Jingga Biru

By alevi_ya

2.9K 896 94

Gak masuk sekolah selama satu bulan karena sakit, membuat Jingga ketinggalan semua mata pelajaran. Meski dia... More

1) Back to school
2) Ekstra[kurikuler] sabar
3) Astrophile
4) Kerja Sama¡
5) Supernova
6) Telescopium
7) Pertandingan
8) Makanmakan
9) Sandra?
10) Teka Teki Astronomi
11) Berhasil!
12) Kita Dipilih
13) Roket NASA
14) Lentera
15) Taurus
16) Olimpiade Astronomi
18) J'corpio
19) Blucione
20) Wormhole (kembali ke masa lalu)
21) Jadian!
22) Time Zone

17) Olimpiade Astronomi II

71 18 6
By alevi_ya

"Waktu tinggal 30 detik lagi." MC itu memberi tahu.

Kringggg

Jingga tampak menyerah ketika tim E memencet bel lebih awal. Bukan tidak mungkin mereka yang lebih duluan memencet bisa menjawab dengan benar.

"Tim E, tunjukkan jawabanmu."

Jawaban serta langkah-langkah penyelesaian dari tim E terpampang jelas di layar LCD besar itu.

"Jadi jawabannya -3,4." ucap peserta dari tim E.

"Bagaimana juri tentang langkah penyelesaiannya?" tanya MC.

Ke tiga dewan juri mengangguk yang menandakan jawaban serta cara dari tim E benar.

"15 poin untuk tim E."

Tim E kini menjadi tim terbanyak yang mengumpulkan poin.

MC mulai mendekatkan mikrofon ke mulutnya.
"Pertanyaan kedua. Gerhana Matahari Cincin akan terjadi pada tanggal 1 September 2016. Andaikan titik pusat kedua piringan Bulan dan Matahari berimpit, dan piringan Bulan di saat gerhana tersebut menutupi 98% piringan Matahari, berapakah jarak Bumi–Bulan pada saat itu (dinyatakan dalam satuan km)? Diketahui eksentrisitas orbit Bumi e = 0,0167, dan Bumi berada di perihelion pada tanggal 3 Januari 2016?

Jingga dan Biru bergegas menuliskan rumus masalah pertanyaan tersebut.
"Bandingin luas piringan Bulan sama Matahari." ucap Jingga.

Biru mencorat coret layar benda pipih di depannya.
"Jumlah hari dari perihelion ke 1 September," Biru berpikir sejenak "242 hari."

Banyak sekali angka, pangkat bahkan desimal yang tertera pada tablet masing-masing peserta.

"ini dikali 150.902, jadiiii....." Jingga mulai menghitung angka rumit ini. "380.648!"

Kringgg kringgg

Jingga menghembuskan napasnya, lagi-lagi mereka kalah cepat dalam memencet bel.

"Tim A?" tanya MC.

"Jawabannya 348.501." tim A menjawab dengan sedikit keraguan, masalahnya untuk bisa menemukan angka yang benar, angka-angka itu harus dioperasikan dengan operasi yang rumit.

"Bagaimana juri?" MC menunggu keputusan juri.

Warna merah menjadi dominan di layar utama. Yang menandakan jawaban tersebut salah. Jingga benar-benar memanfaatkan kesempatan itu baik-baik.

"Tim C?" tanya MC pada tim yang berhasil merebut kesempatan.

"380.648 km. Atau lebih tepatnya 380.647,783 km." jawab Jingga.

Binggoo

Layar yang tadinya merah berubah menjadi hijau.

Ini memberi sedikit semangat bagi Jingga dan Biru.

"Gini aja, lo yang mencet bel, gue yang ngerjain." tawar Biru.

"Enak aja! Lo ngeraguin gue?!" Jingga berbicara dengan nada sedikit dinaikkan.

Biru melotot karena Jingga membuat timnya jadi sangat berisik.

"Heh denger ya! Kalau bukan karena gue, lo mungkin di dis, tau gak!"

Biru berdecih.
"Tangan lo stand by di bel. Awas sampai telat!" Biru memalingkan wajahnya menghadap depan.

Jingga sedikit kesal. Rupanya ramalannya jika ia dan Biru tidak akan damai jika disatukan dalam tim, adalah benar. Bahkan ini adalah tim olimpiade, tapi mereka masih saja bertengkar.

"Perhatian untuk para peserta. Dipertanyaan selanjutnya ini, tidak akan ada kesempatan bagi tim lain untuk menjawab soal yang sama dengan tim yang sudah awal menjawab namun mendapat jawaban yang salah. Jadi satu pertanyaan hanya berlaku bagi tim yang duluan menjawab. Jika benar mendapat poin, dan jika salah maka tidak mendapat poin. Maka harus berhati-hati dalam menjawab. Mengerti?" ucap MC.

Terlihat mulut para peserta yang terbuka lebar dan tampak menyerah. Jika ingin menang, kuncinya hanya satu, yaitu menjawab pertanyaan dengan benar dalam satu kesempatan.

"Maaf, ada sedikit tambahan," salah satu juri mengaktifkan mikrofonnya. "jika peserta menjawab dengan benar, maka juri berhak menanyakan pertanyaan tambahan kepada peserta. Jika mampu menjawab benar, maka akan mendapatkan bonus poin bagi tim." juri kemudian mengangguk, tanda bahwa ia sudah selesai berbicara.

"Pertanyaan ke tiga. Jika kita menganggap Jupiter sebagai benda hitam yang memancarkan energi sebesar yang
diterima dari Matahari, tentukan berapakah temperatur permukaan Jupiter? Pada kenyataannya, Jupiter memiliki temperatur sebesar 145◦C. Hitung rasio antara temperatur Jupiter sebagai benda hitam dengan temperatur Jupiter sebenarnya!" MC itu menjauhkan mikrofon selesai membaca pertanyaan yang panjang tersebut.

Biru mengingat-ingat nilai penting dari pertanyaan ini.
"Temperatur, temperatur berarti daya yang diserap sama dengan yang dipancarkan."

"Oh gue tau! 4 phi R....terus... oh ini, ini dibagi." Jingga sedikit mengingat pertanyaan yang pernah ia temukan di buku astronomi.

"Lumonitas matahari dibagi 16 phi. Jadinyaa... 123,063 K."

Kringg Kringggg

Sial! Sepertinya tim E yang akan memenangkan olimpiade hari ini.

"Tim E?" tanya MC.

"123,063 Kelvin." jawab salah satu peserta tim.

"Bagaimana juri, jawaban, langkah serta penyelesaiannya?" MC menatap ke tiga juri yang tampak sedang berunding.

"123,063 kelvin menjadi berapa celcius?" tanya dewan juri.

Olimpiade memang harus benar-benar memperhatikan soal. Meski satuan internasional adalah kelvin, namun jika soal tersebut meminta jawaban dalam celcius, kita harus benar-benar melakukannya, atau akan dianggap belum menjawab jawaban.

Tim E tampak sedang sibuk menghitung.

"5, 4, 3, 2, 1." MC menghitung mundur. "Sayang sekali 0 poin untuk tim E."

"Ga, kita harus teliti sama pertanyaan selanjutnya." ucap Biru.

Jingga mengangguk mantap. Ia ingin sekali membanggakan sekolahnya.

"Kita lanjut di pertanyaan ke empat sekaligus pertanyaan terakhir." kalimat MC membuat heboh para penonton. Karena inilah ditentukannya juara Olimpiade Astronomi.

"Pertanyaannya, Festival Tanabata merupakan perayaan yang berkaitan dengan musim panas yang dirayakan di
beberapa negara seperti Jepang, Cina, Mongolia, dan Korea. Legenda Tanabata mengisahkan dua bintang yang dipisahkan Sungai Amanogawa.
Diketahui koordinat (α, δ) bintang I dan bintang II masing-masing adalah (18j36m56d, 38◦47’01”) dan (19j50m47d
, 08◦52’06”). Tentukan jarak sudut antara bintang I dan bintang II!"

Pertanyaan yang bisa meledakkan para peserta. Deretan angka koordinat pasti mampu membuat mereka memutar lebih keras otaknya.

"Jarak sudut bintang I dan II? Kayanya bintang itu sejajar. Bintang apa coba?" Jingga memasang muka bingung. "Apa Saiph sama Rigel? Oh atau Pollux sama Castor?" tanya Jingga pada dirinya sendiri.

"Lo bisa gak sih, langsung buat sketsanya aja? Lagian juri gak nanya nama bintangnya apa." Biru sedikit kesal dengan Jingga yang menjadi santai di babak penentuan ini.

"Makannya itu, kita harus tau itu bintang apa. Kalau gatau, gimana bisa gambar skesta?!" Jingga membela dirinya.

Hingga akhirnya, Biru lah yang menggambar sketsa jarak bintang itu.
"Jadinya, 38 tambah 47 per 60..." gumam Biru.

"Tambah 1 per 3600." Jingga ikut membantu.

"Buruan pencet!" pinta Biru.

"Seriusan?" Jingga menatap Biru tak percaya. Bagaimana bisa ia mendapat jawaban secepat itu.

"Lo mau mati, Ga?" Biru mengancam Jingga. Bisa-bisanya dia bersikap santai.

Jingga malah menunjukkan cengirannya.

Kringg kringg

"Tim C?" tanya MC.

"34°." jawab Biru.

"Bagaimana juri?"

ketiga juri kompak mengangguk. Layar berubah menjadi hijau.

Jingga kaget dengan kejadian ini, dia satu tim dengan Biru, tapi bagaimana bisa dia tak tahu jawabannya.
"Kok lo bisaa??"

Biru menunjukkan smirk andalannya.

"Pertanyaan bonus untuk tim E. Apakah nama kedua bintang tersebut?" tanya juri.

Skakmat

Jingga dan Biru bahkan tak mempersiapkan jawaban atas pertanyaan ini.

Jingga menyenggol lengan Biru. Dan memelototinya.
"Kan, bener kata gue!"

Biru kemudian memperhatikan pada Jingga, sketsa yang ia buat.
"Dari sketsa ini, menurut lo bintang apa?"

Jingga berpikir setelah melihat sketsa bintang misterius itu.

"Buruan, waktu kita gak banyak." Biru mengingatkan.

"5, 4, 3...."

Jingga mengangkat tangannya.
"Bintang Vega dan Altair."

"Apakah yakin?" tanya juri.

Jingga mengangguk. "Kedua bintang itu memang Vega dan Altair. Hal itu bisa saya buktikan dari Festival Tanabata yang merupakan festival untuk menyambut musim panas. Dan bagaimana mereka tahu kapan musim panas tiba? Tentunya dengan melihat segitiga musim panas di langit. Mereka adalah asterisma yang terbentuk dari bintang Vega dari rasi Lyra, Altair dari Aquila, dan Debeb dari rasi Cygnus. Lalu mengapa saya menyebut Vega dan Altair? Bukan Vega dan Deneb atau lainnya? Karena hanya bintang Vega dan Altair yang ditengahnya terdapat Sungai Amanogawa atau Galaksi Bima Sakti."

Selesai Jingga menjawab pertanyaan bonus itu, hatinya tampak gugup. Ia tak tahu lagi apakah nasibnya hari ini.

"Bagaimana juri? Apakah akan mendapat bonus poin?" tanya MC.

Juri mendekatkan mikrofon ke mulutnya, matanya bergantian menatap tim C dan kertas kunci jawabannya.

Juri tersebut membuang napas gusar.
"Sayang sekali..."

Jingga benar-benar kecewa. Dia sepertinya salah menjawab.
"Sorryyy." ucapnya pada Biru.

"Sayang sekali bisa ditebak." ucap dewan juri.

Biru mengangkat alisnya. Maksud perkataan itu, apakahhh..?

"Bonus 15 poin untuk tim C!" kata MC dengan nada bahagia.

Suara gemuruh dan tepuk tangan dari suporter tim C memenuhi ruangan.

Mulut Jingga terbuka lebar. Dia menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuknya.
"Gue jawab bener?"

Biru mengangguk.

"Baik para hadirin sekalian. Pertanyaan tadi adalah pertanyaan terakhir. Yang mana mengakhiri Olimpiade Astronomi hari ini. Dan kita belum tahu siapa pemenangnya. Karena sejak babak kedua, skor tim tidak ditampilkan di layar." MC membuat suara gemuruh penonton diam.
"Jadi sekarang, masing-masing tim silahkan ke depan bersama saya."

Usai perkataan MC, para peserta kini berbaris sejajar di samping MC.

"Baik, silahkan dipersiapkan dulu jantung para penonton." suara tawa renyah MC membuat penonton ikut tertawa.
"Di setiap olimpiade, pasti akan ada yang menempati peringkat 3 ataupun 1. Jadi saya harap, setelah pengumuman juara, kalian dapat saling mendukung satu sama lain. Jangan pernah menganggap bahwa diri kalian gagal. Semuanya hebat!"

Jingga tak berani menatap ke depan, menatap jutaan penonton yang dominan adalah teman sekolahnya. Ia terus saja menunduk.

"Di layar belakang akan ditampilkan skor masing-masing tim. Jadi langsung saja kita lihat." MC menunjuk layar besar di belakang peserta.
"Mari kita hitung bersama, 3, 2, 1!"

Skor masing-masing tim masih berputar acak. Hingga milik tim A yang berhenti. Menampilkan angka 85 poin.

Kini tinggal tim C dan E yang belum berhenti. Dan keduanya pun berhenti bersama.

Sorak sorai kini memenuhi gedung. Bahkan ada suporter yang iseng membawa drum demi memeriahkan acara ini.

Jingga masih menatap bawah. Dirinya kaget ketika seseorang memberikan sesuatu di lehernya. Jingga mendongak.

"Selamat ya." ucap dewan juri.

"Hahh?" Jingga masih bingung. Dia kemudian bergegas menjabat tangan juri yang sedari tadi ia anggurkan.

Jingga menoleh mendapati Biru yang tersenyum samar.
"Woi, kita menang?" bisik Jingga.

"Menurut lo?"

"What? Kok bisa. Maksud gue, muka lo biasa aja, gak ada hepi hepi-nya. Ya mana gue tahu kalau kita menang."

Biru menanggapi kalimat Jingga dengan smirk.

Jingga menepuk jidat. Meratapi kebodohannya.
"Astaga gue lupa! Mau lo ditempati di situasi manapun, muka lo juga tetep kaya gitu."

Jingga membuang napasnya. Masih tak percaya dengan kemenangannya. Teman-teman di depannya bermuka ceria dan bangga pada dirinya dan Biru.

Jingga tersenyum lebar, lalu menoleh ke belakang. Ternyata selisih skor timnya dengan Tim A adalah 35 poin.

"Kami ucapkan selamat kepada Tim C, yang menempati juara 1." kalimat MC tersebut disambut meriah oleh suporter.
"Dan Tim A juga E. Selamat."

Jingga kini berjalan turun dari panggung. Menemui teman-temannya.

"Woiii!! Siapa lo!? Hebat banget!" tanya Yudha.

Jingga dan Biru hanya tertawa. Bukan, bukan! Lebih tepatnya Jingga yang tertawa. Sedangkan Biru hanya menyungingkan senyum.

"Jinggaaa!" Diva datang memeluk sahabatnya itu. "Gue bangga punya lo!"

Jingga tertawa. "Makasiih."

"Selamat ya, kalian memang hebat!"

"Iya selamat! Bima Sakti bangga punya kalian."

"Congrats JiBi!!"

"Selamattt!"

Ribuan ucapan selamat dilemparkan pada Jingga dan Biru. Hingga mereka kesusahan menjawab satu-satu

"Gakpapa?" tanya Diva tiba-tiba.

"Hah? Apanya?" Jingga bertanya balik

"Otak lo? Gak meledak kan?"

Jingga membuang napas. "Sumpah ya! Nekat banget tu anak. Gue gak belajar sama sekali! Tau-tau diseret ke panggung."

"Gak belajar tapi lo bisa menang Ga! Sumpah kalau lo belajar, jadi apa tim yang lain." timpal Vira.

"Apaan sih. Tim lain juga hebat. Cepet banget mencet belnya." Jingga tak mau menganggap dirinya hebat.

"Oh iya, gue beresin properti dulu ya." pamit Diva.

"Gue juga, tas gue ketinggalan tuh." Vira akhirnya menyusul Diva.

Menyisakan Jingga sendirian.

Sebuah jabatan tangan kini berada di depannya.

"Selamat ya." Sandra tersenyum tulus.

Jingga tak tahu apa yang harus dia lakukan. Dia senang karena bisa memberi hadiah pada sekolahnya, namun disaat bersamaan, Jingga telah mengambil tempat seseorang.

Jingga mengangguk dan menerima jabatan tangan itu.

"Selamat, lo udah berhasil gantiin gue." lanjut Sandra.

"Sorry, San. Gue gak bermaksud..."

"Gakpapa kali. Selama lo gak ngelibatin perasaan lo aja." Sandra tersenyum kembali.

Jingga melipat dahinya.

Sandra membuang napas kasar.
"Lo gak suka kan, sama Biru?"

Jingga tahu makna kalimat itu, tapi dia tak tahu mengapa Sandra menanyakannya.

"....."

Belum juga Jingga menjawan, Sandra sudah beranjak dari tempatnya.

"Biruu!" Sandra rupanya menemui Biru yang sedang dikerumuni teman-temannya.

Jingga mengikuti arah pandang Sandra.
"Suka?"
Jingga buru-buru melenyapkan pertanyaan itu saat Diva menghampirinya.

"Yuk pulang." ajak Diva.

"Tapi tadi gue naik ojek." ucap Jingga.

"Udahlah, bareng kita aja. Naik truk." Maudy berkata enteng.

"Truk?" Jingga mengulang.

___________________________________________

"Yeeeeahhh!"

"Wooohoooo!!"

"Woi SMA kita menang!"

Semua murid dari SMA Bima Sakti sangat kekanak-kanakan saat menaiki truk dengan bak terbuka.

"Siapa yang punya ide bawa truk ke GOR?" Jingga meratapi kekonyolan teman-temannya.

Karena disaat sekolah lain menggunakan mobil bahkan bus, SMA Bima Sakti-lah yang memakai truk sebagai sarana transportasi. Meski tadinya sekolah ini juga memakai bus.

"Siapa lagi kalau bukan si gablon." jawab Vira.

"Gablon? Gablon siapa?" Jingga heran apa ada murid dengan nama aneh itu.

"Karel! Siapa lagi yang ganteng tapi otaknya bloon kaya dia?" Maudy menambahkan.

Tanpa sadar Jingga tersenyum. Secara tak sengaja dia mencari-cari orang yang menjadi tukang ojeknya hari ini.

Dia melepas medali emas dari lehernya. Rasanya aneh bila terus-terusan mengenakan medali ini.

Brukkk

"Sorry, Ga." orang yang menabrak Jingga meminta maaf.

Truk ini memang luas, namun dengan jumlah penumpang yang banyak. Luas truk terasa sempit.

"Ah gapapa." Jingga kini buru-buru mencari medalinya yang terlepas dari tangannya.

"Nihh.." Sandra memberikan Jingga medali yang tadi dijatuhkannya.

"Makasih."

"Kenapa gak lo pakai? Kan punya lo?"

Jingga tersenyum dan menggeleng pelan kepalanya.

"Sorry, Ga. Tentang tadi di GOR. Maksud gue, gue gak bermaksud buat bikin lo gak enak sama gue." Sandra menghela napas
"Justru gue berterimakasih sama lo. Lihat, deh Biru."

Jingga mengikuti arah pandang Sandra. Terlihat Biru yang melengkungkan senyumannya bersama teman-temannya.

"Dia bahagia banget, meski ekspresinya biasa. Itu senyum tulus yang sama 3 tahun lalu. Saat dia main di pantai sama gue." Sandra mengingat memori kecil bersama Biru.

Jingga sangat memahami Sandra, dia tahu semua tentang Biru. Masa kecilnya, keluarga, bahkan apa yang Biru suka.

"Lo udah lama kan deket sama dia?" tanya Jingga.

Sandra mengangguk.

"Harusnya lo gak usah takut sama cewek yang ngedeketin dia. Mereka gak bakal gantiin posisi lo." Jingga memberi saran
"Dan inget, San. Lo salah kalau anggap gue deketin Biru. Gue gak ngelakuin itu."

Sandra menyibakkan rambutnya ke belakang.
"Gue gak pernah takut sama cewek yang ngedeketin dia. Tapi takut, sama cewe yang dia deketin."
Sandra menatap lekat Jingga.

"Woii!" Karel mengagetkan keduanya. "Pada kenapa sih, telepati?"

Jingga menyingkirkan tangan Karel yang berada di pundaknya.

"Sandra, dicari tuh." kata Karel sambil menunjuk salah satu teman Sandra.

"Ohh." Sandra kemudian berlalu.

Karel mengikuti Jingga yang kini berada di sudut.
"Ga, lo itu menang. Tapi kenapa muka lo kaya orang dibantai pertanyaan mtk!"

Jingga berusaha mengabaikan Karel. Dia fokus pada jalanan dan bangunan-bangunan tinggi.

"Lihat tuh, si Bluegogi bahagia banget." tunjuk Karel pada orang yang ia beri nama Bluegogi (harusnya bulgogi), siapa lagi kalau bukan Biru.

Tapi Jingga masih mengabaikannya.

"Gila ya cewek-cewek. Gercep banget ngeluarin ponsel buat motret si Bluegogi yang lagi hepi."
Karel kemudian tertawa renyah.
"Kasian banget gue sama mereka. Ingin memiliki sesuatu yang udah dimiliki."

Jingga menoleh ke arah Karel.

"Lo gak tau? Katanya Sandra, dia ama si Biru di jodohin sama ortunya! Gila pasangan goals!" Karel mengeleng gelengkan kepala.

Jingga masih mempertahankan wajah lesunya.

"Lo kenapa kayak sedih? Ohh! Jangan-jangan loo..." Karel menutup mulutnya sambil menunjuk Jingga.

Jingga langsung mendaratkan pukulannya di lengan Karel.
"Lo bisa diem gak sih!? Meledak tau gak kepala gue!" ucap Jingga sambil memegang kepalanya.

"Emang bisa?" kini hanya suara tawa Karel yang mendominasi telinga Jingga.

"Bisalah!"

"Mana coba?" Karel iseng mengacak-acak rambut Jingga.

"Jangan pegang rambut gue!"

Karel masih tertawa.

"Karel! Lo gue pukul ya!"

"Woii" suara bariton menghentikan keduanya.

Terutama Jingga, dia mengerjap-ngerjapkan matanya. Dan buru-buru merapikan rambutnya yang berantakan.

Biru menarik lengan Jingga, mengajaknya jauh dari kerumunan orang.

Biru tiba-tiba melemparkan buket bunga yang dengan tepat ditangkap oleh Jingga.

"Simpan, gue gak suka." ucap Biru.

Buket bunga itu merupakan hadiah dari panitia olimpiade pada tim juara 1, 2, dan 3. Yang mana satu tim mendapat satu buket. Saat itu yang menerima buket adalah Biru. Jadi dia membawanya sampai berada di truk.

"Oh." Jingga kemudian berbalik.

"Hey."

Ia membalikan badannya lagi karena merasa dipanggil.

"Kepsek nyuruh kita buat gak pulang dulu." kata Biru.

"Oh, oke." Jingga melanjutkan langkahnya. Namun harus menghentikannya saat Biru berada di depannya.

"Lo udah tau buat apa?" tanya Biru.

Jingga mendongak dan menggeleng.

"Kenapa gak tanya?"

"Hah? Ke siapa?" tanya Jingga agak ling-lung.

"..." Biru tak menjawab. Dia malah pergi begitu saja.

"Tu orang apaan, sih. Gak jelas banget. Lagian bisa diomongin nanti di sekolah." gerutu Jingga.

"Hei! Kenapa?" Diva merangkul Jingga. Maudy dan Vira juga ikut bergabung Jingga.

"Ah, enggak. Katanya kepsek nyuruh gue buat gak balik duluan." Jingga menjelaskan masalahnya.

"Itu mah paling buat ambil medali sama serfitikat lo." kata Maudy.

"Oh, buat di duplikat gitu ya?" tanya Jingga.

"Mungkin."

"Ternyata buat itu. Ngomong gitu aja susah." Jingga masih terbawa dengan perkataan Biru.

"Siapa?" Vira ingin tahu.

Jingga menggeleng.

"Eh coba, deh. Gue dapet fotonya Biru lagi senyum!" Diva mengubah topik.

"Gue juga kali! Jelasan juga punya gue." Vira mengejek.

"Apaan sih! Angle-nya bagus punya gue!" Diva tak mau kalah.

Jingga menepuk jidatnya. Apakah Biru masih menjadi hashtag nomor 1 di otak Diva dan Vira?
___________________________________________

J B
I I
N R
G U
G🧡
A💙

Halo semua! Gimana part 17-nya?
Smoga kalian suka. Jangan lupa vote yaah.
Part 17 masih seputar olimpiade nih, yang dibumbui dengan pertanyaan-pertanyaan mematikan kaya MTK!

Next part kayaknya udah gak ada tuh, yang bikin otak meledak!😆

!VOTE VOTE!
:')

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.9M 91.5K 40
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
323K 15.1K 29
Valerie Grazella Margaretta adalah gadis yang bebas melakukan apapun semau dia. Pakai rok mini? Boleh. Mabuk? boleh. Punya banyak pacar? Kenapa tidak...
Love Hate By C I C I

Teen Fiction

3.5M 232K 39
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Ada satu rumor yang tersebar, kalau siapapu...
5.7M 295K 61
Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarganya yang tahu pun langsung mengusirnya...