S E V E N T E E N

8.6K 982 77
                                    

Elea

Aku baru saja hendak berbicara, namun ucapanku terpotong begitu saja.

"Sorry ya El. Kamu pasti marah banget ya? Ini bukan salah Ale kok, aku yang terus-terusan minta bantuan dia. Aku yang selalu hubungin dia buat bantu aku dan Kamael. Sorry El, aku cuma punya Ale, dan cuma Ale yang bisa aku hubungin." Ucapnya.

"Ra, kamu lupa ya kalo aku yang bener-bener cuma punya Ale. 2 bulan lalu aku kehilangan Schalea, kalo kamu ambil Ale juga, aku harus bergantung sama siapa?!" Ucapku bergetar.

Kiara terdiam..

"Aku bener-bener nggak tau harus minta tolong sama siapa lagi selain sama Ale, El. Maaf kalo aku terkesan egois. Tapi aku bener-bener butuh dia. Aku minta maaf, aku sadar aku salah selama ini. aku cuma pengen cerita ke Ale, karena aku nggak tau siapa lagi yang bisa aku ajak cerita masalah ini."

Aku terdiam sesaat dan mengangguk.

"Ra, aku juga mohon maaf kalo aku terkesan untuk menghalangi pertemanan kalian. Maaf kalo aku terkesan meminta kamu jauhin Ale. Tapi aku nggak mau hubungan kamu sama Ale jadi masalah buat hubungan aku dan Ale." Ucapku.

"Aku minta tolong sama kamu, jangan libatin Ale dalam hal apapun. Mau itu urusan kamu atau Kamael." Ucapku sambil beranjak dari sofa. "Aku pamit" tambahku.

Baru saja aku berjalan ke arah pintu, aku mendengar Kamael menangis kencang diikuti oleh Kiara yang berlari menuju Kamael. Aku yang tak tega mendengarnya, ikut menghampiri mereka dan melihat keadaan Kamael.

Kiara menggendongnya namun ia tetap tak berhenti menangis.

"Badannya panas." Ucapku sesaat memegang dahinya.

Kiara mengangguk, aku tau ia panik bukan main.

"Kamael baru imunisasi tadi pagi, tapi aku nggak tau kenapa panasnya nggak turun-turun." Ucapnya.

Aku mengambil handphone di tasku dan menelfon Ibu.

"Iya bu, Lea coba. Nanti Lea telfon Ibu lagi ya." Ucapku sebelum mematikan telfonku.

"Kamu gantiin bajunya kamael sama yang lebih tipis, abis itu AC-nya sejuk aja jangan terlalu dingin. Aku ambil air hangat sama dingin dulu buat ngompres." Ucapku.

Aku mengompes dahi Kamael dengan air hangat, dan air dingin untuk bekas suntikannya saat tiba-tiba bel pintu unit Kiara berbunyi.

Setelah itu, aku mengendong kamael. Kamael mulai tenang dan memejamkan matanya perlahan. Menatapnya tertidur membuatku paham, mengapa Ale tak menolak membantu Kiara jika itu berurusan dengan Kamael.

Aku menghampiri Kiara sambil tetap menggendong Kamael.

"Ra, Kamael tidu.." ucapku terhenti saat melihat Ale di ujung pintu.

***

Alreyshad

Hari ini aku selesai lebih cepat dan memutuskan untuk kembali ke rumah dan menjelaskan se-detail mungkin kepada El. Aku tak ingin kesalahpahaman ini berlarut dan memperburuk hubunganku dengannya.

Aku langsung menuju kamar, namun tak ku temukan sosok El disana.

"Mbak Sari!" Panggilku.

"Iya mas?" Jawab mbak Sari.

"El belum pulang ya?" Tanyaku.

"Sudah mas tadi, tapi berangkat lagi. Tadi minta cariin taksi" Ucapnya.

Aku menatapnya heran, "kemana?" Tanyaku.

"Mbak El nggak bilang mas." Jawabnya.

Aku berpikir sejenak sampai akhirnya menelfon Tere. Mungkin saja ia bertemu Tere untuk Hang-out atau semacamnya.

PETRICHOR [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang