2. NOT ME ✔️

By Caaay_

10.4M 1.7M 365K

Cakrawala Agnibrata, dia selalu menebar senyum ke semua orang meskipun dunianya sedang hancur berantakan. Sam... More

NOTE
CAST
C A U T I O N
B LU R B
-000-
|| P R O L O G ||
CHAPTER 1 | RAPUH |
CHAPTER 2 | BULLYING |
|CHAPTER 3| BEKAS LUKA|
| CHAPTER 4 | KEMOTERAPI
| CHAPTER 5 | GABI FATHAN
|CHAPTER 6| SEPEDA
| CHAPTER 7 | RUANG KELAS |
CHAPTER 8 |PULANG|
CHAPTER 9| SATE|
CHAPTER 10 | PERHATIAN TERSELUBUNG |
CHAPTER 11 | LEMARI |
CHAPTER 12 | CERMIN |
CHAPTER 13 | KOMPETISI |
CHAPTER 14 | BROKEN |
CHAPTER 15| TIDAK TERIMA |
CHAPTER 16 | HUBUNGAN BARU|
| CHAPTER 17 | TEMANKU
| CHAPTER 18 | MELUKIS
| CHAPTER 19 | PULPEN KUNING
| CHAPTER 20| KAKAK TERSAYANG
| CHAPTER 21| KEGILAAN CAKRAWALA
| CHAPTER 22 | JANGAN SAKIT
| CHAPTER 23 | OCD
| CHAPTER 24 | ORANG GILA
| CHAPTER 25 |RAMBUT RONTOK
| CHAPTER 26 | MENCARI
| CHAPTER 27 | MENJAGAMU
| CHAPTER 28 | CAKRAWALA KECIL
|CHAPTER 29| CAT AIR
|CHAPTER 30| MALAM MINGGU
| CHAPTER 31 | LOKOK BUAT AYAH
| CHAPTER 33 | DEPRESI
|CHAPTER 34 | DIMAKAN AIR
| CHAPTER 35 | SIMULASI MATI
|CHAPTER 36 | MENINGGALKAN
|CHAPTER 37| JALAN-JALAN
| CHAPTER 38 | CAKRAWALA SAKIT
| CHAPTER 39 | PERJANJIAN DENGAN BUNDA
| CHAPTER 40 | SENYUMAN CAKRAWALA |
| CHAPTER 41 | BUKAN AKU
| CHAPTER 42 | KHAWATIR
| CHAPTER 43 | KANGEN CAKRA
|CHAPTER 44 | RUMAH GABI
| CHAPTER 45| CAKRA ANAK NAKAL
|CHAPTER 46|KEMARAHAN MARATUNGGA
|CHAPTER 47| TENTANG MARATUNGGA
|CHAPTER 48| TENTANG MARATUNGGA II
|CHAPTER 49| MAAFIN CAKRA
|CHAPTER 50| AKU ATAU TUHANMU
|CHAPTER 51| BADUT TOKO MAINAN
CHAPTER 52 | DIKELUARKAN
| CHAPTER 53 | RUMAH SAKIT JIWA
|CHAPTER 54 | SENANDUNG UNTUK CAKRA
| CHAPTER 55 | JANGAN TINGGALIN CAKRA
|CHAPTER 56| KEPULANGAN CAKRAWALA
| CHAPTER 57 | TANGISAN PILU
|CHAPTER 58| PELUKAN UNTUK CAKRA
|CHAPTER 59 | USAI
EPILOG
KLARIFIKASI
ABOUT ME
VISUALISASI NOT ME
PESAN TERAKHIR CAKRA
NOT ME 2

| CHAPTER 32 | MUNGKINKAH BERSAMA?

123K 23.9K 10.4K
By Caaay_

Vote dulu yuk, biar nggak lupa. Ramaikan komentar juga yaw!

Happy reading!!!

————

———

Yellow 💩

|Moa, jangan lupa ibadah      mingguannya.
|Harus taat sama Tuhan
|Nanti aku jemput kamu sekalian sholat dhuha ya
05.12

Moa tersenyum sambil memandang layar ponselnya. Ia baru saja bangun tidur dan ketika mengecek ponsel sudah ada pesan dari Cakrawala. Ah, laki-laki itu manis sekali.

Cakrawala Agnibrata, selain genius dia juga religius. Ketika di sekolah pun, Moa sering memergoki Cakrawala sedang sujud di dalam masjid SMA Elang. Cowok itu acapkali mengumandangkan adzan ketika dhuhur. Suara Cakrawala sangat merdu. Moa suka.

Sekarang di dunia ini ada dua hal yang membuat Moa candu, pertama senyuman Cakrawala dan kedua suara Cakrawala.

Moa turun dari atas kasur kemudian membuka tirai jendela. Ia memejamkan mata sejenak, memompa pasokan oksigen segar di pagi hari ke dalam paru-parunya.

Semalam Moa mimpi berduan dengan Cakrawala, bukankah itu sangat indah? Dan ketika bangun, ia sudah mendapat pesan masuk dari Cakrawala. Laki-laki polos itu ternyata sangat menyenangkan, lebih menyenangkan daripada Galaksi. Eh, untuk apa juga ia mengingat tentang mantan pacarnya itu. Merusak hati saja!

Moa duduk di kursi meja belajar, membuka buku, kemudian menuliskan sesuatu.

Namanya Cakrawala Agnibrata, dia teman sebangkuku, aku harap dia juga akan menjadi teman hidupku.

Moa mengangkat alis ketika membaca ulang tulisannya.

"Apaan sih nggak jelas banget!" Ujarnya, ilfil sendiri.

Moa menutup buku catatan tersebut, kemudian bangkit dari kursi dan berjalan menuju kamar mandi.

——

Maratungga menatap pantulan dirinya sendiri di depan cermin. Bibir kering, kepala botak tanpa rambut, serta wajah sepucat mayat. Wajah kerennya kini telah digusur digantikan oleh wajah yang mengerikan.

Maratungga mengembuskan napas panjang, kemudian berjalan mendekati nakas untuk mengambil obat-obatan yang sebelumnya sudah disiapkan oleh Cakrawala.

Maratungga menatap butir-butir pil di atas telapak tangannya dengan malas.

Tok tok tok

Maratungga menoleh ke arah pintu.

"Bang, boleh masuk nggak?" tanya Cakrawala di depan pintu.

"Masuk aja, nggak dikunci."

Cakrawala memutar knop pintu lalu melangkah masuk dengan langkah berat. Kakinya masih belum sepenuhnya sembuh.

"Lagi mau minum obat ya Bang?" tanya Cakrawala ketika melihat butiran pil di telapak tangan Maratungga.

"Nggak! Mau gue buang obatnya!"

Cakrawala tertawa. "Galak banget."

Maratungga menelan satu persatu pil tersebut dibantu oleh segelas air putih.

"Lo mau ke mana? Rapi amat," ujar Maratungga usai menelan habis obat-obatnya.

"Aku mau ijin pergi ke rumah teman."

"Emangnya lo punya temen?"

Cakrawala mengangguk. "Cuma satu, hehe..."

"Cewek yang sering dateng ke sini tapi nggak pernah lo bukain pintu itu?"

Cakrawala menggaruk kepala botaknya yang tidak gatal. "Iya," jawabnya canggung.

Pertanyaan Maratungga itu seolah-olah Cakrawala sombong dan jual mahal. Padahal kenyataannya tidak demikian, waktu itu ia hanya... insecure.

"Yaudah, gih, sana pergi."

"Diusir nih?" tanya Cakrawala.

"Banyak bacot ya lo!" Sentak Maratungga.

Sudah Cakrawala duga, pasti abangnya akan berkata seperti itu. Bukan Maratungga namanya kalau tidak membacot-bacotkan Cakrawala.

"Bang Mara mau nitip dibelikan apa?"

Itu adalah pertanyaan wajib Cakrawala ketika ia akan pergi. Pasti, tidak pernah ketinggalan. Maratungga sampai muak mendengarnya.

"Sok punya duit lu!"

"Udah ah sana buruan pergi!" Lanjut Maratungga.

"Aku udah siapin telur ceplok sama sayur sop di meja makan buat Bang Mara."

"Hem."

"Nanti kalau ada apa-apa langsung telpon ya Bang."

"Hem."

"Semisal siang nanti aku belum pul—"

"Pergi nggak lo?!" Sentak Maratungga.

Sumpah demi apapun, ia sedang tidak ingin mendengar ceramah dari Cakrawala. Kenapa sedari tadi adiknya itu banyak sekali bicara? Menyebalkan!

Cakrawala seketika diam, ia mengangguk, kemudian berjalan pelan meninggalkan kamar Maratungga.

"Pintunya tutup lagi!" Sentak Maratungga.

———

Moa keluar dari gereja usai menjalankan ibadah mingguannya.

"Moa! Moa! Hai! Aku disini!" Cakrawala berseru sambil melambai-lambaikan tangan di depan gereja.

Moa tersenyum. Ia lantas melangkah cepat menghampiri remaja laki-laki bertopi hitam dengan kaki kiri diperban serta membawa tongkat penyangga lusuh itu.

"Udah lama nunggunya?" tanya Moa.

Cakrawala menggeleng seraya tersenyum. "Menunggu kamu itu selalu menyenangkan buatku."

"Nggak bosan nunggu aku?"

Lagi-lagi Cakrawala menggeleng. "Tidak ada satupun hal yang membosankan jika itu tentang kamu."

Moa menautkan jari jemarinya ke sela-sela jari Cakrawala, menggandeng cowok itu dengan erat supaya tidak jatuh. Ia takut Cakrawala akan terluka.

Pandangan Moa mendadak terhenti pada bapak-bapak penjual es krim di pinggir jalan. Bapak tersebut menjual es krim dengan menyetel suara sangat keras hingga menarik perhatian orang-orang sekitar. Seorang anak kecil perempuan membawa es krim di tangan kanan sambil menjilat-jilatinya, terlihat lezat sampai tanpa sadar Moa menelan ludahnya sendiri.

"Neduh di situ dulu yuk," ajak Cakrawala sambil menunjuk sebuah pohon besar di ujung jalan.

Moa menurut. Ketika sampai di bawah pohon, Cakrawala tiba-tiba melepas semua kancing kemeja kuningnya di depan Moa.

"Eh! Kamu ngapain?!" Sentak Moa panik.

Cakrawala melepas kemejanya.

Melihat ekspresi panik Moa, Cakrawala justru tertawa. "Aku bawa kaos dalaman kok," ujarnya.

Cakrawala lantas melentangkan kemejanya di atas rumput. Benar saja, ia mengenakan kaos dalaman berwarna putih polos.

"Nggak usah panik begitu, aku nggak akan ngapa-ngapain kamu sekarang kok, nanti aja kalau sudah sah."

"Anjir! kata-kata lo bikin gue traveling." Sentak Moa.

"Ayo duduk sini." Cakrawala menepuk-nepuk kemejanya yang sudah ia bentangkan di atas rumput.

"Kamu ngapain sih?!"

"Kamu itu banyak tanya banget!"

Moa melotot. Apa ia tidak salah dengar? Cakrawala baru saja membentaknya?

"Hehe bercanda..." Cakrawala tertawa.

Ia meraih tangan Moa, menarik gadis itu untuk duduk di atas kemeja yang ia bentangkan di rerumputan.

"Kamu duduk di atas kemejaku saja, biar kaki kamu tidak gatal-gatal."

Setelah itu Cakrawala bangkit.

"Kamu di sini dulu sebentar ya, hem?" tanya Cakrawala seraya mengusak-usak puncak kepala Moa.

"Jangan tinggalin aku." Moa menarik kaos putih polos yang dikenakan Cakrawala. Mencengkramnya kuat supaya remaja itu tidak bisa kabur.

Cakrawala tersenyum. "Mana bisa aku ninggalin kamu."

"Terus kamu mau ke mana?"

"Itu, cuma di sana. Kamu juga masih bisa liat aku kok." Cakrawala menunjuk bapak-bapak penjual es krim yang sempat diamati oleh Moa.

"Kamu mau es krim itu kan?" tanya Cakrawala.

"Kok kamu bisa tahu sih? Aku kan nggak bilang apa-apa."

Cakrawala tertawa. "Aku diam bukan berarti nggak tau apa-apa."

Moa tertawa. Cakrawala memang tidak sekaya Galaksi, tapi dia sangat pandai membuat hati Moa berdebar walaupun hanya dengan cara sederhana seperti ini.

"Pilih apa? Strawberry, vanila, atau coklat?" tanya Cakrawala, menyebutkan rasa-rasa es krim.

"Pilih kamu. Boleh?"

"Tanpa kamu pilih pun, aku sudah menjadi milik kamu."

Moa tertawa.

"Jadi kamu maunya rasa apa?"

"Coklat aja deh. Soalnya coklat itu huruf depannya 'C' sama kayak 'Cakrawala'."

Cakrawala mengangguk. "Aku belikan dulu ya. Kamu tunggu di sini. Kalau ada apa-apa langsung telpon aku ya?"

Moa tertawa. "Ya ampun hahaha... Ngapain pakai telpon segala sih, orang aku jerit aja kamu masih bisa denger kok. Kan deket."

"Kamu tunggu di sini, aku akan kembali," ujar Cakrawala.

Cakrawala lantas berjalan pelan mendekati bapak-bapak penjual es krim tersebut.

"Hati-hati jalannya, kaki kamu masih belum sembuh!" Seru Moa.

Cakrawala hanya mengacungkan jempol seraya tersenyum manis. Dari bawah pohon, Moa dapat melihat Cakrawala sedang mengantri es krim bersama tiga anak kecil. Remaja laki-laki itu menggemaskan sekali. Paras Cakrawala yang babyface masih cocok menjadi anak kecil.

Cakrawala berbincang-bincang dengan anak perempuan berkuncir dua yang tingginya hanya sebatas lututnya.

"Kakak kenapa pakai tongkat?" tanya anak perempuan tersebut.

"Kaki kakak sakit," ujar Cakrawala. Jangan lupakan senyum yang selalu menghiasi wajah Cakrawala.

"Kalo kaki aku sakit, biasanya bunda tiup-tiup gini 'huh-huh'" Perempuan mungil tersebut memonyong-monyongkan bibir.

Cakrawala tertawa. Gemas.

Dari kejauhan Moa tersenyum melihat interaksi Cakrawala dengan anak itu.

"Sini kaki kakak aku tiupin biar cepat sembuh."

"Eh, jangan-jangan."

"Kenapa?" tanya polos.

"Es krim strawberrynya!" Seru sang penjual.

Cakrawala mengambil es krim itu lalu memberikannya kepada perempuan mungil yang berbincang dengannya.

"Ini es krim kamu udah jadi...!"

"Yeay! Makasih kakak imut!" Seru perempuan mungil itu kemudian ia berlari menemui bundanya.

Melihat perempuan mungil itu digandeng oleh bundanya sambil menjilat-jilati es krim strawberry membuat Cakrawala tersenyum pedih. Ia sangat merindukan bundanya.

Cakrawala kembali pada Moa dengan membawa dua buah es krim coklat di tangan kanannya.

"Kamu tadi ngomongin apa sama anak itu?" tanya Moa seraya menerima es krim dari Cakrawala.

"Itu, masa dia bilang aku imut." Adu Cakrawala.

Moa tertawa. Cakrawala kembali menceritakan hal-hal menyenangkan dan random kepada Moa.

Cakrawala dan Moa menghabiskan siang itu dengan piknik dadakan di bawah pohon. Mereka membeli jajanan apapun yang lewat, bercerita ini dan itu. Moa lebih banyak mendengar karena Cakrawala terus menerus bicara.

"Kamu tahu, Bang Mara itu walaupun orangnya keliatannya galak sama nyebelin tapi aslinya dia baik banget."

"Bang Mara suka melukis sudah dari lama. Hasil lukisannya selalu menjadi favoritku. Aku pengen banget suatu saat bikinin pameran lukis buat Bang Mara."

"Bang Mara juga suka sate, sate kambing. Tapi sekarang dia nggak bisa makan sate kambing karena dia—"

"Cakrawala stop!" Pinta Moa.

"Kamu bosan dengar ceritaku ya? Maaf."

Moa menggeleng. "Bukan gitu Cakra."

Cakrawala menatap lekat-lekat kedua bola mata Moa. Memasang baik-baik pendengarannya dan mencoba untuk memahami gadis itu.

"Aku itu pengen denger cerita tentang kamu, bukan tentang abang kamu. Aku pengen kenal kamu, bukan abang kamu."

Pasalnya ini bukan kali pertama Cakrawala menceritakan tentang Maratungga, saking seringnya, Moa sampai hafal apa yang Maratungga sukai dan tidak sukai. Padahal bertemu dengan Maratungga saja dia belum pernah.

Cakrawala tersenyum getir.

"Aku tidak ingin membuat kamu kembali menangis karena mendengar cerita hidupku."

"Nggak ada yang bisa aku ceritakan ke kamu karena memang nggak ada yang menarik dalam hidupku, kecuali tentang kamu," ujar Cakrawala.

Moa mengelus rahang Cakrawala, bekas luka di rahang cowok itu sudah sedikit memudar.

"Kamu tahu?" Moa memandang lekat kedua netra Cakrawala. "Waktu itu aku minta bahagia. Ternyata Tuhan jawabnya lewat kamu, Cak."

Dengan posisi terduduk di bawah pohon dan beralaskan kemeja kuning, Moa memeluk Cakrawala dengan erat.

Mata Cakrawala memerah, berkaca-kaca menahan tangis.

"Aku sayang sama kamu, Cak."

"Aku jauh lebih sayang sama kamu." Bisik Cakrawala di telinga kanan Moa.

Moa melepas pelukan Cakrawala.

"Aku paling tidak suka melihat kamu menangis." Ujar Cakrawala seraya mengusap kedua pipi Moa. "Jangan menangis lagi."

Diam-diam ada seseorang di atas motor sportnya memerhatikan interaksi Moa dan Cakrawala. Dia adalah Galaksi.

Tidak tahan melihat kedua sejoli yang seperti sendok dan garpu itu, Galaksi kembali melajukan motornya.

———

"Sana, kamu pulang." Pinta Moa pada Cakrawala.

Cowok itu baru saja mengantarkannya pulang setelah acara piknik dadakan di bawah pohon.

"Kamu masuk dulu, baru nanti aku akan pulang."

"Kok gitu?"

"Karena aku ingin mengantarmu sampai rumah dengan selamat. Ini kan baru sampai di depan gerbang rumah kamu, mana bisa aku pergi."

"Gimana kalau nanti aku pergi tiba-tiba ada orang yang nyulik kamu?"

"Gimana kalau nanti aku pergi tiba-tiba kamu kesandung terus kaki kamu luka?"

"Gimana kalau nanti ada—"

"Hahaha... Udah Cak, udah cukup. Hahaha..." Moa tertawa.

"Kok kamu ketawa sih? Aku itu khawatir kamu—"

Cup!

Cakrawala tertegun ketika mendapat serangan secara tiba-tiba dari Moa. Ia memegang pipi kanannya yang baru saja dikecup oleh Moa.

"Apaan tadi ya?" tanyanya kelewat polos.

"Hahaha! Hati-hati pulangnya! Kaki kamu masih belum sembuh!" Seru Moa seraya berlari memasuki gerbang rumahnya.

———

Pukul delapan malam Moa baru selesai bersih-bersih kamar dan menyiapkan peralatan sekolah serta buku-buku yang akan ia bawa esok pagi. Sebelumnya tidak pernah Moa sesemangat ini untuk pergi ke sekolah.

Jujur saja Moa semangat ke sekolah bukan untuk belajar, tapi lebih karena ia tidak sabar untuk bertemu dengan teman sebangkunya, Cakrawala Agnibrata. Menyenangkan sekali bisa duduk sebangku dengan laki-laki itu.

Moa juga harus siap-siap besok pagi pasti ia akan kembali menerima ceramah dari Pak Haecan karena tugas-tugasnya belum ia kerjakan. Guru laki-laki itu sangat berisik, menjengkelkan! Bisanya cuma bikin kuping Moa panas!

Bagaimana bisa Moa mengerjakan semua tugas itu sendirian? Biasanya kan yang mengerjakan tugas itu Cakrawala. Moa hanya tinggal menyalin, bahkan Cakrawala juga sering menuliskan jawaban di buku tugas Moa, jadi Moa tinggal menerima beres. Ketika disuruh mengerjakan sendiri, tentu saja Moa tidak bisa!

Ngomong-ngomong soal Cakrawala, Moa jadi rindu dengan laki-laki itu. Padahal baru beberapa jam lalu ia berpisah dengan Cakrawala, tapi sudah ingin bertemu lagi.

Bel rumah Moa berdering. Moa yang mendengarnya pun segera berlari untuk membukakan pintu.

Pasti Papa pulang, pikir Moa.

"Pa—" Ucapan Moa terpotong ketika ternyata bukan Papanya yang datang, melainkan Galaksi.

"Lo ngapain ke sini lagi sih?!" Sentak Moa.

Galaksi dengan keadaan semua pakaian basah kuyup berdiri di depan pintu rumah Moa. Padahal di luar saat ini sedang tidak hujan, tapi dia basah kuyup.

"Ijinin gue masuk, please. Ini lengket banget, nggak enak. Sumpah!"

Moa mengendus-endus. "Anjir! Bau bangke! Hoeeek!"

"Iya lah bau bangke, orang gue habis kecemplung comberan."

"Kenapa malah mampi—"

"Tanya-tanyanya nanti aja bisa nggak sih?" Ketus Galaksi.

"Tapi—"

"Biarin gue masuk atau lo gue peluk?!"

Moa melotot. Sementara Galaksi sudah membuka lebar-lebar kedua tangannya, bersiap untuk memeluk gadis di hadapannya.

"Masuk!" Sentak Moa seraya melangkah mundur, menjauh dari mantan pacarnya yang baru saja kecemplung comberan itu.

Galaksi terkekeh. Ia lantas nylonong masuk, berjalan menuju kamar mandi. Tidak perlu bertanya dimana letak kamar mandinya karena ia sudah sering kali datang ke rumah Moa.

"SIAPIN BAJU GANTI BUAT GUE!" Teriak Galaksi.

"OGAH YA!" Balas Moa, tidak kalah keras.

"LO MAU GUE BUGIL DI RUMAH LO? HA?! MANA NGGAK ADA BOKAP LO LAGI!"

"LO BUGIL GUE JUGA NGGAK NAFSU!"

"OKE!" Seru Galaksi. "JANGAN KAGET KALO NANTI LO LIAT PUNYA GUE GEDE!"

Di dalam rumah bernuansa putih gold itu Moa dan Galaksi saling berteriak, padahal tanpa berteriak pun sebenarnya mereka masih bisa mendengar suara satu sama lain. Pantas saja mereka berdua putus, karena mereka sama-sama saling tidak ingin kalah.

Di dalam kamar mandi, Galaksi menanggalkan semua pakaiannya yang basah karena kecemplung comberan. Tadi tiba-tiba saja motornya oleng dan ketika ia rem mendadak, alih-alih selamat, ia justru terjungkal masuk selokan.

"DIEM BANGSAT!" Seru Moa.

Galaksi tertawa.

"AMBILIN PAKAIAN BOKAP LO!"

"GUE AMBILIN PAKAIAN GUE!"

"KUTANGNYA JANGAN LUPA!"

"YANG ADA BORDIRANNYA NGGAK?!"

Galaksi tertawa, mengakak.

Sungguh tidak dapat dipercaya, ketika Moa bersama dengan Cakrawala, ia menjadi seseorang yang lembut, namun ketika ia bersama Galaksi ia kembali menjadi liar. Galaksi si otak mesum dan Moa si ceplas-ceplos. Sudah lah klop! Kalau mereka balikan bisa-bisa dunia akan kembali gonjang-ganjing. Oke ini berlebihan. Tapi ini lah alasan kenapa kita harus pintar-pintar mencari teman bergaul.

Kasihan juga Cakrawala, kalau dia kelamaan dekat Moa, bisa-bisa otak polosnya akan dicemari oleh pikiran-pikiran liar Moa.

Usai mandi, Galaksi menuju ruang tamu. Ia melihat Moa sedang duduk di sofa, asik menonton film sambil mengunyah keripik kentang.

"Lo bener-bener ya?!" Seru Galaksi.

Ketika Moa menoleh, ia seketika menyemburkan tawa. "BHAAHAHAHA!"

Keripik kentang bercampur air liur di dalam mulut Moa bahkan menyembur dan beberapa partikelnya menempel di wajah Galaksi.

Galaksi menyeka wajahnya sendiri. Ia memandang Moa dengan guratan kesal di wajahnya.

"Aduh! Hahahaha capek ketawa... Hahahaha!"

Bagaimana Moa tidak tertawa ketika melihat cowok sangar itu memakai kaos dan celana berwarna pink dengan motif hello kitty kepunyaannya.

"Kenapa lo ngasih baju lo sih?! Gue kan mintanya baju bokap lo, tolol!"

Galaksi menoyor pelan kepala Moa.

"Hilih! Gitu-gitu juga lo pake."

"Ya kali masa gue nanti pulang pake baju hello kitty sambil naik motor ninja?!"

"BWAHAHAHA!" Moa tertawa terbahak-bahak. "Emangnya gue perduli?" ujarnya ketus.

Galaksi duduk di samping Moa.

"Kenapa malah duduk di sini? Pulang gih! Sana pulang!" Usir Moa. "Bawa pulang juga baju lo yang bekas comberan itu."

Galaksi menoleh. "Nggak ada kesempatan kedua buat gue ya?"

"Kesempatan apa?"

"Kesempatan buat bareng-bareng sama lo lagi. Kayak dulu."

"Nggak ada." Jawab Moa tanpa banyak berpikir.

"Hati gue udah diisi sama Cakrawala," lanjutnya. "Lagian gue sama lo juga nggak mungkin berjodoh."

Galaksi tertawa. "Moa... Moa..."

"Kenapa ketawa? Emang ada yang lucu?" tanyanya.

"Yang seagama aja belum tentu jodoh, apalagi yang beda agama..."

"Tasbih di tangan dia nggak akan pernah nyatu sama kalung salib di leher lu."

"Jodoh di tangan Tuhan, sedangkan Tuhan lo sama Tuhan dia beda. Masih ngarep jadi jodoh?"

———


Jadi kalian tim mana;

1. GALAKSI & MOA

2. CAKRAWALA & MOA

Enjoy aja guys...

Jangan nebak-nebak endingnya kayak gimana karena endingnya nggak akan ketebak. Yakin.

Continue Reading

You'll Also Like

232K 16.3K 43
Pecinta broken home yaudah baca;) Ara berjalan kesetiap ruangan melihat tempat di mana dia tidur bersama dengan vano " Lo tega ninggalin gua sendiri...
328 115 8
Langkahmu sudah terlalu jauh dari bahagia. Hidup namun seperti mati. Bernapas tapi sering sesak. Alasan bahagia yang sederhana pun sudah terenggut. ...
Solitude By Manda

Teen Fiction

10.1K 947 1
"Rumah bukan tempat pulang yang sebenarnya." _S O L I T U D E ,ᵈᵐᵃⁿᵈᵃᵃᵃᵃ _ 111121 _____ Gadis kecil berambut cokelat yang sering bertanya dimana kedu...
580K 97.9K 44
Ini menceritakan tentang kisah percintaan seorang gadis yang memiliki tingkat halusinasi tinggi. Dirinya percaya kalau halu yang tercipta akan beruba...