Untold The Darkness

By shasyifaa

3.2K 473 263

[FOLOW AUTHOR DULU!] . [Griffinest Series • 2] Dia datang dengan kecewa dan pergi meninggalkan luka. Takan ad... More

W A R N I N G
╰FÄVŌŚ╮
UTD [0.1]
UTD [0.3]
UTD [0.4]
UTD [0.5]
UTD [0.6]
UTD [0.7]
ALEICY - AU

UTD [0.2]

254 62 34
By shasyifaa

Untold The Darkness
-

UTD [02. Nightmare]

•••

"Nightmares are like boomerangs that keep hitting sanity,"

Kelopak dengan bulu mata letik itu terus mengerjap beberapa kali guna menyesuaikan segaris cahaya yang memaksa masuk retinanya. Dalam kegelapan, ia berusaha menelisik ruangan mana yang membuat lelapnya terganggu.

"Sial!"

Seketika tubuhnya membeku saat menyadari dimana dirinya berada sekarang.

Tempat ini lagi.

Sebuah ruangan gelap berbentuk persegi yang minim oksigen.

Sebenarnya, ruangan ini tidaklah begitu gelap karena dibagian ujung terdapat sebuah lampu bohlam yang menyala. Hanya saja, nyala dari lampu bohlam tersebut tidak begitu terang sehingga menyisakkan suasana sepi dan dingin.

Alteir, lelaki itu menekan dadanya kuat-kuat ketika rasa nyeri menghantam dadanya dengan begitu keras oleh benda tumpul.

Alteir mengigit bibir bagian bawahnya guna menahan rasa sakit. Sayang, bukannya hilang. Rasa sakit lain justru datang. Tidak hanya sampai disitu, seketika peluh mulai menetes membanjiri dahi dan kepala yang ikut terasa berdenyut membuatnya mau tidak mau harus bersusaha mengendalikan diri.

"Shhh," saking kuatnya menahan sakit bibir bagian bawahnya kini berdarah akibat digigit terlalu keras.

Ketika ia berusaha untuk bangkit dari posisi telentang, sebuah tarikan justru menghentikan aksinya secara paksa. Tau-tau sebelah tangannya telah menggengam sebuah pisau lipat yang entah darimana asalnya. Dengan panik ia menyisir setiap inci dari ruangan dimana ia berada sekarang.

"Atar o ser asesinado,"

(Membunuh atau dibunuh)

"Distruggere o essere distrutto,"

(Menghancurkan atau dihancurkan)

Suara itu terus menyahut berkali-kali dan berhenti ketika Alteir menoleh. Kedua kakinya seakan dipaksa untuk melangkah mundur. Matanya terbelalak kaget melihat 3 manusia yang kini telah berubah menjadi mayat dengan keadaan mengenaskan. Alteir mengerenyit, ia ngilu melihat luka robek di beberapa bagian tubuh manusia yang entah berasal darimana.

"Darah..."

Alteir terduduk lemas, mendapati kedua tangannya tau-tau sudah berlumuran darah. Ditambah lagi, kedua tangan yang semula ikut lemas kini mulai bergetar saat ia angkat untuk ditatap lebih lekat.

Jika sudah begini, hanya satu yang bisa Alteir lakukan.

Selesaikan kekecauan yang ia perbuat atau mencari jalan untuk keluar.

Bangun.

Satu tarikan nafas panjang menyambut kesadarannyaa.

Kali ini ia benar-benar terbangun.
Ya, terbangun dari mimpi buruknya. Mimpi buruk yang belakangan terus berputar secara berulang dalam lelap yang seharusnya menjadi waktu untuk beristirahat. Tatkala ia memejamkan mata, maka ia akan berada dalam lorong hitam yang membelenggu.

"It's sucks,"

"Damn!"

"It's like the hell!"

Setelah puas memaki, Alteir langsung mengusap wajahnya dengan kasar. Matanya mengerjap beberapa kali ketika menyadari kedua tangannya mulai bergetar dan sulit untuk di kendalikan. Dahinya terlipat membentuk kerutan. Berkali-kali ia menarik dan menghembuskan nafas guna menetralkan gerak jantung yang mulai meningkat. Tidak sampai disitu, Alteir mulai merasa kesulitan bernafas ketika sebelah tangannya berusaha menggapai sebuah benda.

"Bun..daa,"

Di detik berikutnya, Alteir kehilangan kesadaran lagi, bersamaan dengan tabung kecil berisi puluhan pil yang terjatuh berserakan di lantai.

••

Sore ini cuaca tampak cerah dengan angin sejuk menghembus. Seorang gadis dengan dress selutut dan rambut panjang yang ia biarkan tergerai tengah duduk di halaman belakang rumahnya seorang diri. Sebuah halaman yang dipenuhi oleh banyak tanaman hijau, rerumputan rapih dan aneka bunga warna-warni.

Jangan tanya mengenai apa yang tengah ia lakukan saat ini. Karena itu, adalah salah satu cara baginya untuk bersantai dan menikmati waktu luang.

Sampai dimana seorang lelaki kini menghambur kepelukannya tanpa aba-aba.

"Eh---,"

Rautnya tampak bingung. Sebelah tangannya mengusap lembut lengan dari sosok yang kini masih menenggelamkan wajah di ceruk lehernya. Ketika ia menoleh ke sisi bagian kanan disitu ia mendapat mahkluk berparas serupa yang tengah memasang tampang sedikit kusut. Dia terlihat khawatir.

"Kenapa?" tanya gadis itu tanpa suara. Hanya menggerakan bibirnya saja.

Sang empu yang menjadi lawan bicara hanya bisa menghela nafas berat.

"Dave," panggilnya lembut. "Dave Stevano. Abang bisa ngomong sama kak Isse sebentar?"

Lelaki itu mendongak sembari mengerjapkan matanya beberapa kali. Terlihat sedikit menggemaskan. Walau dengan postur tubuh tinggi tegap dan jika saja beberapa dari mereka tidak menyadari ada yang salah dari sosok asli pemilik tubuh tersebut.

"Nggak lama kan?" tanyanya memastikan. "Terus Dave tunggu dimana?" Lagi ia bertanya sembari melepas pelukan dari Isse. "Dave nggak mau sendirian," sambungnya.

"Dave takut," cicit lelaki yang kini kepalanya tertunduk.

Mars mengangguk kecil sembari mengulas senyum tipis. Sebelah tangannya terulur untuk mengusak rambut Dave pelan.

"Kasih abang waktu sekitar 15 menit. Nggak usah jauh-jauh, disana aja," telunjuknya mengarah pada sebuah rumah berukuran kecil yang didalamnya terdapat sepasang mamalia berparas elok. "Dave bisa kasih makan kelinci pake beberapa sayuran disana,"

Mendengar hal itu, jiwa berumur 10 tahun itu lantas memekik kegirangan sembari berlari kecil ke tempat dimana kelinci-kelinci imut itu berada.

Sambil memperhatikan dari jauh, Mars mengambil posisi duduk di samping Isse dan mulai membuka pembicaraan.

Semua berawal dari kejadian, dimana Alteir menghilang selama 3 hari lamanya. Tidak ada yang bisa menemukan atau menghubungi lelaki itu. Sampai pada hari keempat tau-tau dia sudah ada di dalam kamarnya dengan keadaan terlelap damai. Seakan tidak terjadi apa-apa dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Tapi kamu bilang dia ada urusan di Inggris?"

Mars mengangguk pelan, kemudian menjawab. "Itu bohong. Nyokap dan bokap cuma nggak mau memperkeruh atau menimbulkan kekacauan. Karena kita nggak pernah tau siapa yang lagi ambil alih tubuhnya," Ucapannya terjeda ketika Dave melambaikan tangan kearahnya yang langsung dibalas sembari tersenyum kecil. "Terbukti, selama beberapa hari terakhir dia terus nggak stabil,"

Isse merasa prihatin dengan keadaan Alteir. Gadis itu memberi usapan pelan pada lengan Mars demi memberi sedikit ketenangan.
Isse tahu, seberapa peduli dan sayangnya sosok adik itu terhadap kakaknya.

"Perihal kedatangan gue kesini. Gue butuh bantuan lo. Cuma lo yang bisa gue percaya, termasuk Earth,"

"Dave pakai jam," lelaki itu menunjukan sebelah tangan yang dilingkari oleh jam berwarna biru dengan gambar mobil di tengahnya. "Kenapa orang dewasa suka sekali membohongi anak-anak?"

Belum selesai dengan topik yang mereka bahas, tau-tau anak itu malah datang menghampiri dan menyelah pembicaraan mereka. Wajahnya terlihat cemberut.

Mars dan Isse saling berpandangan, di detik yang sama keduanya juga memperhatikan jam tangan yang terlihat sudah tidak berfungsi dengan baik.

"Dave..." Dave tersenyum sambil menggerakan kepalanya keatas dan bawah. "Iya kakak cantik?"

"Kayaknya baterai jam tangan kamu habis deh,"

Mendengar itu sontak Dave buru-buru menarik tangannya dan memperhatikan dengan lamat. Astaga! Dave menutup mulutnya dengan sebelah tangan.

"Aduh, Dave malu," wajahnya kini sedikit memerah. "Ternyata jamnya meninggoy," katanya lagi sambil tertawa kecil.

Ada satu kelebihan yang Dave miliki. Jiwa itu bisa merubah suasana mencekam menjadi lebih tenang. Terbukti, tawa kecil yang ia ciptakan berhasil menularkan tawa diiringi hangat didada siapa saja yang mendengarnya seperti Mars dan Isse sekarang.

"Dave mau jam tangan baru?" tawar Mars. Tapi anak itu langsung menolak pelan. "Enggak, kalo boleh Dave mau jam ini diperbaiki aja,"

Mars termangu, setahunya beberapa anak-anak jika ditawari sesuatu yang baru pasti akan tertarik bukan?
Ya, memang Dave bukan anak kecil sungguhan. Tapi jiwa jtu memang tercipta dengan karakter dan segala hal yang bersifat kanak-kanak. Terlebih status umurnya yang berumur 10 tahun. Dia tidak akan pernah bertumbuh.

"Kenapa harus diperbaiki? Bukannya kalau diganti yang baru itu lebih bagus ya?" Isse melontarkan tanya yang ingin Mars ajukan. Seakan gadis itu dapat membaca isi kepalanya.

Tanpa ragu Dave langsung menjawab. "Selagi masih bisa diperbaiki kenapa enggak? Bukannya beberapa hal yang terlihat rusak bisa dicari tau dulu apa penyebabnya?"

"Satu yang rusak nggak akan bisa ganti seribu yang berkesan,"

"Jam ini punya banyak kenangan,"

Dia memgusap jam tangan itu dengan penuh perasaan.

"Jam ini pemberian ayah. Masa abang tega buang jam ini gitu aja?"

•/ΘΤΔ\•

Seorang gadis berparas manis tengah berlari kecil menuju sebuah ruangan. Setelah berada tepat di depan pintu berbahan kaca, lantas ia menggesernya dengan pelan untuk membuka. Tidak lupa untuk menutupnya kembali dan lanjut berjalan pelan dengan kepala yang sibuk celingukan kesana-jemari sibuk menelusuri tiap inci ruangan luas yang memiliki beberapa pintu disana.

"Alteir!" Gadis itu memekik girang ketika menemukan sosok yang sedaritadi ia cari.

Rupanya, Alteir tengah merapikan loker pribadi yang berada di ruangan khusus tim basket.

"Isse cariin daritadi ternyata disini," lanjutnya. Gadis itu kini mengambil posisi duduk tepat di sebelah deret loker yang terdapat bangku panjang. "Siapa yang bilang gue ada disini?" Tanyanya dengan nada ketus.

Isse menekuk bibirnya kebawah, ia malas jika harus berhadapan dengan Alteir versi... Jutek dan galak mungkin.

Isse menghela nafas panjang kemudian lanjut menjawab pelan. "Mereka,"

"Yang mana satu?"

Isse tidak menjawab. Gadis itu lebih memilih memperhatikan beberapa kotak warna-warni yang Alteir keluarkan dari lokernya. Jangan tanya, seperti biasa itu adalah ulah dari beberapa gafis fanatik yang menganggumi Alteir.
Dengan iseng, Isse membaca tiap tulisan yang ada di permukaan.

"Mereka se-suka itu ya sama Alteir?" Gadis itu bergumam yang tentu masih dapat di dengar Alteir lantaran sepinya ruangan yang mereka tempati.

"Sayang banget mereka buang-buang uang cuma buat orang yang nggak sama sekali peduli sama mereka,"

"Mereka lupa kalo orang yang mereka suka itu justru nggak punya hati,"

Merasa jengkel, Alteir berdeham singkat. Namun, bukannya berhenti Isse malah kembali mengatakan banyak hal bahkan kali ini dengan volume yang dinaikan.

"Berisik Isse," kata Alteir pelan namun tetdapat sorot penegasan.

Isse hanya menoleh singkat tanpa mengindahkan peringatan Alteir. Dengan santai ia berdiri dan menghampiri kotak-kotak itu untuk melihat lebih jelas.

"Dan bisa pastiin nasibnya bakalan sama kaya yang udah-udah,"

"Di tempat sampah,"

Alteir menghentak pintu loker agak kasar karena kesal. Isse terlalu berisik untuk ukurannya yang sangat mencintai kedamaian dan kesendirian.

Tapi Isse sama sekali tidak takut dan dengan lancang justru memerintahkan Alteir agar mendekat menghampirinya.

"Alteir sini dehh!"

Dengan malas lelaki bernetra hazel itu menggerakan kakinya untuk mendekat dan berjongkok disisian gadis yang kini tengah membuka sebuah kotak berwatna navy yang di dalamnya terdapat benda bermerk yang harganya berkisar fantastis.

"Rencananya benda-benda ini mau kamu apain?"

Alteir meliriknya tanpa minat.
"Buang,"

Isse berjengit. "Coba sekali lagi bilang,"

"Buang," kali ini dengan penekanan.

Isse mengangguk kecil. Tapi rasanya ia masih kurang puas denagn jawaban Alteir.

"Buang kemanphhhhh---,"

Alteir membekap mulut Isse dengan sebelah telapak tangan dan menghujam netra Isse tajam.

"Lo berisik! Banyak bicara, gue pusing dengernya," Masih dengan posisi sama Alteir kembali berucap. "Lo mau pergi atau lo tutup mulut?"

Isse menarik kasar menyingkirkan tangan Alteir. Gadis itu hendak membalas sebelum akhirnya Alteir kembali menutup mulutnya paksa. Kali ini Isse tidak bisa menyingkirkan tangan Alteir lantaran tangan Alteir yang satu memegang tengkuk Isse dan menahannya agar Isse tidak bisa mengelak.

"Denger omongan gue nggak?"

Tanpa berpikir panjang Isse menggigit telapak tangan Alteir membuat lelaki itu menggerang dan reflek melepaskan.

"Sakit anj---,"

"Ayo ngomong kasar!" teriak Isse. "Mulut kamu tuh haram tau nggak?!"

"Hah? Apa lo bilang?!"

Dan setelahnya kedua mahkluk itu saling berteriak dan memaki satu sama lain sampai waktu yang tidak bisa ditentukan.

.

(…TBC…)

Holla everyone! Hiatus se-abad bikin beberapa hal jadi berantakan ya:)

Just wanna say sorry for everything guys. Maaf karena menghilang dan datang dengan alur yang mulai berantakan. Tapii mkasii bnyak karena ternyata Alteir Darkside masih jadi primadona dan terus berkembang walau agak sepi log komentarnya huhu.

Kaliann yang suka rela ayo bantu votement dongg! Dapet pahala jaminn!

See you guys </3!


#08Augst2022
#GrifinnestX!

Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

6M 334K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
320K 19.1K 36
JANGAN LUPA FOLLOW... *** *Gue gak seikhlas itu, Gue cuma belajar menerima sesuatu yang gak bisa gue ubah* Ini gue, Antariksa Putra Clovis. Pemimpin...
7M 296K 60
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
1.1M 45.4K 51
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...