TIGA BELAS JIWA

By slsdlnrfzrh

1.3M 188K 70.7K

Cerita ini adalah penggalan kehidupan dari tiga belas jiwa yang bekerja di rumah sakit jiwa. Kalian akan mene... More

Tiga Belas Jiwa
[SC] Raga
[JH] Johan
[JS] Joshua
[WJH] Arel
[KSY] Catra
[JWW] Dipta
[WZ] Khrisna
[DK] Arthur
[KMG] Pram
[XMH] Mada
[BSK] Gatra
[VN] Vernon
[DN] Dino
1.1 Raga
1.2 Johan
1.3 Joshua
1.4 Arel
1.5 Catra
1.6 Dipta
1.7 Khrisna
1.8 Arthur
1.9 Pram
1.10 Mada
1.11 Gatra
1.12 Vernon
1.13 Dino
2.1 Raga
2.2 Johan
2.3 Joshua
2.4 Arel
2.5 Catra
2.6 Dipta
2.7 Khrisna
2.8 Arthur
2.9 Pram
2.10 Mada
[Special Part] Manjiw Squad Girls
2.11 Gatra
2.12 Vernon
2.13 Dino
3.1 Raga
3.2 Johan
3.3 Joshua
3.4 Arel
3.5 Catra
3.6 Dipta
3.7 Khrisna
3.8 Arthur
3.9 Pram
3.10 Mada
3.11 Gatra
3.12 Vernon
3.13 Dino
4.1 Raga
4.2 Johan
4.3 Joshua
4.4 Arel
4.5 Catra
4.7 Khrisna
4.8 Arthur
4.9 Pram
4.10 Mada
4.11 Gatra
4.12 Vernon
4.13 Dino

4.6 Dipta

11.2K 2.1K 450
By slsdlnrfzrh

Dipta

Manusia itu selalu punya standar bahagia yang ingin mereka capai. Meski tidak pernah melakukan survey sebelumnya, namun hanya dari gambaran kasar saja gue sangat yakin bahwa 70% manusia di dunia menginginkan hidup yang cukup secara materiil untuk bisa bahagia. Sementara 30% lagi ingin hidup yang biasa-biasa saja karena telah tahu gimana capeknya menjadi bagian dari si 70% tersebut.

Kaya nggak berarti bahagia, punya keluarga yang lengkap juga belum berarti bahagia. Beberapa orang malah memimpikan kesederhanaan, hidup apa adanya supaya bisa menikmati apa yang mereka panggil sebagai ketenangan. Setidaknya, hal itulah yang bisa gue simpulkan setelah mempelajari orang-orang yang ada di sekeliling gue.

Kalau gue terlahir sebagai orang yang suka mengeluh, mungkin gue akan jadi satu-satunya orang yang berteriak paling kencang karena merasa dijahati oleh semesta. Sepertinya gue pernah bilang, bahwa hal yang paling gue benci di dunia ini adalah kehilangan. Apalagi, gue sudah dua kali ditinggalkan. Namun alih-alih mengeluh dan mengasihani diri, gue lebih suka menjaga apa yang saat ini gue punya supaya gue bisa mengurangi resiko dari si kehilangan.

Lagi, gue selalu percaya bahwa ketika gue kehilangan satu orang, maka gue akan bertemu dengan banyak sekali orang yang akan menjadi penguat dan penyembuh dari luka yang gue dapat. Ada atau gak ada, hidup harus terus berjalan. Dan gue juga selalu terngiang oleh satu perkataan; bahwa apa yang telah diambil Tuhan tidak mungkin untuk dikembalikan.

Kuncinya? Ikhlas, hanya ikhlas.

Itu aja.

Gue juga percaya, saat kita jatuh dan terpuruk oleh keadaan, akan selalu ada orang-orang yang bisa membantu kita untuk bangkit dan kembali bangun. Akan ada tangan-tangan yang terulur untuk memberikan bantuan dan harapan, dan akan ada tangan-tangan yang akan membantu kita untuk bisa berjalan seperti sedia kala walau tanpa ada lagi mereka yang sudah pulang.

Dan gue punya orang-orang itu, gue punya tangan-tangan itu. Malah gue gak pernah menyangka bahwa kita akan berprogress bersama-sama. Gue tidak menduga bahwa gue akan sembuh oleh bantuan mereka. Dan lagi, gue juga punya dia. Dia yang gue tebak hanya akan datang sebentar namun ternyata malah tinggal untuk menetap.

"Pi, ini Freya."

Gue nggak tau alasan apa yang membuat gue datang ke pemakaman pahlawan ini selain karena gue merindukan Papi. Mungkin ada alasan lain, yang kaitannya dengan janji gue untuk mengenalkan seseorang kepadanya beberapa bulan lalu.

"Dipta mau nikah sama Freya."

Entah kapan tepatnya, tapi gue sudah semantap itu untuk menjadikan Freya istri walau baru sekedar niat di hati.

"Dipta masih akan jaga Mami kok, cuma mungkin ... orang yang harus Dipta jaga nambah satu, Freya." Gue menaburkan kelopak bunga mawar yang gue beli di perjalanan kemari, "Dipta cuma mau kenalin Papi ke Freya, ke calon menantu Papi. Nanti kapan-kapan, Dipta kesini lagi, mungkin sama cucu Papi."

Senyuman gue mengembang, lalu selanjutnya gue menundukkan kepala untuk memanjatkan doa diikuti oleh Freya. Sejak tadi, perempuan itu hanya menatap batu nisan yang bertuliskan nama Papi secara lengkap. Sesekali tangannya menyentuh benda itu, seperti sedang berbicara sesuatu namun hanya lewat rasa.

"Papi, Freya juga bakalan jagain Mami." Dia bersuara, "Freya bakalan ngerawat Mami sama Mas Dipta baik-baik. Papi harus percaya sama Freya, meski juntrungannya begini, Freya baik kok, baik banget sampe mamah Dedeh aja kalah."

Mau jitak kepalanya karena omongan dia nggak nyambung sama sekali tapi malu, soalnya di makam sebelah lagi ada orang ziarah juga.

"Pamit ya, Pi." Gue memegang nisan itu sekali lagi lalu berdiri, selanjutnya menggenggam tangan Freya dan membantu perempuan itu untuk bangkit. Langkah gue terasa berat, pun dengan Freya yang terus menerus menatap makam yang undakan tanahnya ditumbuhi rumput hias.

Sampai tiba di dalam mobil, perempuan itu tetap diam. Akhir-akhir ini dia memang jadi jarang sekali bicara, seringnya narik napas panjang dan menghembuskannya kasar. Gue selalu nunggu dia untuk cerita, tapi kayaknya Freya masih belum mau terbuka sehingga gue cuma bisa ngehibur dia aja.

"Gimana sih, Mas, rasanya ditinggalin ayah?" Tanyanya begitu mobil mulai keluar dari area pemakaman.

"Rasanya ya? Kayak mau ikut mati juga."

Gue nggak hiperbolis, justru gue lagi ngomong soal fakta. Nggak ada satu pun orang yang baik-baik aja saat mereka ditinggalkan, terlebih jika yang meninggalkan merupakan orang-orang tersayang.

"Bokap gue ... kalo misal mati gue harus gimana?"

Kali ini gue benar-benar menjitak kepalanya, "Hus! Kalo ngomong gak boleh sembarangan! Pamali tau."

"Mas, gue beberapa hari ini nangis mulu tau." Nah, sepertinya Freya udah bisa cerita. "Kasian sama Khrisna, kadang nggak pulang, terus pas gue cari ... dia masih ngurusin jabatan sama kerjaan barunya di Yaksa Siaga. Semua gara-gara gue kan mas?"

"Abang lo ikhlas, justru kalau lo mikir gini, abang lo bisa marah." Karena jujur, gue udah gak bisa menanggapi apa-apa soal hubungan kakak beradik ini. Khrisna benar, Freya juga benar. Gak ada yang harus disalahkan karena keduanya benar dalam pilihannya masing-masing.

"Anter gue ketemu bokap, mas."

Laju mobil gue sedikit melambat, "Sekarang? Ke Jakarta?"

"Dia lagi ada di Yaksa Siaga sampe sore, dateng di acara Sertijab Khrisna." Emang resign-nya Khrisna belum disetujui karena masih dua minggu saja dari tanggal pengajuan, tapi sepertinya orangtuanya udah gak sabar buat melimpahkan jabatan baru itu kepada anaknya. Hidup orang kaya itu nggak bisa dimengerti ya, ribet.

"Lo mau ngapain pas ketemu bokap?"

"Minta kerjaan Khrisna dikurangi."

"Terus lo balik lagi ke Scotland? Gitu?" Gue gak rela, Frey, sungguh. Lo udah sembuh sama gue, dan lo gak boleh jadi orang yang bukan diri lo lagi.

"Enggak, anter aja makanya." Setelah menatapnya lama, akhirnya gue cuma bisa menuruti keinginannya. Gue mengarahkan kendaraan ke arah Taman Kopo. Disana ada rumah sakit elit yang bangunannya sekilas mirip hotel bintang lima. Gue kalo dirawat disana kayaknya pulang-pulang harus ngegadein sertifikat rumah saking mahalnya biaya perawatan di RS Yaksa Siaga.

Ketika memasuki area rumah sakit, mobil gue udah minder duluan karena dia tua sendirian. Sementara mobil lain yang parkir paling rendah merk-nya Toyota Alphard, keliatan banget kalau didalam sana lagi ada acara khusus untuk para petinggi gitu. Saat masuk ke lobby, gue nyaris aja ketawa karena ada beberapa banner berisi foto Khrisna dengan nama dan gelar lengkap. Bener kata anak-anak, dia cocok banget jadi politikus atau pejabat kelas tinggi.

"Mas tunggu disini aja, aku nggak lama." Gue diperintahkan duduk di ruang tunggu lobby, sementara perempuan yang cuma pakai kaos dan celana kulot itu masuk kedalam sebuah ruangan sejenis auditorium gitu. Memakan waktu lima belas menit sebelum akhirnya gue kembali melihat Freya datang, ditemani oleh dua lelaki yang dua-duanya tidak terlihat asing.

Satu Khrisna, dan satu lagi adalah ... Ariffin Adhyaksa, ayah mereka.

"Siang pak, saya Dipta."

Dia menerima jabatan tangan gue dengan senang hati, "Ariffin." katanya. "Calon menantu saya, ya?"

Gue tertegun, "Ya?"

"Hahaha, saya tunggu kelanjutannya di rumah. Makasih udah jagain anak saya, saya duluan ya, semoga lain kesempatan kita bisa ngobrol banyak." Lelaki berkacamata itu menepuk pundak gue pelan lalu pergi meninggalkan kita bertiga. Gue melongo, sempat menatap dua bersaudara dihadapan gue yang eskpresi wajahnya ini sangat sulit dijelaskan.

"Gue nyuruh lo kesini? Enggak kan?" Khrisna keliatan emosi sambil melonggarkan dasinya. Gue pengen muji dia keren tapi timingnya sama sekali gak pas. "Diem di rumah, jangan nyentuh urusan ini lagi, Freya."

"Gue takut ngebebanin lo, Khris."

"Lo ... kan gue udah bilang, gue gak apa-apa." Kenapa mereka malah berantem? Tadi didalem pada ngapain? "Sekarang liat, lo malah ditempatin di business development. Sama aja bohong kalo niat lo mau lepas dari beban."

"Kalau lo punya beban, gue juga harus punya biar adik. Gue gak mau lo capek sendirian, Khris."

Gue pikir, Khrisna bakalan ngegas lagi. Tapi sepertinya tebakan gue meleset jauh karena lelaki yang perlahan keliatan tenang itu malah memeluk Freya yang tiba-tiba saja menangis kencang. "Really stupid. Balik lo sama Dipta, gue masih ada kerjaan." katanya seraya melepaskan pelukan itu.

Gue memegang kedua bahu Freya, lalu membawanya pergi setelah melempar pandang dengan Khrisna. Bukannya pulang, gue dan Freya malah duduk lesehan di tangga depan lobby tanpa peduli kalau saat itu banyak orang yang berlalu lalang. Freya masih belum tenang, secara garis besar gue udah paham walau gak tau mereka tadi abis ngomongin apa aja.

"Tau nggak, Frey, hal tersulit itu apa?"

"Apa?"

"Bersyukur." Keningnya sedikit berkerut, "Lo ... udah bersyukur belum karena punya kakak sebaik Khrisna? Lo udah bersyukur belum karena sampai sekarang ayah ibu lo masih ada? Lo udah bersyukur belum ... karena ternyata diri lo masih kuat bertahan sampai sejauh ini?"

"Coba liat mas Dipta, Mas Dipta gak punya siapa-siapa selain Mami. Mas Dipta gak punya kakak yang bisa belain Mas Dipta kalau Mas Dipta kena masalah. Mas Dipta cuma punya diri Mas Dipta aja, dan temen-temen yang meskipun mereka ada, perannya nggak bisa menggantikan kakak ataupun ayah. Sedangkan lo ... lo punya segalanya, Frey. Bukan soal materi, tapi soal hal lain. Kakak lo, ayah ibu lo, dan gue."

Pelajaran baik dari kehilangan adalah; gue bisa menjadi orang yang lebih bersyukur lagi dalam menjalani kehidupan. Meski cuma berdua, gue bersyukur karena gue masih mampu untuk melaluinya. Gue bersyukur punya penyemangat dan penambah kekuatan yang selalu siap memberikannya kapan aja ketika gue membutuhkan. Tapi, sebaik-baiknya penyemangat yang gue miliki sekarang, masih tetap lebih baik kalau mereka masih ada.

"Ngeluh boleh kok Frey sekali-kali, capek juga boleh, bahkan maksain keadaan juga boleh. Tapi kalau lo udah ngerasa gak nyaman di tempat lo lagi, mundur aja, cari nyaman lo yang lain dimana. Tapi ingat, jangan lupa buat selalu bersyukur."

Napas gue tercekat selama beberapa saat, "Meski mereka jahat, syukuri aja. Meski hidup lo berat, syukuri juga. Sampe sini udah paham?"

Dia mengangguk pelan, "Paham, gue paham maksud lo." katanya. "Makasih mas, ini pilihan gue. Sesuai kata lo, meski mereka jahat, meski ini berat, gue mau jalani aja. Setidaknya ... sekarang gue ada disini, deket sama lo, sama Khrisna juga. Walau nggak nyaman, gue ngerasa aman."

Karena gue tau, lo bukan orang plin-plan yang mudah digoyahkan pikirannya. Sekali lo memutuskan, maka saat itu juga akan lo lakukan. Kalau ini memang pilihan lo buat balik lagi jadi bagian dari Adhyaksa Corporate, gak apa-apa, toh tugas gue cuma mendukung dan memastikan kalau lo akan baik-baik aja.

Benar kan kata gue?

Bahagia itu soal kesederhanaan, bukan soal 'keberadaan'.

Bahagia itu soal tawa lepas, bukan soal tawa palsu yang dibuat-buat untuk pencitraan.

Kalau disuruh memilih dua versi bahagia, gue pasti akan memilih versi dimana gue bisa ngetawain kegoblokan satu sama lain dide.pan warkop dekat Rumah Sakit Jiwa. Mereka sudah cukup mendefinisikan betapa sederhananya kata bahagia. Meski mungkin di dunia ini gue udah gak punya siapa-siapa, gue masih punya mereka. Mereka yang gak pernah ragu bikin diri sendiri malu hanya untuk mengusir segala rasa pilu.

Dan lo, Frey, lo juga adalah bahagia gue yang sederhana. Pengisi hampa ketika gue baru saja kehilangan separuh dari nyawa. Dan gue bersyukur, gue bersyukur karena masih diizinkan Tuhan untuk bertemu dengan orang-orang seperti kalian semua. Kalian adalah jiwa-jiwa luar biasa, jiwa-jiwa yang membuat gue percaya bahwa dunia ini selalu berjalan dengan seadil-adilnya.

✡️✡️✡️

Short letter from: dr. Dipta

Halo,

Teruntuk Mami, makasih ya udah mau kuat dan ikhlas dengan kepergian Papi. Makasih masih mau ngurusin Dipta yang udah tua tapi makan selalu pengen disuapin. Setakut itu Dipta bust kehilangan Mami sampe Dipta mau, hari-hari Dipta dan Mami itu punya kesan yang berharga.

Kalian yang pernah ditinggalkan, semoga selalu kuat dan bisa perlahan mengikhlaskan- entah bagi yang ditinggalkan oleh pacar, oleh teman, orang tua, atau orang-orang tersayang ke pangkuan Tuhan. Semangat selalu ya, nangis boleh, sedih boleh, rindu boleh, tapi jangan berlarut-larut karena harus selalu kalian tau bahwa mereka nggak akan bisa balik lagi.

Manjiw Squad, makasih udah nemenin gue berprogress. Makasih udah jadi support system paling depan saat gue terpuruk dulu. Semoga kita bisa bareng-bareng terus dan bisa saling nyembuhin diri masing-masing dari setiap luka atau masalah yang kita punya. Pokoknya era moregetda I love y'all buat kalian.

Dan Freya ... thanks for being a strong woman. Gue tau lo gak seegois itu, dan gue selalu bangga sama apa yang lo pilih sekarang. Tungguin gue buat nemuin bokap lo ya, biar bisa minta restu untuk nikahin anak cewek satu-satunya ini.

Kayaknya udah kepanjangan, sekian pesan singkat dari gue, jangan lupa bersyukur ya semuanya😉

✡️✡️✡️

Dadah Dipta~

Continue Reading

You'll Also Like

208K 39.4K 35
[ㅎㅈㅅ #BOOK2] hubungan jisung dan lina belum berakhir sebelum ada sesi baku hantamnya. sequel book from 'HAN JISUNG'. #41 in shortstory p.s: harsh wo...
267K 21.1K 100
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
141K 25K 64
Lautan, satu kata yang memiliki arti berbeda di diri setiap orang. Ada yang mencintai bentangan perairan biru bernama lautan itu dengan tulus dan ikh...
18K 4K 22
🕊 la confianza series : jisung jiheon🕊 awalnya jisung penasaran gara-gara renjun ke la confianza, tapi malah jatuh hati sama tetangga. 'la confianz...