Treat You Like An Enemy | ✔

xuyashun द्वारा

11.1K 2.8K 13.1K

[Amazing cover art by: Laven K. | @LavenWho] [⚔️] [TEEN FICTION-ROMANCE, COMEDY] Diajari secara private oleh... अधिक

[1] Ugh, I Hate Him!
[2] Theolifia, Here I Come!
[3] Thank you, I Think?
[4] You're Not Welcome
[6] Demonic Nature
[7] Her Again. Really?
[8] My Feeling
[9] Truly Love You

[5] So Be It

1K 232 1.4K
xuyashun द्वारा

Happy Reading!

"Hari ini kamu menang, bergembiralah. Tapi, lihat saja. Kemenanganmu itu akan segera menjadi milikku."

[5] So Be It

Dering telepon membuat Fro memundurkan langkahnya, berjalan menuju meja. Tangannya mengambil handphone untuk melihat sang penelepon.

"Pulanglah. Aku akan datang nanti, jadi persiapkan dirimu."

Tanpa menjawab, aku melangkahkan kaki pergi. Memangnya, siapa yang mau berlama-lama dengan guru iblis sepertimu?

Tawa menggelegar dari ujung sana membuatku mengerucutkan bibir.

"Clar, aku serius. Dia benar-benar menyebalkan."

"Dan mamamu sengaja memilih orang yang mampu melawan seluruh sifat jahilmu."

"Tenang saja, itu belum seberapa. Aku masih menyimpan satu senjata yang akan digunakan saat darurat."

"Aku tidak sabar ingin mengetahui siapa pemenangnya."

Saat aku hendak menjawab ucapan Clar, ketukan pintu terdengar. Itu Fro! Aku berpamitan kepada Clar, lalu mematikan telepon secara sepihak. Setelah itu, aku menaruh handphone di atas meja.

Eh, eh. Aku menyeimbangkan tubuh saat hendak terjatuh. Untung tidak tersenggol. Dengan melompati tali putih tipis, aku berjalan menuju pintu, lalu membukanya.

"Jarakmu dari sofa dengan pintu tidak seluas taman kota. Kenapa lama sekali membukanya?"

Ugh, benar-benar, ya. Rasanya aku ingin sekali mengambil tali rafia, mengikat tubuhnya lalu kuseret keliling kota. Atau, pergi ke tempat penyihir untuk membuat guru iblis itu menjadi pelayanku. Selamanya.

Senyum jahilku langsung meredup ketika suara deheman dari guru iblis itu membangunkan lamunan. Beraninya ia menghapus keinginan jahatku dalam sekejap.

"Kamu ingin aku mengajarmu di depan pintu?"

Benar! Hampir saja lupa. Setelah mempersilakan guru itu masuk, aku berjalan beriringan dengannya. Saat mendekati tali putih, aku sengaja menginjaknya. Berharap guru iblis itu terkena senjataku, ternyata aku salah. Salah besar.

Guru iblis itu malah menahan tubuhku, sementara ia melangkahkan kakinya mundur. Alhasil, ember uang terikat dengan tali terbalik, menjatuhkan seluruh tepung tanpa tersisa.

"Sayang sekali rencanamu itu sudah ditebak olehku."

Aku menatap kesal guru iblis itu. Bisa-bisanya ia berjalan santai, melewati diriku yang ketumpahan seember berisi tepung. Dasar menyebalkan!

Cekrek

Aku terkejut ketika guru iblis itu ternyata mengambil foto. Ia memperlihatkan hasil jepretannya, foto saat aku sedang kesal. Hendak merampas handphone yang ia pegang, namun guru iblis itu segera menariknya.

Malah, ia tertawa renyah tanpa rasa berdosa. Sedikit pun.

"Kuberi waktu tiga puluh menit agar kamu bisa membersihkan diri."

Dengan santainya, guru iblis itu berjalan menuju sofa. Mengeluarkan beberapa lembar kertas dari tas kantornya lalu ia duduk.

Menyebalkan!

Kata Clar, aku tidak boleh meluapkan emosi ketika sedang berhadapan dengan guru iblis itu. Kalau ingin menjahilinya, harus dilakukan dengan perasaan bahagia.

Sekarang, coba kalian pikirkan. Sejak guru iblis itu menginjakkan kaki di apartemen, ia sudah bersikap menyebalkan. Menggagalkan semua rencanaku untuk membuatnya marah dan pergi.

Akhirnya apa? Aku harus mengeluarkan 1001 cara untuk menahan diri agar tidak marah ketika rencana gagal. Benar-benar membuat diriku kelelahan.

"Tidak usah membicarakan diriku seperti itu. Aku bisa mendengarnya."

Eh ... dia bisa tahu? Ternyata, selain menjadi Wakil Direktur, Wali Kelas dan guru private, ia juga seorang cenayang?

"Duduk, Hyolin."

Mau tidak mau, aku menuruti perintah. Guru iblis itu menggeser duduknya, membiarkanku duduk di samping kiri. Ia memberikan beberapa lembar kertas berisi soal yang ditulis tangan.

Harus kuakui, tulisan tangannya sangat rapi. Bahkan tulisan tanganku saja kalah olehnya. Tapi, yang bisa membuat rambutku rontok mendadak adalah ketika soal yang ia berikan susah.

Sama susahnya di saat aku berusaha menyingkirkan dia dari dunia ini.

Sudah hampir 10 menit aku duduk di sofa, memainkan bolpoin berwarna hitam polos. Guru iblis itu lama sekali memeriksa jawaban yang kutulis. Ya, memang soal yang ia berikan cukup banyak. 75 soal kalau kalian mau tahu. Dan, pelajaran Biologi.

Tapi, tidak perlu selama itu, bukan? Katanya ia pintar, hebat. Huft.

"Sudah nomor berapa?"

"Baru dua puluh empat."

"D-dua puluh empat?"

Bolpoin yang kuputar sejak tadi dengan ibu jari dan telunjuk menjadi terhenti. Sontak aku menoleh ke arah guru iblis itu. Yang benar saja! Aku hampir mati kutu karena tidak boleh beranjak dari sofa tapi ia bahkan belum sampai setengah?

"Itu salahmu karena menulis jawaban tidak menggunakan ukuran. Kalau kamu sedang kesal dengan seseorang, jangan mengaitkannya pada lembar jawaban yang tidak bersalah."

Aku menahan tawa. Ternyata guru iblis itu kesulitan untuk memeriksa jawaban yang kubuat. Ya, siapa suruh membuatku tidak bisa menyingkirkan dirimu. Kan, aku jadi melampiaskannya pada kertas jawaban.

Aku melirik guru iblis itu ketika ia sedang memeriksa jawaban dengan mata yang sangat fokus. Sesuatu membuatku bingung. Pada leher guru itu, terdapat sesuatu yang menonjol. Dengan penasaran, aku menyentuhnya. 

"Kamu menelan batu?"

"Jakun. Kamu juga mempunyainya."

"Eh, benarkah?"

Aku melepas tangan dari leher guru itu. Ingin memastikan, tanganku mengelus leher. Mengelusnya berkali-kali tetapi tidak menemukan yang guru iblis itu maksud. Guru iblis itu ingin membuat leherku terbakar, ya? Apa aku harus menggosoknya agar keluar?

Saat aku sedang berpikir keras, tiba-tiba kecupan mendarat pada leherku. Ternyata guru iblis itu mengecupnya. Seketika seluruh pergerakanku terhenti. Membatu. Bahkan, aku tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Biologimu mendapat nilai tiga puluh. Belajar lagi."

Guru iblis itu kembali melakukan kegiatannya. Aku yang mendengar nilaiku disebut langsung terkejut menoleh. 

"Aku sudah belajar dengan baik. Kenapa mendapat nilai rendah?"

"Masih tidak mau mengaku, ya?" Guru iblis itu melihat ke arahku. "Saat aku menyuruhmu membersihkan diri, yang kumaksud bukan menyelinap ke dalam kamar untuk mengambil buku Biologi. Berpura-pura menyalakan shower agar aku mengetahui kalau kamu sedang mandi."

Bagaimana bisa ....

"Aku juga bisa menebak kalau kamu belum mandi sama sekali." Guru iblis itu mencondongkan tubuhnya mendekatiku. "Benar, 'kan?"

Re-rencanaku ketahuan ...!

Aku tersenyum bingung menanggapinya. Dalam hati aku berpikir keras, bagaimana bisa ia tahu? Padahal tadi aku dengan sangat jelas melihat kalau guru iblis itu sedang serius menulis soal!

"Besok ulangan Biologi, pastikan kamu belajar."

Aku menatap guru iblis itu dengan kesal. Ia tampak sedang merapikan lembar jawaban lalu dimasukkannya ke dalam tas. Sedetik kemudian ia menoleh.

"Jangan menyontek kalau tidak mau kuhukum."

Dia menyindirku?

Huh, ia pikir aku akan menjadi anak baik dan mendapat nilai rendah seperti tadi? 

Tidak akan!

Semoga suka dengan cerita ini!

Sampai jumpa di episode selanjutnya!

Jangan lupa untuk vote dan comment setelah selesai membaca. Karena satu vote dan satu comment saja sangat berarti bagiku. (つ ≧ ▽ ≦) つ

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

1.5M 105K 45
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
406 239 7
"Aku mohon padamu Ethan." "Ethan aku mohon jangan tinggalkan aku, jangan bersama dengan yang lain ya? Dulu kamu bilang kita akan selalu bersama selam...
1.8K 64 21
Kata dariku untuk tuán yang semu ───
189K 4.5K 100
Bukan kumpulan aksara melainkan perasaan.