ZuNaya (InsyaAllah, Cinta ini...

De zerry_izka

113K 11.8K 1.6K

[CERITA KE 1] 🔥kategori : baper stadium akhir🔥 Naya's scene : - Lo orangnya ribet ya Zu! Ngomong irit. Otak... Mai multe

PROLOG
Keping 1 : Payung Warna-Warni
Keping 2 : Tamu Ibu
Keping 3 : Bolehkah Aku Bicara?
Keping 4 : Demi Ibu
Keping 5 : Buket Mawar
Keping 6 : Sebelum Berjumpa Telah Bersua
Keping 7 : Hari Sakral
Keping 8 : Aturan Naya
Keping 9 : Sakit Perut
Keping 10 : Dia
Keping 11 : Teleponan
Keping 12 : Chattingan
Keping 13 : Urusan 'Kita'
Keping 14 : NaRaya? ZuNabeKA?
Keping 15 : Jatuh Hati
Keping 16 : Setengah Setengah
Keping 17 : Mempertemukan
Keping 18 : Dia Istriku
Keping 19 : Dia Suami Gue
Keping 20 : Kamu Tak Salah
Keping 21 : Hanya Tidak Ikhlas
Keping 22 : Batal Bohong
Keping 23 : Embun Rumput di Pagi Hari
Keping 24 : Jangan Senyum!
Keping 25 : Udah Sold Out
Keping 26 : Satu-satunya
Keping 27 : Sudah Di-ikrar
Keping 28 : Ustad Gue
Keping 29 : Sapu Tangan Berharga
Keping 30 : Kok Jadi Gini?
Keping 31 : Bucin Mah Gitu
Keping 32 : Muhammad Hafizzul Akbar!
Keping 33 : Menjemput Permaisuri
Keping 34 : Jangan Lagi Salah Paham
Keping 35 : Jadi Istriku, Nay!
Keping 36 : I Love You More
Keping 37 : Naya K.O.
Keping 38 : Awkward, Always Awkward
Keping 39 : Penjajakan
Keping 40 : Janji Sang Suami
Keping 41 : Tamu untuk Izzu
Keping 42 : Jadi, Poligami?
Keping 43 : Pacaran 'Kita'?
Keping 44 : My First...
Keping 45 : Butuh Perhatian
Keping 46 : True Feeling
Keping 47 : Bahuku Milikmu
Keping 48 : Selalu Untukmu
Keping 49 : Hiburan Nista
Keping 50 : Hukuman Naya
Keping 51 : Tamu Tak Disangka
Keping 52 : Antar Lelaki
Keping 53 : Rahasia Kecil
Keping 54 : Malam yang Panjang
Keping 56 : Permainan Langit
Keping 57 : Jadi...?
Keping 57.5 : (Bonus) Setelah Jadi... Lalu Apa?
Keping 58 : Cintai Cinta Karena Sang Maha Cinta
Keping 59 : Tanpa Tapi
Keping 60 : No Kaleng-kaleng
Keping 61 : Naya itu Tangguh
Keping 62 : Jangan Pernah Tinggalin Gue, Tad
Keping 63 : Istriku Itu....
Keping 64 : Pertanyaan Kong Icuy
Keping 65 : Penanaman Saham
Keping 66 : Permintaan Naya
Keping 67 : Izzu itu Edisi Khusus
Keping 68 : InsyaAllah, Cinta ini Lillah
PENASARAN INI APA???
BUKA AJA DULU
Hawa2 Sequel

Keping 55 : Amplop Hijau

1.4K 147 37
De zerry_izka

(Make You Mine, PUBLIC)

Put your hand in mine

You know that I want to be with You all the time

You know that I won't stop until I make You mine

You know that I won't stop until I make You mine

Until I make You mine

-yang tau lagunya bole nyanyi dulooo-

happy reading

..................

Kedua makhluk kikuk itu masih tertawa sambil berhadapan. Saling tatap, saling menekan jauh-jauh rasa tak nyaman yang menguar. Di atas ranjang yang sama, diantara bisingnya detak jantung.

"Tad..." Naya mengakhiri tawanya dan memanggil si tampan yang juga sedang tertawa di depannya.

"Mn..." Izzu merespon cepat. Menghentikan tawanya seketika.

"Makasih ya." Naya tersenyum pada Izzu.

"Hanya makasih saja?" Izzu membalas senyum pada Naya.

Naya menautkan dua alisnya, merasa takut terjebak dengan kata-katanya jika tak hati-hati dalam merespon kalimat Izzu barusan. "Kok nggak nanya makasihnya buat apa?"

"Nggak perlu." Izzu berdecak pelan, "palingan kamu nanti bilang makasih buat semuanya, atau makasih udah jadi ustad gue, atau makasih udah nguatin gue, atau makasih udah nemenin gue, atau makasih udah nggak ribut sama Ray. Ya 'kan?"

Naya tertawa, Izzu ternyata sudah bisa berspekulasi. "Nggak, Tad. Udah sok nebak, salah lagi."

"Haaa?..." Izzu membelalak, "jadi?"

"Penasaran juga lo jadinya 'kan?" Naya merasa di atas awan, mengungguli Izzu.

"Kalau bukan untuk hal-hal yang aku sebutkan tadi, lalu makasihnya untuk apa?" Izzu akhirnya benar-benar penasaran.

Bagaimana mungkin si tampan tak penasaran. Ia merasa bahwa tebakannya sudah tepat sasaran. Jadi, kalau tidak untuk hal-hal yang disebutkannya, lalu untuk apa Naya minta terima kasih?

Naya mengode Izzu dengan jemarinya, mengisyaratkan pada sang ustad untuk lebih mendekat. Setelah memastikan jarak wajah mereka hanya serentangan lengan, Naya membuka suaranya, benar-benar halus dan pelan... "makasih karena selama kita menikah... lo nggak pernah liat gue pake nafsu, lo nggak pernah maksa gue untuk menuhin keinginan lelaki lo, Tad. Padahal kita udah sah dan lo berhak buat nuntut gue. Tapi... lo jaga gue lebih dari apa yang bisa gue bayangin, bahkan lebih dari pada gue jaga diri gue sendiri." Naya menghentikan ucapannya sebentar, menghela napas.

Glup! Izzu tiba-tiba saja merasa merinding dengan ucapan terima kasih Naya barusan. Benar-benar berterima kasih untuk hal ekstrim yang sang ustad tak sangka sebelumnya.

"Tapi selain bilang makasih, gue juga mau minta maaf, Tad." Naya menyambung kalimatnya.

"Bu-buat apa?" Kali ini Izzu bertanya agar tak merinding untuk kedua kalinya.

"Ngadapin gue yang terlalu astaghfirullah ini pasti berat buat lo yang terlalu mashaaallah, Tad." Naya bergumam pelan.

Izzu menggeleng, "jangan bicara yang tidak-tidak, Nay."

"Maaf sekali lagi ya, Tad." Naya masih mengeluarkan apa yang ada dalam kepalanya tanpa ragu.

"Tak ada yang perlu dimaafkan, Nay." Izzu bermaksud hendak memotong apa pun yang akan Naya katakan.

Tapi Naya tak peka, ia tetap mengeluarkan isi kepalanya mentah-mentah, "gue mungkin bukan cewek cantik yang lo harapin. Nggak kayak kebanyakan istri ustad-ustad tampan yang ada di tipi. Gue pendek, nyablak, susah peka, nggak glowing, nggak pernah skincare-an. Pokoknya kentanglah gue, Tad. Jadi, maaf bila pelayanan untuk mata Anda tidak memuaskan, Tuan Izzu."

Izzu menautkan alisnya, beberapa ucapan Naya sama sekali tak dimengertinya, apa lagi kata-kata 'kentang' yang ada di akhir kalimat, Izzu tak tahu sangkut paut antara sayuran dan deskripsi wajah. Sama sekali tidak tahu.

"Ntar kalau ada yang lebih cakep dan lo tertarik, gue bisa apa, Tad?" Naya menyuarakan keburuk-sangkaannya.

"Jika aku mencintaimu karena fisik semata, nanti-nanti mungkin aku bisa meninggalkanmu, Nay. Melakukan apa yang kamu takutan." Izzu berkata sambil mengangkat tangannya dan membelai lembut pucuk kepala Naya, mencoba untuk nyambung dengan kalimat sang dara, "sayangnya, aku tidak mencintaimu karena fisik. Jadi, kemungkinan besar aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Kecuali jika ajalku tiba."

Usai Izzu berucap demikian, Naya langsung memanas. Perutnya seperti dikocok dua kali lipat. "Bisa ae lo, Tad."

"Bisa dong, 'kan suaminya Naya." Izzu membalas manja.

Naya tersenyum malu.

"Jangan lupa doain ibu ya Nay. Ibu selalu menunggu doa yang datang darimu. Mohon pada Allah agar ibu dilapangkan kuburnya. Dijauhkan dari siksa, dan dinaungi rahmat Allah." Izzu mencoba memasukkan nasehatnya pada Naya.

Naya mengangguk patuh.

Mereka jeda sejenak, hening tanpa suara.

Setelah beberapa detik terdiam, Izzu kembali membuka suaranya, "sekarang kamu mau pilih satu atau dua?" Izzu mengganti pembahasan.

Naya tercengang, tak tahu maksud si tampan.

"Pilih, Nay." Izzu memaksa.

"Apa yang gue pilih?" Naya bertanya heran.

"Satu atau dua?" Izzu mengulangi pertanyaannya.

Naya jeda sejenak, takut terjebak. Biasa, Izzu sulit ditebak, asal jawab akan membawanya masuk perangkap si ustad. "Kalau gue nggak milih?"

"Maka aku akan ke ruang tamu, kembali berkumpul dengan Davin dan yang lainnya." Izzu menjawab lembut, tapi kalimatnya sangat mengancam.

Naya memutar bola matanya, terlihat seperti berpikir dan sangat berhati-hati. "Kalau gue pilih satu, apa? Kalau gue pilih dua, apa?"

Izzu tersenyum, Naya sepertinya sudah agak sulit untuk dikelabuhi. Lelaki berwajah teduh itu menatap hangat istrinya, menjawab dalam satu tarikan napas, "kalau kamu pilih satu berarti aku mendekat padamu untuk memelukmu. Dan kalau kamu pilih dua berarti aku akan datang ke sana untuk memelukmu."

Seketika, setelah kalimat Izzu meluncur mulus dari bibirnya, Naya tertawa. Satu atau dua ternyata tak ada beda, lalu si nyablak mengeluarkan pilihan lainnya, "kalau gitu gue milih tiga."

Izzu terkejut, "tidak ada pilihan itu."

"Ada." Naya pantang kalah.

Izzu terheran dan mencoba berpikir, sepertinya Naya balik mengerjainya.

Tapi tanpa perlu menunggu ucapan Izzu keluar, Naya mendekatkan jarak mereka, merengkuh sang ustad, merapatkan tubuh mereka dengan melingkarkan tangannya pada punggung tengah si tampan dan berkata pelan, "tiga...berarti gue yang datang buat meluk lo, Tad."

Izzu mematung. Tubuhnya dapat sambutan hangat tanpa persiapan.

Wajah Naya terbenam persis diceruk leher si tampan. Tercium sudah aroma embun rumput di pagi hari yang sangat menyegarkan. Membantu Naya mengisi ulang kenyamanannya.

Lama dalam kebingungan, akhirnya Izzu mengangkat lengannya dan balik memeluk sang istri. Sambil menahan ribuan batu gunung yang kini tengah bergelundungan dalam pankreasnya.

"Peluklah aku sampai pagi, Nay. Lakukan seperti yang kamu mau, jika itu memang bisa mengobati sedihmu." Izzu berkata pelan di dekat cuping telinga Naya sambil menahan getar dalam suaranya.

Naya tak menjawab dengan suara, hanya rangkulannya yang diperkuatnya pada punggung si ustad sebagai balasan atas kalimat Izzu. Lalu menangis tak bersuara, menahan rasa ditinggalkan, sedih, gembira, luka, debar, gila, dalam waktu yang bersamaan.

Dengan posisi seperti itu, mereka berjuang untuk memejamkan mata. Melepas lelah yang sepanjang siang telah menyiksa. Meski dengan susah payah.

...

Izzu tak memaksa Naya untuk segera kembali ke rumah mereka.

Naya masih tinggal di rumah lamanya bersama Sandra sekitar dua minggu lamanya setelah kepergian Dinar.

Izza dan Mirna sudah balik ke Surabaya dihari ketiga, Izza mesti kuliah soalnya. Sementara Davin langsung pulang ke rumahnya pagi hari setelah hari duka berlalu. Tapi lelaki berhidung bangir itu mengunjungi Naya dan Sandra hampir setiap hari sepulang dari toko bunga.

Dari rumah, hanya Sandra yang ke toko bunga. Tanpa Naya.

Menjadi karyawan sekaligus boss, Sandra menekuni perannya dengan sangat sempurna. Sampai-sampai Davin selalu mati kutu di bawah ancamannya. Bagaimana tidak mati kutu? Sandra selalu bermain dipusaran 'potong gaji' atau 'buat surat pengunduran diri". Tentu saja Davin, ikhlas tak ikhlas harus menuruti boss PLT-nya itu.

Merangkai bunga, menata pot, menggeser kursi, mengelap meja dan kaca, menyapu anak tangga, menyiram tanaman hias di lantai dua, membuang sampah, membetulkan genteng, normalin aliran listrik, gali sumur, ngecor tonggak... lah! Semua Davin lakukan demi tetap bisa bekerja di toko bunga Naya. Bukan, Davin memilih untuk bertahan bukan karena ia malas bekerja dan hanya ingin bekerja yang ringan-ringan saja, tapi karena ia selalu kalah seleksi jika melamar di perusahaan besar Jakarta.

Dihari kedua sebenarnya Izzu sudah langsung mengajar ke pesantren. Hanya saja ia kembali lagi untuk menemani Naya seperti malam sebelumnya sepulang dari pesantren.

Dan dua minggu ini seperti itulah aktivitas Izzu. Berangkat pagi dari rumah Dinar menuju pesantren, pulang dari pesantren singgah ke rumahnya sebentar, dan setelah dari rumahnya menemui Naya kembali di rumah Dinar.

Izzu rajin mengabsen jalanan.

Tapi bagi si ustad itu bukanlah masalah besar. Asal satu hari tetap bisa berjumpa dengan belahan rambutnya, eh jiwanya maksudnya.

Seperti pagi ini pun, Izzu masih melakukan aktivitas yang sama. Sarapan seadanya lalu berangkat meninggalkan Naya menuju pesantren.

Karena ada Sandra di rumah itu, tentu saja Izzu hanya pamit sekenanya. Tak berani unjuk 'kecup' pada Naya di depan Sandra. Menenggang perasaan Sandra yang sudah sangat baik mau menghabiskan umurnya untuk bergabung dikeluarga Naya.

Usai Izzu berangkat, Sandra juga bersiap-siap untuk pergi ke toko bunga. Meninggalkan Naya yang membereskan meja makan dan berbenah rumah sendirian.

Di kamarnya, Sandra bersenandung pelan sambil mencari-cari dalamannya dibagian bawah koper. Saat tangan Sandra meraba-raba liar kopernya, jari telunjuknya menyapa selapis kertas pada bagian dasar koper, dan seketika gadis berambut segi itu teringat akan sesuatu, amplop kertas hijau yang Dinar titip untuk Naya.

Cepat, Sandra menarik amplop hijau itu dan membawanya ke depan wajahnya untuk kemudian tersenyum lebar. Seketika suara Dinar menggema digendang telinga Sandra, "simpan amplop itu, nanti kalau semuanya sudah selesai, kamu bisa kasih ke Naya".

Sandra berdiri, belum jadi menemukan pakaian dalamnya dan segera menyusul Naya ke ruang belakang.

"Kak Nay..." Sandra berteriak kencang.

Naya yang sedang menyusun piring dalam tatakannya terkejut mendengar tiba-tiba Sandra memanggilnya dari belakang, "bisa nggak usah pakai toa kang roti San?" Naya memalingkan wajahnya pada Sandra, "ada apa tereak?"

Sandra mengulurkan amplop hijau yang dipegangnya pada Naya.

"Apa itu?" Naya bertanya heran.

"Ya amploplah, Kak. Masak duda keren." Sandra berceletuk asal.

Patah-patah, sambil mengelap tangannya Naya menerima amplop dari Sandra, "untukku?"

Sandra mengangguk.

"Dari?" Naya bertanya asal-usul amplop hijau yang kini ada ditangannya.

"Ibu." Sandra menjawab singkat.

Seketika wajah Naya berubah menghitam, menatap amplop kertas hijau itu lamat-lamat.

"Ibu nitip sama Sandra buat ngasih ke kakak. Sandra nggak tahu apa, mungkin kakak dapat warisan." Sandra mencoba membangun suasana santai demi melihat wajah Naya yang sudah mulai mendung.

Naya bergetar memegang titipan dari sang bunda.

"Bukanya kapan kakak sanggup aja. Jangan paksa kalau sekarang tak bisa." Sandra mencoba dewasa.

Naya mengangguk lalu melipat amplop hijau itu dan memasukkannya dalam sakunya.

Mereka hening sejenak sebelum akhirnya Naya kembali bersuara, "rencananya aku mau balik buat nemenin Izzu. Kau mau tetap tinggal di rumah ini, San?"

"Tentu saja mau kak. Kalau bukan Sandra, terus siapa yang akan merawat semua bunga ibu? Lagian Sandra udah kerasan tinggal di sini." Sandra menimpali santai.

"Tak apa sendirian? Jika kamu takut, kamu boleh ajak temanmu tinggal bersamamu." Naya memberi solusi.

"Sendiri aja, Kak." Sandra tersenyum manis, "aku harus pastikan agar tak ada orang yang merusak bunga ibu."

"Makasih ya, San. Dan maaf juga, aku harus balik ke tempat Izzu." Naya berkata sambil menunduk.

"Nggak perlu minta maaf, Kak. Kakak emang harus balik sama bang Izzu." Sandra merespon cepat, "oh ya, kakak pulang hari ini?"

Naya mengangguk. "Dan mungkin aku akan pergi siang ini ke sana. Jadi saat kamu pulang kerja nanti, aku sepertinya tidak di rumah lagi."

"Oke, Kak." Sandra mengangguk pelan.

"Aku akan masuk kerja mungkin minggu depan, kalian handle sajalah seperti apa yang kalian mau, asal tidak rugi." Naya mengeluarkan kalimatnya sambil kembali melanjutkan kerjanya yang tergantung tadi.

"Tak masalah kak Nay, boss Sandra binti Lan ini akan mengemban amanah dengan baik." Sandra berkata sambil bercanda, menghibur Naya.

Tentu saja Naya yang mendengarnya tak bisa untuk tak tertawa.

...

Seperti apa yang dikatakannya pada Sandra tadi pagi, siang ini Naya benar-benar pulang ke rumahnya dan Izzu.

Mengemas beberapa barang dan berangkat menggunakan jasa taxi online.

Sesampainya di rumah 'mereka', Naya langsung menuju kamarnya. Tentu saja ia tak perlu bersih-bersih, Izzu selalu pulang ke rumah ini dari pesantren untuk berberes-beres.

Naya menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, lalu menatap kosong langit-langit kamarnya. Mulai sekarang hidup Naya akan berubah total, seutuhnya abdinya hanya untuk Izzu. Dan hanya bisa mengirim doa untuk ayah dan ibunya tanpa bisa bertemu fisik lagi.

Naya menghembuskan napas panjang. Tanpa sadar seketika matanya menangkap kain jendela hijau daun yang goyang karena angin di samping kanannya. Hijau... menyejukkan... rumput... wangi si ustad... hijau... hijau.... namun tiba-tiba saja setelah Naya bergumam seperti itu ia terduduk, ingatannya membawanya pada amplop kertas hijau yang Sandra beri padanya tadi pagi.

Bergegas sang dara mengambil tasnya dan menarik amplop hijau yang ada dalam tas itu.

Naya tak sabaran, ia mencoba siap dengan segala yang akan dilihatnya. Maka, cepat... sang dara membuka amplop kertas itu.

Di dalamnya ada secarik kertas, sepertinya surat.

Dan sebuah foto.

DEG!

Naya mengambil satu-satu. Tapi jantungnya berdegub kencang, menerka-nerka hal-hal yang tak bisa diterkanya membuat tangannya bergetar dan menjatuhkan foto di dalam amplop hijau itu tepat dikaki kanannya.

Naya tak langsung mengambilnya, karena surat yang ada dalam amplop itu telah lebih dulu menyita perhatian sang dara. Naya berniat membaca surat terlebih dahulu untuk kemudian baru melihat foto yang tertelungkup dilantai dekat kakinya itu.

Semoga pilihan Naya tak salah.

Baca surat dulu baru lihat foto.

Atau apakah sebaiknya lihat foto dulu baru baca surat?

Entahlah.

.

.

TBC

18/9/20

-dibuat dengan sepenuh cinta, semoga juga dibaca dengan sepenuh cinta-

IG : @zerryizka

Continuă lectura

O să-ți placă și

166K 5K 42
⚠️ FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA ⚠️ "berawal dari tak sengaja menjadi cinta" ~Ayna Zahra Bagaskara~ "tidak ada yang bisa mengubah takdir Allah" ~Ali Ak...
147K 6.6K 46
WARINGG⚠️ 🚫Plagiat🚫 #plagiat DOSAA‼️ ini cerita seorang gadis berusia 19 tahun yang baik hati sopan santun cantik dan Sholehah yang harus menikah d...
59.6K 4.5K 43
Gimana jadinya kalau orang yang kita cintai jadi kakak ipar atau adik ipar kita? Itu lah yang terjadi pada 5 bersaudara dari keluarga Pratama.. 5 ber...
IMAM PILIHAN AYAH De Aini.SL

Ficțiune generală

219K 9.9K 39
Lelaki yang baik akan mendapatkan wanita yang baik juga. Dapatkah aku di cap sebagai wanita yang baik? Sedangkan aku saja tidak memikirkan kehidupank...