ICE GIRL (HIATUS)

Von nisawlt

160K 11.9K 581

Seorang gadis pindahan yang tiba-tiba datang menggemparkan seluruh warga sekolah SMA Angkasa, karena keanehan... Mehr

0.0
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
🍀CAST🍀
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
PENGUMUMAN!!!
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51

Chapter 6

4.3K 313 3
Von nisawlt

Tindak bullying yang terjadi pada Agatha tadi sore, membuat bi Inah memanggil Dokter pribadi Agatha.

"Keadaan kamu masih kurang stabil, sebaiknya kamu beristirahat yang cukup, dan untuk indra pendengar kamu--pihak rumah sakit sudah kehabisan stok alat pendengar yang seperti punyamu dulu, untuk sementara-- kamu lebih baik membiasakan untuk tidak bergantung pada alat itu," jelas Arina tersenyum tenang, Dokter yang menangani masalah kesehatan Agatha sejak Agatha berusia 12 tahun. Arina pun sudah mengenal Agatha dekat, wanita yang sudah menginjak kepala 3 itu juga sudah menganggap Agatha sebagai anaknya sendiri.

Agatha sendiri juga merasa nyaman jika bersama Arina, namun ia juga tidak boleh terlalu lama bersama Arina , Dokter itu memiliki jadwal sibuk, dan juga sudah memiliki anak seusia nya. Agatha tidak ingin merusak kehidupan Arina dengan keluarganya.

Agatha menghela nafasnya pelan, ia sudah menduga jika stok alat yang bisa membuat pendengarannya serasa normal itu akan kosong. Ia tahu bahwa alat itu juga sulit untuk di cari karena produksinya yang sedikit.

"Kira-kira kapan alat itu ada?" tanya Agatha

"Dokter akan kabari kamu lagi, oh iya Dokter dengar minggu lalu kamu pindah sekolah ya?! Pindah kemana?" tanya Arina dengan senyum khas nya.

"Iya, Agatha pindah ke SM--"

Kalimat Agatha terpotong dengan suara dering ponsel.

"Sebentar ya," Arina pun mengambil ponsel nya dan menjawab panggilannya.

"Ya sus ada apa?" sahut Arina.

"..."

Arina tersenyum lembut pada Agatha "hmm, nanti saya akan kesana,"

Setelah telpon terputus, Arina menoleh "Agatha, Dokter minta ma--"

"Iya Dok, Agatha gapapa kok-- hehe," ucap Agatha memotong ucapan Arina, dengan diakhiri kekehan yang sedikit kikuk.

Sebenarnya Agatha sedikit sedih karena tidak dapat berbincang lama dengan Arina. Jujur saja ia bukan orang yang terbuka, namun setelah mengenal Arina, ia merasa nyaman, dan mulai terbuka. Arina seperti ibu baginya. Arina yang perhatian, lembut, baik dan ramah, membuat Agatha senang karena setidaknya ia merasakan hal yang telah lama ia rindukan dari sosok Mamanya.

Arina pun tergelak karena Agatha memotong ucapannya, namun tak lama ia tersenyum lembut. Ia paham jika Agatha sepertinya masih ingin berbicara dengannya. "Yasudah, Dokter minta maaf ya gak bisa nemenin kamu lebih lama. ada jadwal di RS lain soalnya,"

"Assalamualaikum," salam Arina dengan senyumnya.

Dengan terbata Agatha pun menjawab "W-wa-allai-kkum s-salam," setelah itu Arina keluar dari kamar Agatha setelah mengusap pucuk kepala Agatha lembut. Membuat gadis itu terpaku.

***

Keesokan harinya seperti biasa, gadis bermata cokelat itu bersiap untuk pergi ke Sekolah. Namun yang tak biasa adalah raut wajahnya yang terlihat sedikit gelisah?

Ya, ia gelisah, memikirkan saat sampai di sekolah nanti, ia takut suara keramaian disekolah membuat telinga nya sakit dan menimbulkan efek buruk padanya. Namun perkataan Arina kemarin seolah terngiang di kepala nya "kamu lebih baik membiasakan untuk tidak bergantung pada alat itu,"

Baiklah untuk sementara ia harus terbiasa dengan tidak bergantung pada alat itu. Atau lebih baik kalau selamanya ia tak bergantung dengan alat itu.

.

Sesampainya ia di sekolah, bisik-bisik pun terdengar, jika menurut Agatha itu bukanlah bisikan, melainkan ucapan yang sangat lantang.

"Sumpah ya, gue denger-denger Sarah sama Gavin di skors, gara-gara berduaan di lab Ipa yang udah lama ga di pake itu,"

"Gue dapet kabar, Fiona kemaren kena tabrak lari terus katanya ada yang patah gitu tangannya, gue sih seneng aja karena ga ada mereka otomatis kita bebas,"

"Gue sih b aja soalnya masih ada Gita di sini,"

Agatha pun berjalan tenang meskipun bisik-bisik itu masih terdengar keras di telinganya.

Grep

Saat ia akan masuk ke dalam kelasnya, tiba-tiba seseorang menariknya kedalam kelas dengan kasar.

"Ini semua gara-gara lo, Sarah dan Fiona. Ini semua salah lo, fiona kecelakaan gara-gara dia pake Headset jelek lo. Dan sekarang lo masih berani napakkin kaki lo di sekolah ini?" Bentak seorang gadis berambut sebahu nya itu dengan lengannya menarik kerah seragam Agatha.

Perlakuan Gita pun mengundang banyak orang yang hanya untuk melihatnya saja bukan melerai mereka.

Agatha memejamkan matanya sesaat, untuk meminimalisir rasa sakit di kepalanya ketika suara keras itu masuk ke indra pendengarannya, lalu membuka mata nya menatap Gita dingin.

"Apa! nantangin gue lo!?" ucap Gita menarik kerah seragam Agatha lebih tinggi.

Dengan pelan Agatha menjawab "itu salah temen lo, gue bilang jangan, tapi temen lo bego,"

"Apa lo bilang, bego? Bukannya kebalik ya, oh iya orang bego mana mau ngaku kalau dia bego, persis kayak lo,"

"Wah wah ada apaan nih, dari luar keliatan rame gini ada acara doorprize ya?" Ucap seorang lelaki tinggi, berkulit putih datang bersama teman lelakinya yang bermata sipit.

"Wah gak boleh ada doorprize kalau bukan gue yang ngadain Yo," cetus lelaki dengan mata sipit itu.

"Ngapain lo berdua di sini, ganggu aja. Gue lagi ngasih ni anak pelajaran kimia," kesal Gita.

"Halah kimia pala lo, lo aja bego di kimia segala ngajar. Wah yo, si Gino-- eh maksud gue si Gita ngusir kita nih," ucap lelaki bermata sipit itu.

"Lepasin si cab-- maksud gue si Agatha, biar gue aja yang ngurus dia," ucap Zio yang hampir saja menyebut 'cabul' pada Gita. Entahlah ia tidak mau jika panggilannya terhadap Agatha, terdengar orang lain, dan jika terdengar pun ia yakin Agatha pasti akan di ejek dengan sebutan yang sama pula. Namun Zio tidak mau hal itu terjadi. Ia pun tidak tahu mengapa ia bisa seperti itu. Biasanya ia tidak peduli. Tetapi dengan Agatha-- entahlah ia pun masih memikirkannya.

"Iihh embung teuing, enak aja dia urus--"

Kriinngg!!

Kegiatan mereka pun bubar karena suara bel masuk pun berbunyi.

Gita pun menggeram kesal, "Awas lo, gue belum selesai," ancam Gita lalu pergi.

"Yo---" panggil Aldo sambil menatap Zio dengan menaik-naikan alis.

"Kuy cabut," ucap Zio seakan tahu maksud dari lelaki bermata sipit itu. Mereka berdua pun pergi dari kelas.

Agatha pun beranjak menuju meja nya, sejak tadi ia menahan rasa sakit di telinganya. Ia harus bisa tanpa alat itu.

"Tha, lo gapapa kan?" tanya Ghari, sang ketua kelas Ipa 2 pada Agatha. Yang ditanya pun hanya mengangguk saja.

Bu Retta selaku guru Biologi pun datang ke kelas.

"Seperti biasa ibu akan mengabsen nama kalian dulu--" ucapnya

"--Agatha Mouza?" Saat namanya disebut Agatha pun hanya mengacung kan tangannya. "--oke hadir, Armand Maulono?"

"Maulana bu bukan Maulono," tukas lelaki yang duduk di bangku paling depan.

"Ah sama aja," balas Retta, setelah beberapa saat, nama Verra disebutkan, tak ada yang menyahut sama sekali. Biasanya gadis itu selalu semangat jika di panggil namanya.

"Verra kemana Hani?" Tanya Retta pada sekretaris kelas.

"Oh iya bu saya lupa ngasih suratnya, ini bu. Katanya sih dia ada acara keluarga gitu di Bandung," jelas Hani seraya menyerahkan surat yang dimaksud.

"Oke terimakasih," setelah Retta mengabsen siswa, ia pun kembali berucap "kali ini ibu akan menjelaskan pembentukan tulang,"

Keluarga, mendengar kata itu membuat Agatha iri. Ia ingin seperti temannya yang bisa datang ke acara keluarga atau acara lainnya yang menyangkut keluarga. Sudah 4 tahun setelah kejadian itu, orang tuanya meninggalkannya sendiri di rumahnya.

Wait... dia bilang apa tadi? Teman? Dia bahkan tidak sama sekali ingin memiliki teman. Ia terlalu malas berinteraksi dengan seseorang.

Agatha terlalu larut dalam lamunan nya sampai Retta yang tengah menerangkan materi pun melihat Agatha itu merasa jengkel.

"Ekhem. Agatha!" Panggil Retta membuyarkan lamunan gadis itu.

Gadis itu mendongak.

"Kamu paham dengan materi kali ini?" Tanya Retta dengan tatapan nya yang tajam. Semua atensi pun tertuju pada Agatha. Menunggu jawaban dari gadis itu.

"Ya bu," jawab Agatha yakin.

"Oke kalau kamu paham, silahkan maju kedepan dan jelaskan apa saja yang ibu jelaskan tadi," perintah Retta.

"Mampus lo, di suruh kedepan,"

"Haha, gue gak yakin dia bisa jelasin,"

Huh cibiran lagi. Agatha sudah kebal dengan itu.

"Sssht diam kalian," tegur Retta, membuat mereka bungkam.

"Baik," Agatha pun maju dengan tenang tanpa melihat kesamping. Ia hanya menatap lurus. Ia memang melamun, namun telinganya berfungsi dengan baik dan otaknya menerima apa yang telinganya dengar.

"Bagus, sekarang jelaskan!"

"Osteoklas merupakan sel dengan ukuran yang besar, memiliki inti yang banyak. Osteoklas memiliki fungsi untuk memindahkan matriks, dan membuat rongga untuk membentuk tulang yang baru. Rongga diisi oleh osteoblas atau sel pembentuk tulang yang membentuk osteosit dari arah dalam menuju arah luar. Osteosit ini tersusun secara konsentris sehingga membentuk lapisan- lapisan atau lamela di mana dibagian tengahnya terdapat sistem Haversi--

--Kemudian, di sekeliling sel - sel tulang berisi senyawa protein yang nantinya menjadi matrik tulang. Lalu, penambahan senyawa kapur dan fosfor yang akan menyebabkan tulang menjadi keras,"

Retta dan seisi kelas pun melongo tidak percaya pada Agatha, ia dapat menjelaskan persis dengan apa yang Retta jelaskan.

"Oke cukup Agatha kamu sudah cukup menjelaskannya, sekarang kamu boleh duduk kembali," Agatha pun menurut, ia kembali ke tempat duduknya. "Mana dong tepuk tangannya untuk Agatha,"

Oh tidak, Agatha tidak suka bagian ini.

Prok prok prok

Para siswa siswi pun bertepuk tangan. Agatha tidak menyukai hal ini, suara tepuk tangan itu terlalu keras dan banyak, membuat telinganya berdengung kencang dan sedikit pusing. Ia pun merapatkan tangannya ke telinga. Membuat seisi kelas menatapnya bingung dan ada pula yang menatapnya aneh. Para siswa pun menghentikan tepuk tangan mereka.

"Agatha kamu kenapa?" Tanya Retta mendekati gadis itu.

"Tidak apa, hanya saja... telinga saya sedikit sakit," jawab nya datar, lalu menurunkan tangannya dari telinga.

"Apa perlu ke UKS?"

"Halah bu, palingan boongan," celetuk seorang siswi dengan rambutnya memakai jepitan dan bandana.

"Shut heh diam kamu, orang lagi sakit dikira boong," sahut Retta.

"Nggak saya nggak papa," jelas Agatha meyakinkan.

"Tuh kan bu, cuman boongan dia tuh, dasar Caper, cari perhatian iyuh," celetuk gadis itu lagi.

"Kamu bisa diam tidak! Kalau tidak saya suruh kamu terangkan materi ibu tadi di kelas sebelah!" ancam Retta pada Gadis itu. Gadis itu pun mencibir dengan kepalanya yang menunduk.

"Pfft--" seisi kelas pun menahan tawanya saat melihat Chessie atau gadis dengan bandana di rambutnya itu di ancam oleh Retta, guru yang tidak pernah membedakan siswa dari kasta nya.

Fyi, Chessie Delia Terdwest termasuk keluarga 9 pendonasi terbesar di SMA Angkasa. Ia bukanlah pembully seperti Sarah dkk, namun kesombongan dan lidah seperti ularnya lah yang membuatnya tak disukai para siswa-siswi.

"Yasudah kita lanjutkan materinya," ucap Retta.

***

Kriiiingg!!!

Bel pulang sekolah pun berbunyi. Para siswa pun keluar dari gedung sekolah, terkecuali yang berkegiatan Eskul, atau organisasi sekolah.

Agatha pun keluar dari gerbang, dan berjalan menuju halte bus yang letaknya sedikit jauh dari sekolah. Minggu ini ia harus terbiasa menaiki bus, karena supirnya sedang pulang kampung, katanya sih istrinya lahiran.

Sekarang disinilah ia, halte bus yang lumayan sepi dan sedikit menyeramkan. Hari mulai menggelap dan tak ada satu pun bus yang melintas, membuat gadis itu sedikit takut.

Dari kejauhan ia mendengar suara kikikan dan seorang yang sedang berbicara. Ia pun mulai menduga-duga. Jika ia bersembunyi, bagaimana jika bus datang? Jika ia terlihat oleh orang-orang itu, ia takut jika orang itu orang jahat. Tapi sepertinya pilihan pertama lebih aman. Ya dia akan bersembunyi di belakang halte.

"Ahaha, bagus juga ide lo, kita lanjut nongki di tempat biasa deh," ucap lelaki dengan celana jeans yang kekurangan bahan, alias sobek-sobek.

Agatha yang tengah bersembunyi di belakang halte pun menahan nafasnya. Belakang halte ini sangat berdebu.

"Iyalah gue gitu l--"

Hatciii

"Suara apaan dah," ucap lelaki dengan telinganya tertindik.

"Bentar gue cek,"

"Hati-hati, mayan merinding gue,"

"Ah percaya ama gituan," ucap lelaki dengan celana jeans sobeknya.

Agatha yang tidak bisa menahan nafas lebih lama pun bernafas dan tak sengaja ia bersin. Ia berharap keberuntungan sedang berpihak padanya.

Suara langkah pun terdengar. Agatha pun memejamkan matanya.

"Hey!"

Tbc.

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

283K 16.9K 35
JANGAN LUPA FOLLOW... *** *Gue gak seikhlas itu, Gue cuma belajar menerima sesuatu yang gak bisa gue ubah* Ini gue, Antariksa Putra Clovis. Pemimpin...
3.4M 278K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
My Sexy Neighbor Von F.R

Jugendliteratur

888K 12.9K 26
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
Love Hate Von C I C I

Jugendliteratur

3.1M 218K 38
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...