PETRICHOR [COMPLETED]

By niniesbania_

227K 22.8K 1.4K

(Sequel of EPOCH) Hari itu menjadi sangat kaku, Ketika sepasang mata ini bertemu lagi denganmu.. Terpaku mena... More

"P E T R I C H O R"
O N E
T W O
T H R E E
F O U R
F I V E
S I X
S E V E N
N I N E
T E N
E L E V E N
T W E L V E
T H I R T E E N
F O U R T E E N
F I F T E E N
S I X T E E N
S E V E N T E E N
E I G H T E E N [END]
QUERENCIA

E I G H T

9.4K 1.1K 90
By niniesbania_

Alreyshad

Jam menunjukan pukul 13.00, saat aku dan El tiba di depan kediaman Ayah El. Berulang kali El menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan.

"Le, are you okay?" Ucapku pelan.

El mengangguk dan tersenyum.

El menggenggam tanganku dengan erat saat kami menuju pintu rumah Ayahnya. Setelah mengetuk pintu, kami disambut dengan seorang wanita, yang sepertinya istri dari Ayah El.

"Oh, Ale ya. Dan ini..... Elea? Masuk sayang" Ucapnya dengan ramah.

"Iya tante." Jawab kami dengan senyum.

"Duduk nak, sebentar tante panggilkan Ayah ya." Ucapnya menyuruh kami masuk.

El, benar-benar hanya menunduk dan diam.

"Le?" Panggilku khawatir.

El kembali menatapku dan tersenyum. Aku benar-benar tak akan melepas genggamanku padanya kali ini. Aku tau ia menahan segalanya. Aku tau ia benar-benar ingin menemaniku menemui Ayahnya.

"Ale." Panggil seseorang dari arah belakang.

El semakin menunduk, sekilas aku melihat ia menutup matanya dan mencoba untuk mengalihkan pikirannya. El benar-benar berusaha semampunya.

Ayah El duduk di dekatku dan menatap anaknya yang sedari tadi menunduk sambil memejamkan matanya. Sungguh saat ini aku hanya ingin membawa El keluar dari situasi ini. Aku tau El menahan segalanya karena genggaman tangannya benar-benar kuat.

"Om, seperti yang udah Ale utarakan sebelumnya di telfon tempo hari, Ale mohon izin dan restu untuk menikahi El, pernikahannya akan dilangsungkan 2 bulan ke depan." Ucapku.

Ayah El mengangguk, namun pandangannya tak lepas dari putri satu-satunya yang duduk di sampingku. Ada rasa bersalah di matanya.

Ayah El sudah siap dengan kata-katanya, namun terdiam saat tiba-tiba El membuka suaranya.

"Ayah." ucapnya getir.

Punggungnya bergetar. El menangis.

"Ayah, Elea minta maaf. Maaf jika seumur hidup Lea, Lea pernah mengecewakan Ayah. Maaf jika ada sikap dan perkataan Lea yang tidak berkenan di hati Ayah. Lea, mohon restu dan izin Ayah, untuk dinikahkan dengan Ale di hari Akad nikah kami, tanpa perantara lain, Lea pengen Ayah yang jadi wali Lea." Ucapnya terbata-bata.

Ia benar-benar mengatakannya dengan mata yang tertutup dan kepala yang tertunduk.

Ayah El terdiam sejenak, "Le, Ayah bersedia dan merestui Lea dan Ale. Ayah harap Lea, putri kecil Ayah selalu bahagia." Ucap Ayah El.

Setelah memohon izin dan mengobrol sebentar akhirnya aku dan El pamit.

"Om, Ale mohon maaf sebelumnya. Mengingat kondisi Lea...." ucapku yang terpotong oleh ucapan Ayah.

"Nggak apa-apa, om mengerti. Ale jaga Lea ya." Ucapnya yang aku iyakan.

Aku segera membawa El pamit menuju mobil. Nafas El terengah, badannya bergetar, ia juga menutup telinganya.

"Ale, Aku takuut!" Ucapnya sambil menutup telinganya dan menangis.

Aku tau traumanya kambuh. Mungkin sejak di dalam tadi.

Aku memegang wajahnya, "Le, Kamu liat aku, Liat Aku!" Ucapku pada El.

El menatapku dalam. "Kamu liat aku, okay? jangan ikutin pikiran kamu, liat aku aja ya. Ada aku, kamu nggak perlu takut." Ucapku yang El balas dengan anggukan.

"Ale?" Panggilnya lemah.

"It's Okay, Le. Ini aku. aku sama kamu, kamu nggak sendirian. Ada aku, tenang ya. " Ucapku sambil memeluk dan mengelus lembut kepalanya.

***

Elea

"Mbak El cantik bangeeet!!" Ucap Ghea tiba-tiba masuk ke dalam kamarku bersama Tere dan Rani.

Aku duduk di depan kaca, dengan kebaya modern berwarna putih dan Paes Jogja Putri pada acara Akad nikah sesuai dengan daerah asal Ayah Ale. Beberapa menit lagi, Aku akan resmi menyandang status baru menjadi Mrs. Alreyshad.

"Gugup nggak El?" Ucap Tere.

"Sedikit." Ucapku. Beberapa hari ini aku dan Ale sangat menantikan hari ini. Namun, entah mengapa saat tiba harinya kami malah sudah merasa gugup semalaman.

Setelah acara lamaranku dan Ale yang sudah dilaksanakan di kediamanku 4 bulan lalu, dan pada hari ini, kami akan melangsungkan akad nikah dan resepsi kami di Ayana MidPlaza Jakarta dalam 1 hari. Akad nikah dilaksanakan pada pukul 10.00 pagi dan resepsi di bagi menjadi 2 sesi dimulai pukul 13.00 sampai pukul 15.00 untuk rekan-rekan dari pihak keluarga, dan 19.00 sampai 21.00 untuk teman-teman dan rekan-rekan kerjaku dan Ale.

"Ananda Alreyshad Darien Tavish." Ucap Ayah.

"Saya nikahkan dan kawinkan ananda dengan putri kandung saya, Eleanor Oliviera Cielo binti Elbarn Oshe Cielo dengan mas kawin seperangkat alat solat, logam mulia seberat 25 gram, dan uang tunai Rp. 12.194.000,00. Dibayar, Tunai." Tambahnya.

"Saya terima nikah dan kawinnya Eleanor Oliviera Cielo binti Elbarn Oshe Cielo dengan mas kawin yang tersebut tunai!" Jawab Ale dengan lantang.

Aku tersenyum di sebuah ruangan yang sudah disiapkan. Airmataku jatuh sesaat Ale menyelesaikannya. Perasaan haru, dan senang bercampur menjadi satu. Aku tak menyangka, bahwa dari sekian lama aku mengenal Ale sebagai sahabatku, di hari ini ia resmi menjadi teman hidupku. Yang akan selalu menemaniku dengan segala kekuranganku.

Aku berjalan menuju Ballroom saat Ale sudah berada di depan meja Akad, dengan pakaian berwarna senada dan menggunakan hiasan kepala, blangkon Jogja. Di saksikan para tamu undangan, aku berjalan menuju Ale didampingi Tere dan Ghea.

Ale tersenyum menatapku menggenggam tanganku sambil tersenyum.

"Terima kasih Elea." Bisiknya sesaat sebelum mencium keningku.

***

Aku terkejut saat menyadari ada tangan yang memelukku dari belakang. Ale menyandarkan kepalanya di samping wajahku sambil tetap memelukku.

"Bikin apa sih Le? Masih pagi kan." Ucapnya lemah tanda ia baru bangun.

"Sarapan buat kamu, sama bekel buat di kantor." Ucapku singkat sambil menoleh meliat wajahnya dengan mata yang masih tertutup. "Good morning, mas Ale." Ucapku sambil mengecup pipinya.

Ale tesenyum dan berusaha membuka matanya.

"Morning, sayang." Ucapnya.

Sudah 2 minggu, aku resmi menyandang status baru menjadi Mrs. Alreyshad dan selama itu kami tinggal di Apartment Ale.

"Mandi gih, nanti telat loh." Ucapku pada Ale.

Ale mengangguk dan mencium pipiku "thank you, Le." Ucapnya sambil tersenyum.

"For?" Tanyaku bingung.

"Udah mau jadi istri dari Ale yang pelupa ini." Katanya yang mengundang tawaku.

Ale berbicara seperti itu bukan tanpa sebab. Sudah 2 minggu ini, aku tinggal bersamanya sebagai istrinya dan Ale tak pernah berubah. Ale memang bukan tipe yang menyusahkanku atau merepotkanku dengan segala hal. Mungkin karena kebiasaannya yang berusaha melakukan apapun sendiri, ia jadi sangat tidak nyaman menanyakan atau meminta tolong padaku. Beberapa kali ia menghabiskan waktu selama 15 menit untuk mencari kaos kakinya dan saat ku tanya ia tak bilang apa-apa.

Ale keluar kamar setelah selesai bersiap dan langsung memakan sarapannya dengan cepat

"Pelan-pelan Al, nanti keselek." Ucapku.

"Ada rapat dadakan aku." Ucapnya sambil mengunyah sarapannya.

"Kok nggak bilang, aku bikinin roti aja gitu." Ucapku khawatir.

Ale tersenyum, "kamu udah bikinin aku sarapan capek-capek masa nggak aku makan."

Aku menghampirinya membawa roti sisa sarapanku dan menyuapinya.

"Gigit." Ucapku

Ale tersenyum dan memakannya.

"Yang ini biar aku aja yang habisin." Ucapku menunjuk sarapan Ale.

Ale tersenyum, "Aku berangkat ya, jangan capek-capek di rumah, okay? Kalo ada apa-apa telfon aku ya." Ucapnya sambil mengecup keningku.

"Hati-hati ya." Ucapku sesaat mengantarnya ke pintu keluar.

***

Alreyshad

Selesai on air, aku langsung menuju Department-ku bersama Aji dan beberapa rekan lain.

"Makan siang bareng nggak?" Tanyanya

"Gue dibekelin. Kalo mau makan di ruangan gue aja." Ucapku santai.

"Sumpah enak banget lo dapet istri kayak El ya. ngurusin banget semua keperluan lo. By the way, si El masih bakal tetep kerja Al setelah lo pelatihan di London? " Ucapnya.

"Gue bilang ke El kalo dia tetep kerja sehabis balik dari London nanti, ya nggak apa-apa. Tapi kalo mau resign dan di rumah aja juga nggak apa-apa."ucapku "Gue tunggu di ruangan ya." Tambahku sambil berjalan ketika pintu lift terbuka.

Akhir-akhir ini aku jarang makan siang di luar, selain El selalu membekaliku. Alasan lainnya adalah Aji. Akhi-akhir ini ia sering curhat di sela-sela makan siang kami.

Ashilla, anak Aji yang baru berusia 6 tahun memiliki penyakit jantung bawaan dari lahir. Dan akhir-akhir ini kondisinya tidak terlalu baik.

"Eh gue belum makasih ya sama lo dan El, Ciya seneng banget dapet mainan banyak banget ditambah sepatu dan tas baru dari tante dan omnya. Thanks ya" Ucap Aji.

Aku tersenyum, beberapa hari lalu Ciya ulang tahun namun aku dan El tak bisa ikut menghadiri acara ulang tahunnya karena masih berada di Belanda. Jadi kami menitipkan beberapa kado pada Tere dan yang lain.

"Seru nggak honeymoon lo di Belanda?" Ucap Aji tiba-tiba.

"Ya seperti orang honeymoon pada umumnya lah ji." Ucapku santai. "Ciya udah baikan kan?" Tambahku.

Aji mengangguk, "udah mulai sekolah lagi kok."

"Ji, lo nggak ada niatan nikah lagi?" Ucapku tiba-tiba. "Gue nggak tega liat lo ngurus Ciya sendirian. Lo-nya juga jadi nggak keurus." Ucapku

Aji tersenyum, "ya siapa sih Al yang nggak mau nikah lagi? Masalahnya ada yang mau nggak sama gue? Secara kan gue punya buntut." Ucapnya sambil tertawa.

"Tere." Ucapku tiba-tiba.

Aji terdiam sesaat, "Al, lo kira-kira kalo ngasih pilihan. Tere tuh belum pernah nikah, trus lo nyuruh gue sama dia. Mana ada orang tua yang rela anaknya dapet duda anak satu. Mana Tere pinter, cantik dia bisa kali dapet perjaka." Ucapnya.

"Ini nih yang bikin males. Nyoba aja belum udah pesimis." Ucapku sambil menunjuknya dengan sumpit.

"Bukan pesimis, gue udah bilang juga ke Tere kok perkara ini, gue pengen dia dapet yang lebih dari gue, Al." Ucapnya.

"Al, gue menunda untuk punya istri lagi itu bukan karena gue yang mau. Lo tau Ciya juteknya kayak apa, dia takut sama semua temen wanita Papinya. Dia takut papinya diambil. Selain ciya, orang tua pasangan gue belum tentu mengizinkan anaknya nikah sama duda anak satu, apa lagi anaknya belum pernah nikah. Pentimbangan gue banyak Al. Ditambah gue harus fokus sama kondisinya Ciya kan." Jelasnya.

"Gue bukan nggak suka Tere. Gue suka kok, suka banget malah, dan gue sama Tere juga udah tau perasaan kita masing-masing. Cuma gue juga tau kalo kita nggak akan mungkin. Tere anak satu-satunya, mana mungkin orang tuanya rela ngasih anak perempuan satu-satunya sama duda anak satu kayak gue. Ditambah Ciya, baru liat Tere aja udah bilang jangan ambil papi Ciya. Gue tau Tere masih berusaha semampunya, tapi gue udah kasih keputusan dan bilang baik-baik ke dia, kalo emang sepertinya lebih baik dia nggak sama gue. Gue nggak mau buat dia menanti hal yang nggak bisa gue wujudin, Al. Tere baik, dia bisa dapet yang lebih dari gue." Tambahnya yang membuatku terdiam.

***

Aku melanjutkan pekerjaanku, hari ini aku akan pulang larut malam dan menyempatkan waktu untuk menelfon El di sela-sela waktu break-ku.

"Ada apa mas?" Ucap El di ujung telfon.

"Sayang, aku pulang larut kayaknya, kamu makan duluan aja ya. Sorry nggak bisa nemenin." Ucapku pelan.

"Nggak apa-apa kok, kan ada Bomi" ucapnya ceria. Aku tau maksudnya agar aku tak merasa bersalah.

"Kalo kamu ngantuk tidur duluan aja ya, Le. Nggak usah nungguin aku. Okay?" Ucapku.

"Iya, mas Ale" jawabnya sesaat sebelum kami menghentikan obrolan.

***

Elea

Baru saja menyiapkan makan malam untukku dan Ale sesaat sebelum Ale menelfon, dan malam ini kami tak bisa makan malam bersama karena pekerjaan Ale tak bisa ia tinggalkan. Aku makan malam ditemani Bomi yang menyantap makanannya juga yang sudah ku siapkan. Setelah itu ku tinggalkan sisa lauknya di meja yang nanti akan ku panaskan lagi ketika Ale sampai, sebab takut Ale belum sempat makan malam di kantor.

Aku menunggu Ale sambil menonton TV di kamar. Namun, tanpa sadar aku terlelap dan terbangun saat mendengar bunyi TV yang menyala di ruang tengah. Aku menuju ruang TV tengah dan melihat Ale sedang menyantap makanan yang ada di meja makan.

"Kamu kok nggak bangunin aku, Al. Aku panasin dulu ya." Ucapku menghampirinya yang segera ia tahan dan menyuruhku duduk di sampingnya.

"Nggak usah, Le. Masih enak kok, nggak panas juga nggak apa-apa. Kok bangun? Aku berisik ya?" Ucapnya sambil menatapku.

Aku menggeleng, "aku kira ada orang masuk. Taunya kamu. Beneran nggak mau aku panasin?" Ucapku

Ale menggeleng, "makasih ya, udah dimasakin." Ucapnya sambil tersenyum.

"Sama-sama. Kamu belum makan?" Tanyaku karena ini pukul 00.14.

"Udah tadi. Tapi liat meja makan penuh, nggak mungkin aku nggak makan. Kasian kamu aku udah masakin masa nggak aku makan. Lagian siapa yang bisa nolak laksa buatan kamu." Ucapnya kemudian.

"Ale, kalo kamu kenyang, kamu nggak apa-apa kok nggak makan masakan aku. Jangan karena aku udah masak kamu jadi nggak enak kalo nggak makan." Jelasku.

"It's Okay, Le. Lagian masih muat kok perut aku." Ucapnya sambil memegang perutnya dan bangkit membawa piringnya.

"Al, sini aku yang cuci." Ucapku yang dibalas dengan gelengan kepala dari Ale.

"Cuci 1 piring doang, sayang. Kamu duduk aja" ucapnya sambil tersenyum.

"Al?" Panggilku.

"Hemm?" Ucapnya sambil mencuci peralatan makannya tadi.

"Aku nggak apa-apa loh kalo ngurus semua urusan rumah." Ucapku.

"Iya sayang, nggak apa-apa. Tapi masa cuma 1 piring yang aku pake makan harus kamu juga yang nyuci. Nggak apa-apa kok, Le." Ucapnya sambil menghampiriku dan mengelus lembut pipiku.

"Kamu kan capek abis kerja." Ucapku kemudian.

"Kan kamu juga capek. Biasanya pulang kerja langsung ngurusin rumah. Bayangin aja, bangun lebih pagi dari aku, langsung buatin aku sarapan sama bekel. Abis itu bersih-bersih rumah, ngurusin Bomi, masak, nyuci piring, ditambah kerja juga. Le, aku nggak pernah larang kamu buat ngelakuin apapun yang kamu suka. Tapi jangan sampe sakit, Okay?" Ucapnya yang mampu buatku terdiam.

"Ke kamar yuk, badan aku udah lengket banget." Tambahnya.

Aku berjalan mendekat padanya lalu memeluknya.

"Makasih ya, Ale." Ucapku.

"Aku masih lengket gini udah kamu peluk. Nanti kalo udah mandi aja peluknya ya." Ucapnya yang ku balas dengan gelengan kepala.

"I love you, mas Ale." Ucapku sambil terus memelukmya.

Ale tersenyum, dan mengeratkan pelukannya.

"Me too, Elea" ucapnya sambil berulang kali mengecup puncak kepalaku.

***

Ternyata Ale dan El bisa melewati masalah yang ada sampai hari pernikahannya.

Ini kan yg kalian tunggu-tunggu? Hihihi
Banyak yang minta supaya masalah mereka ringan-ringan aja, sejujurnya sampai detik ini aku nggak tau mau kasih masalah apa dan penyelesaiannya gimana karena masih bolak-balik revisi part yang konflik. Bingung mau akhir yang bagaimana :')

Happy or Sad? Menyakitkan atau menyenangkan buat keduanya? Masih galau.

Tapi, terimakasih teman-teman yang selalu ninggalin jejaknya di karya aku. Yang selalu support bahkan ngasih semangat, terharu aku tuh. Maaf kalo nggak semua comment aku bales, karena kadang terlalu sibuk sama real life.

See you next week❤

Continue Reading

You'll Also Like

259K 25.9K 26
•Bittersweet Series 2• __________ Bercerai bukan berarti memutuskan hubungan sepenuhnya, bahkan saling memusuhi satu sama lain. Walau mereka menikah...
Hostium (END) By Keila

General Fiction

1.2M 58.4K 47
Reanka adalah gadis pendiam dengan sejuta rahasia, yang hidup di keluarga broken home. Di sekolahnya ia sering ditindas oleh Darion Xaverius. Reanka...
THE LUST By Stars

Teen Fiction

134K 3.2K 56
Kenzie bukan anak yang dapat dikatakan baik,terlalu banyak misteri yang Kenzie simpan selama ini. waktu seolah tidak mengizinkan orang lain mengetahu...
693K 21.9K 72
Elia menghabiskan seluruh hidupnya mengagumi sosok Adrian Axman, pewaris utama kerajaan bisnis Axton Group. Namun yang tak Elia ketahui, ternyata Adr...