud saya Nyonya." Hampir saja Riko keceplosan menyebut nama istri dari bosnya tanpa embel-embel kehormatan.

Nuhai bersedekap. "Gak ada apa-apa, cuman mau tanya aja."

"Nanya apa, Nyonya?" Adi bersikap ramah dan menjaga sopan santunnya di depan Nuhai.

"Udah berapa lama kamu kerja di sini?

"Sekitar ... tujuh sampai delapan tahun, Nyonya."

"Oh, berarti kamu udah kerja sama Sayhan sebelum saya menikah dengannya, ya?"

"Betul Nyonya." Riko memamerkan senyum manisnya.

"Baiklah." Nuhai mengangguk-anggukkan kepala. "Pertanyaan berikutnya. ... apakah dulu saya suka ke sini?"

Untuk pertanyaan kali ini Riko terlihat ragu-ragu dalam menjawab. Berita mengenai istri Tuan Sayhan yang terkena amnesia sudah menyebar ke seluruh penjuru kantor. Pantas saja pembawaan dan sikap wanita itu sangat berbeda dari sebelumnya.

"Se-sering Nyonya."

"Ngapain?"

"Ngapain?" Otak Riko tidak mencerna baik pertanyaan satu kata itu.

"Iya, aku sering ke sini ngapain?"

Gawat.

Pria itu mulai gelagapan, dirinya tidak tahu harus menjawab seperti apa. Tidak mungkin 'kan? kalau ia menceritakan apa yang dulu pernah terjadi sehingga Nuhai harus ....

"Ih, kok malah diem sih?! Jawab!" Nuhai sangat tidak mengerti kenapa semua orang seakan-akan menutupi perihal apa yang terjadi sebelum dirinya Amnesia.

"Nyo-Nyonya tanyakan saja langsung ke Tuan Sayhan. Saya cuman pegawai biasa gak punya wewenang untuk menjawab pertanyaan Nyonya."

Nuhai berdecak sebal. Semuanya sama aja. Tidak ada yang bisa memuaskan dirinya dengan pertanyaan yang selama ini terus mengganggunya. Sayhan-lelaki itu pasti dalang dibalik bungkamnya semua orang.

"Oke-oke, lupakanlah pertanyaanku yang tadi. Tapi pertanyaan yang kali ini harus kamu jawab jujur, kalau enggak, aku bakalan buat kamu dipecat sama Sayhan."

Mendengar kata 'dipecat' Riko membulatkan mata dan spontan berkata, "Baik Nyonya, baik. Silahkan apa pertanyaannya?"

Nuhai berdehem sejenak. "Dulu aku orang yang seperti apa?"

"Nyonya?"

"Iya 'kan dulu katanya aku sering datang ke sini. Ya, berarti kita pernah dong saling sapa-sapaan. Coba jelasin, aku yang dulu tuh bagaimana menurutmu?"

Orang yang diberi pertanyaan berpikir terlebih dahulu mengingat masa lalu. "Nyonya orang yang lemah lembut, pendiam, dan terkesan pasrah. Yaaa ... kurang lebih begitulah."

Apa?!

Riko sama sekali tidak menyadari kalau jawabannya membawa efek yang yang luar biasa dalam diri Nuhai. Wanita itu jelas terkejut mendengarnya. Lemah lembut? Pendiam? Terkesan pasrah? Hellooo ... apakah dirinya memiliki kepribadian ganda di sini?

"Nyonya ...." Secara hati-hati Riko mencoba membangunkan sang nyonya dari lamunannya.

"Ah! Iya?"

"Udah selesai belum nanyanya? Soalnya saya udah laper banget mau makan, Nyonya."

"Oh! Iya iya ... udah selesai, kamu bisa pergi."

Riko melemparkan senyum lebar dan membungkuk sedikit tanda penghormatan, kemudian dia mulai berlalu pergi menjauh meninggalkan Nuhai yang masih terdiam dengan isi kepala yang penuh tanda tanya.

***

Hari minggu pagi di kediaman villa milik Sayhan, di ruang makan sudah ada dua bocah yang duduk berdampingan sambil menyantap buah semangka manis yang dipotong kecil-kecil oleh ibunda mereka.

Sekarang sudah menunjukkan pukul delapan dan Nuhai berserta anak-anaknya sudah duduk manis di meja makan. Tetapi Sayhan belum menampakkan kehadirannya.

Sebagai seorang istri, ia tampak tidak peduli mau suaminya ketinggalan waktu sarapan atau tidak. Dia malah sibuk sendiri memikirkan hal yang mengusik di kepalanya yang menampung banyak rasa penasaran.

Obrolannya kemarin bersama Riko sama sekali tidak bisa lepas dari ingatannya. Aneh. Nuhai merasa ada yang salah di sini. Kalau dulu dirinya bersikap anggun layaknya wanita dewasa pada umumnya, lalu kenapa ia sekarang jadi berubah? Apakah amnesia bisa merubah sifat seseorang? Rasanya hal ini perlu nanti ia tanyakan pada Dokter Kisan.

"Dek, kamu makannya jorok banget sih," ucap Saidan melihat adiknya yang makan semangka langsung menggunakan tangan, beda dengan dirinya yang memakai garpu.

Saidan meletakkan semangkanya di piring, kemudian ia menarik beberapa helai tisu yang ada di meja. Secara telaten Saidan mulai mengelap membersihkan tangan, baju, dan area mulut adiknya.

Saidar sendiri hanya diam menerima semua perilaku kakaknya, bahkan semangka yang sedang ia makan pun ikut diambil oleh sang kakak.

Setelah beres membersihkan sisa-sisa lengket dari buah tersebut, Saidan meraih garpu dan menusukkan semangka untuk adiknya.

Akhirnya kedua anak kembar itu kembali menyantap buah segar dengan sama-sama menggunakan garpu di tangan kanan mungil mereka.

Semua tindakkan perilaku Saidan barusan diperhatikan secara seksama oleh Nuhai.

"Saidan."

"Iyah, Bunda?"

"Biarkan adikmu makan dengan caranya. Setiap orang memiliki pilihan untuk membuat dirinya merasa nyaman. Kalau adikmu merasa makan pakai tangan adalah kegemarannya, maka biarkanlah. Kamu mengerti?"

Saidan yang mendapatkan nasehat dari ibundanya lantas berucap, "Iya Bunda."

Nuhai beralih menatap bocah yang satunya. "Dan kamu ... Saidar. Kamu boleh makan pakai tangan, tapi tangan berantakkan gitu. Perhatikan sekelilingmu, jangan membuat orang lain jijik. Kalau kamu makan sendirian sih gak ada masalah, tapi kalau kamu makan bersama orang lain jaga sopan santun. Paham?"

Mata bulat Saidar melotot kaget mendengar nada bicara Ibunya yang tegas, "Iya, maaf Bunda."

Nuhai duduk bersedekap. "Karena kalian adalah anak-anakku terlebih kalian berdua adalah laki-laki jadi jangan harap aku akan lembek dalam mendidik kalian. Siap-siaplah, karena semakin kalian tumbuh besar maka aku akan jauh lebih keras lagi dalam memberi kalian pelajaran."

Saidan dan Saidar berada di ambang antara mengerti dan tidak paham maksud dari ucapan Ibunda mereka, bagaimana pun mereka masih bocah yang belum genap usia lima tahun. Namun karena takut membuat sang ibu marah, akhirnya keduanya sama-sama menganggukkan kepala dan serempak menyahut, "Baik, Bunda."

Nuhai mengembuskan napas, memiliki seorang anak memang bukan perkara mudah, jadi saat usia mereka masih dini tingkah apapun yang dilakukan oleh Saidan maupun Saidar harus ia perhatikan karena kalau tidak, bisa jadi masalah di masa depan nanti.

"Maaf, kalian sudah menunggu lama ya?"

Sebuah suara bass ciri khas dari seorang lelaki dewasa datang dari arah pintu ruangan.

Sayhan mengenakan setelan baju santai kaos berlengan pendek yang menyetak pas di badannya, dipadukan dengan celana longgar selutut

"Ayah lama banget sih," gerutu Saidar dengan isi mulut penuh dengan buah semangka.

"Iya, maafin Ayah. Habisnya gak ada yang bangunin Ayah sih, untuk ada Bibi Dasa yang *peka*." Sambil menarik kursi dan duduk di ujung meja, Sayhan melirik istrinya berharap wanita itu merasa akan sindirannya.

Tapi sayangnya harapan hanya tinggal harapan. Nuhai sama sekali tidak memedulikan perkataan Sayhan. Dirinya mulai disibukkan dengan menyiapkan sarapan untuk kedua anaknya yang duduk berseberangan dengannya.

Makanan dari tadi memang sudah tersaji diatas meja. Hanya saja kata Saidan dan Saidar, mereka ingin menunggu Ayah dulu baru mulai sarapan bersama. Nuhai yang tidak begitu terbiasa makan pagi jadi tidak masalah, lagian dirinya juga belum terasa lapar.

"Sayang, gak ngambilin buat aku?" tanya Sayhan melihat istrinya malah main hp setelah mengambilkan makan untuk kedua anak mereka.

"Apaan sih? Ambil sendiri lah."

Astaghfirullahaladzim Sayhan mengucap dalam hati. Dirinya harus banyak-banyak bersabar. Akhirnya dari pada berbedat dengan istri sendiri, ia menyiapkan piring dan alat makannya sendiri, mulai mengambil lauk-pauk untuknya.

"Kamu kok gak makan, Yang?"

"Gak lapar."

"Masih pagi jangan main hp dulu atuh, Yang."

"Bawel banget sih."

Astaghfirullah... Biarkanlah, Sayhan anggap ini karmanya karena dulu-

Nuhai bukan tanpa alasan berlagak ketus dan sinis terhadap suaminya. Ia merasa sebal karena lelaki itu seolah menyembunyikan sesuatu darinya. Awas aja kalau ia sudah mengingat segalanya, tidak akan dirinya beri ampun pada manusia yang satu ini.

"Habis sarapan gimana kalau kita jalan-jalan?"

"Ayooo!!! Saidar setuju!" sahut bocah itu ketika mendengar kata 'jalan-jalan' dirinya langsung bersorak riang.

"Kemana, Yah?" tanya Saidan dengan mata polos yang memancarkan rasa kegembiraan.

Sayhan berpikir terlebih dahulu, ke mana keluarga kecilnya harus bertamasya. "Menurut Bunda, kita kemana?" Dia lemparkan pertanyaan tersebut pada Nuhai yang kini beralih dari sibuk main hp jadi menatap dirinya.

"Kebun binatang," jawab Nuhai. "Aku mau ke kebun binatang," pintanya karena sepanjang hidupnya baru sekali ia mendatangi tempat tamasya yang diisi oleh banyak hewan-hewan langka, itupun ketika usianya masih SD.

"Setuju! Setuju!"

"Saidan juga mau ke kebun binatang."

Sayhan tersenyum bahagia melihat antusias istri dan anak-anaknya. "Baiklah. Habiskan cepat makanan kalian ...." Ia memandang Nuhai. "Kamu harus sarapan, sayang, biar gak sakit."

Melupakan ajang kekesalannya, Nuhai langsung menurut mulai mempersiapkan sarapan dan menyantapnya dengan begitu lahap.

•••

Jumat, 20-11-2020.

Continue Reading

You'll Also Like

4.9M 180K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
21.2K 1.7K 12
Himalaya. Namanya tak secantik rupanya. Bagaimana tidak? Berbadan gemuk lebih dari 100 kilo, wajah tak cantik, lalu apa yang ia tonjolkan? Kita tahu...
1.3M 65.6K 51
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
64.6K 5.8K 43
akhir sebuah perjalanan akan menjadi awal perjalanan yang lain, dan sebuah perpisahan akan menjadi pertemuan dengan sesuatu yang baru