Afeksi Kaktus

By AnifLaila

279 20 2

Novel ini bercerita tentang seorang perempuan bernama Sarah, penyuka Kaktus. Ia mengalami berbagai masalah da... More

Bab 1 Hujan
Bab 2 Malam
Bab 3 Deretan Buku
Bab 4 Bijak
Bab 5 Betapa Indahnya Dunia
Bab 6 Tujuan
Bab 7 Nasi Biru
Bab 8 Kecantikan Fantasi
Bab 9 Senja & Cerita
Bab 10 Rumah
Bab 11 Malino
Bab 12 Bahagia
Bab 13 Gelap
Bab 14 Pilihan
Bab 15 Pulang
Bab 16 Kaktus
Bab 17 Rumah Berbagi
Bab 18 Putih
Bab 19 Cinta
Bab 21 Cofee Latte

Bab 20 I Love You

7 0 0
By AnifLaila


"Selesai acaranya ini bisa kita ngobrol sebentar Sar" Tanya Kak Irwan setelah acara talk show berakhir.

"Bisa, kenapa Kak?"

Aku merapikan beberapa lembar kertas yang berserakan di meja, beberapa lembarnya adalah curriculum vitae dan rangkaian pertanyaan dari audiens.

Belum sempat Kak Irwan menjawab pertanyaanku, seseorang tetiba datang dan menyapa Kak Irwan.

"Hebat Bro... acaranya berjalan lancar"

"Terima kasih sudah datang..."

Seseorang itu melirik ke arahku. "Jadi dia yang kau maksud, cocok...." ucapnya.

"Iya"

"Jadi kapan tanggalnya?... nanti saya datang."

Kak Irwan terdiam beberapa menit. " Bisa tunggu diluar sebentar Dra... masih ada yang perlu dirapikan sedikit." Ujar kak Irwan mengalihkan.

"Okay Wan, saya tunggu di depan yah"

Aku tak mengerti percakapan antara Kak Irwan dengan sesorang yang pertama kali kutemui, sesuatu hal yang membuat aku bertanya-tanya akan ucapan seseorang itu.

Belum sempat aku bertanya, Kak irwan menjelaskan.

"Sepertinya ada sedikit kesalahpahaman tadi. Itu teman karib saya saat kuliah. Namanya Andra... Saya sering bercerita tentang kamu kepada dia. Mungkin pikirnya kita akan menikah. Tapi bukan itu maksud saya," jelas kak Irwan.

"Lalu apa?."

"Saya bermaksud mengenalkanmu. Andra itu seorang content writing sama seperti kamu, di samping ia juga menjalankan bisnis properti. Kamu perlu banyak belajar dari dia. Ini yang bisa saya lakukan untuk kamu Sar, dibanding pemberian-pemberian yang sering kamu tolak."

"Tak perlu melakukan hal seperti itu Kak."

"Saya punya pertimbangan sendiri Sar... saya tidak ingin kamu susah. Semua harapan kamu, itu yang bisa saya bantu"

"Terima kasih Kak," balasku dengan perasaan sedikit tersentuh.

Aku menghampiri Mas Andra yang tengah menunggu kami di lobi, ia mengajak kami berdua untuk makan siang dan bertukar pikiran di salah satu cafe yang cukup terkenal di kota ini. Sesekali ia menanyakan pengalaman menulisku, beberapa diantaranya hanya tulisan-tulisan ke ilmiahan dan tulisan fiksi. Sekitar setahun kemarin aku mulai tertarik untuk menulis beberapa konten dan menerima jasa sebagai content writer. Tentunya ini pengalaman baru. Dunia penulisan tidak hanya pada content writer, ada juga copy writer yang tentunya lebih ke arah komersil untuk menaikkan penjualan atau membeli suatu produk. Kak Andra paham dengan cara berpikirku, ia sangat responsif dan lebih kreatif dari apa yang aku bayangkan sebelumnya. Sesama pekerja di bidang content writer, ia sangat paham dan terbuka akan ide-ide yang kedengarannya sedikit gila.

"Perbedaan dan keunikan itu perlu untuk bertahan dan menjagkau pasar Sar... tanpa itu kau akan tenggelam," jelasnya sembari menghisap sebatang rokok.

"Kedengarannya begitu retoris....tapi begituah...." Tambahnya.

Aku menyetujui semua hal yang diutarakannya. Tampaknya, semua hal yang ia katakan memang benar. Ia sangat berpengalaman.

"Sarah juga lagi usaha bisnis cafe loh Dra...."

"Serius... dimana?" Tanya Andra

"Agak jauh dari sini Mas... lokasinya juga tidak begitu strategis karena di area perumahan," jawabku setelah memikirkan beberapa panggilan yang terdengar lebih pas untuknya. Aku memanggilnya dengan sebutan Mas. Di samping ia juga pemuda berdarah Jawa, Ia memilih menetap di Makassar.

"Wah... sesekali saya bisa datang ke sana kalo begitu".

"Sering juga tidak apa-apa Mas." Jawabku.

"Asal bayarnya lebih..." sela kak Irwan.

Mas Andra pun tak dapat menahan tawa setelah mendengar ucapan kak Irwan.

Sekitar tiga jam lebih kami menghabiskan waktu untuk berbincang tentang apa pun yang menjadi tren sekarang ini. Dari peluang bisnis, strategi pemasaran, politik, sampai pada kegagalan Mas Andra dalam memeperjuangkan seorang perempuan. Ia begitu terbuka untuk membahasakan hal-hal yang bersifat pribadi dalam hidupnya. Menurutnya ia perlu berbagi kepada orang lain agar mampu belajar dan tak merasakan hal yang sama seperti yang ia rasakan. Di sela obrolan kami, ia menawarkan untuk bekerja sama. Karena aktivitasya yang begitu padat sekarang, ia meminta saya untuk menuliskan beberapa hal-hal unik dari produk bisnisnya. Hal yang tidak terbayangkan sebelumnya, mendapatkan kepercayaan penuh darinya membuat aku sangat beruntung bisa berkenalan. Menjalankan beberapa pekerjaan sekaligus tampaknya akan sangat melelahkan. Tapi bukan berarti tidak bisa. Aku memutuskan untuk menerima tawaran dari Mas Andra. Kak Irwan pun memberi semangat.

"Semoga saja rutinitas tak membunuh keutuhan diri," batinku.

Perbincangan kami pun berakhir, setelah Mas Andra mendapat telepon dari seseorang dan harus berpamitan dengan kami berdua.

Aku memutuskan untuk pulang bersama Kak Irwan, di perjalanan tak banyak hal yang kami obrolkan seperti biasa. Sesekali aku menjawab pertanyaannya dan mengucapkan terima kasih atas semua kebaikannya. Walau rasanya ada perasaan bersalah karena telah menolaknya. Ia begitu tulus. Entah mengapa perasaan itu tidak muncul kepadanya.

"Terima kasih yah Sar..." ketika aku hendak turun dari mobil.

"Harusnya saya yang banyak berterima kasih"

"Tidak apa... Jaga kesehatan kamu." Balasnya.

Aku masuk, dan merebahkan tubuh. Sekarang pukul empat sore. Hari ini aku belum menyempatkan waktu untuk ke cafe membantu Fakhri, Ratih dan yang lainnya. Tubuh butuh istirahat sejenak. Sesudah maghrib, aku berniat untuk untuk menemui mereka.

*****

Beberapa hari terakhir, semenjak cafe resmi dibuka suasananya selalu ramai. Sepertinya pengunjung merasa nyaman dengan suasana sejuk ruangan ini. Promo minuman yang disajikan selalu menjadi incaran pengunjung. Tak menyangka orang-orang akan seantusias ini. Walau menu minumannya hampir sama dengan cafe lain. Tapi rasa selalu menjadi pembeda. Seperti apa yang disampaikan Mas Andra tadi siang keunikan itu sangat penting. Tapi, dunia usaha tidak selamanya berjalan lurus, kadang ada pasang surutnya juga. Kreativitas dan inovasi dari penyajian harus terus di kembangkan, terlebih untuk menyikapi tren pasar.

Aku mengambil alih fungsi promosi dan pelayanan, dari desain produk, pamflet dan brosur-brosur pengiklanan di web dan juga aplikasi. Poin penting dari tugas yang harus diselesaikan, sembari memastikan pembiayaan harus pas. Sementara Fakhri menyiapkan bahan baku dan jumlah stok yang dibutuhkan. Kami berdua bersepakat untuk mendonasikan beberapa persen keuntungan penjualan untuk disalurkan kepada yayasan. Perlahan-lahan mimpiku semakin dekat.

Hanya saja ada beberapa kerjaan yang harus aku selesaikan malam ini. Setiba di cafe aku tak melihat Fakhri. Menghabiskan waktu di ruang belakang adalah pilihanku. Walau sedikit sempit, ruangan ini menjadi ruang kerja yang nyaman. Aziz sengaja meletakkan sekat kaca pada pinggiran meja. Room private yang sangat aku sukai dengan cat dinding berwarna putih. Disamping beberapa tanaman kaktus dan sekulen diatas meja.

Seseorang masuk dan meletakan sebuah bingkisan. Ia membukanya.

"Bagimana?... bugus?"

"Lumayan," jawabku singkat.

"Gambar di bajunya oke belum.?"

Aku mengangguk, "yang desain siapa?," lanjutku.

"Manusia lah masa tanaman."

Aku tak perlu menanggapi ucapan Fakhri lebih jauh. Kadang ia menampilkan hal bodoh dari dalam dirinya. Manusia dengan segala ke random-annya.

"Sar...." Panggilnya.

"Ya...."

Aku tak sedikit pun melihat ke arahnya, fokusku tetap pada susunan kata yang aku tulis di laptop. Ia kemudian duduk tepat di atas meja.

"I Love You..."

"Hah..." jawabku.

Kesadaranku teralih ketika mendengar perkataan Fakhri yang tetiba membuatku terdiam untuk beberapa saat.

"Hah...Hoh....Hah... Hoh...Kalau ada tulisan I Love You di sini keren juga kan Sar..." memperlihakan tulisan yang cocok untuk desain baju yang dibawanya.

"Terserah." Balasku.

"Kenapa Sar...?"

Aku mematikan layar laptop, "Kenapa apanya?...Ratih chat suruh saya ke depan." Ujarku bangkit dari tempat duduk.

****

Ratih melihatku berjalan dengan wajah kebingungan. Ia memerhatikan dari kejauhan ketika aku keluar dari ruang belakang. Sesegera mungkin ia menyiapkan segelas green tea kesukaanku. Aku menghampiri Ratih.

"Kenapa Sar?...." Tanyanya.

Ia menyodorkan segelas green tea.

"Kak Fakhri?," lanjutnya

"Sejak kapan kau memanggilnya kakak?," jawabku kecut.

"Lebih tua toh," bela Ratih. "Ada apa?."

"Akhir-akhir ini sifatnya berubah... lebih aneh dari sebelumnya"

Ratih menyuruhku duduk.

"Berubah?... maksudnya Sar?."

"Tiba-tiba bilang I Love You, ternyata untuk tulisan di desain baju"

Ratih tertawa lepas. "Saya paham!" serunya sembari terus menatapku. "Sarah... Sarah... itu ternyata sebabnya," lanjutnya.

"Kenapa ketawa Tih?."

"Lucu."

"Tau ahh... cerita sama kau malah ketawa."

Ratih mengibaskan lap di hadapanku, "Kau berharapkan..." goda Ratih.

"Berharap apaan?.... jangan pikir yang aneh deh Tih," ucapku membela diri. "Hanya saja... sikapnya tadi bikin buyar konsetrasi saya" Tambahku.

Ratih tertawa, "Sudah ahh... kalo keterusan dengar cerita kau lama-lama saya pipis duluan", ledek Ratih bangkit.

"Jatcin kau Sar..." kembali meledek.

"Jatcin? Tidak bakal," setengah berteriak.

Aku memilih meneguk segelas green tea. Menyikapi semuanya dengan tenang. Memikirkan kembali ucapan Ratih. Apa aku benar-benar berharap Fakhri mengucapkan kalimat seperti itu kepadaku? Mungkin iya, aku berharap. Perasaan lebih jujur untuk mengakui, tapi tak untuk diketahui.

Orang itu kembali muncul di hadapanku, segera duduk. Aku mengalihkan pandangan seolah tak melihatnya. Mengapa ia harus berada di depanku lagi, Pikirku.

"Sarah," tegurnya.

Aku menoleh, "Iya, kenapa?," tetap tenang.

"Apa hal yang tidak kau suka dari diri saya?"

"Kau kenapa? Aneh" jawabku heran.

"Setiap orang punya kekurangan kan Sar, termasuk saya."

"Kenapa malah kau yang sekaku ini... random," aku menghela nafas, "Awalnya saya melihat pribadi yang berbeda dari kau, semua sikapmu. Saya menganngapmu sebagai kakak tapi saya tak mau lagi memanggilmu dengan sebutan itu. Kau sangat mahir memainkan topeng Ri, dan itu bukan masalah. Entah kenapa... saya bisa seakrab ini dengan kau," Terangku.

"Kau orang yang bisa mengerti saya sebagaimana saya memahami diri saya Sar..."

Aku berhenti menyeruput minumanku, "Kau tak perlu menjelaskan apa pun tentang diri kau kepada orang lain Ri, karena..."

"People who love you don't need it, and people who hate you won't believe it." Tebak Fakhri, "itukan yang hendak kau ucapkan."

Aku tersenyum. "Kau bisa juga menebak isi kepalaku," pujiku.

"Tapi belum bisa menebak isi hatimu" Goda Fakhri.

****

Continue Reading

You'll Also Like

480K 39.9K 40
"1000 wanita cantik dapat dikalahkan oleh 1 wanita beruntung." Ishara Zaya Leonard, gadis 20 tahun yang memiliki paras cantik, rambut pirang dan yang...
6.6M 574K 72
|| FiksiRemaja-Spiritual. || Rabelline Maheswari Pradipta. Wanita bar-bar, cuek dan terkadang manja yang terpaksa masuk pesantren sang kakek karena k...
375K 16.5K 70
Azizan dingin dan Alzena cuek. Azizan pintar dan Alzena lemot. Azizan ganteng dan Alzena cantik. Azizan lahir dari keluarga berada dan Alzena dari ke...
383K 21.7K 85
"Manusia saling bertemu bukan karena kebetulan, melainkan karena Allah lah yang mempertemukan." -Rashdan Zayyan Al-Fatih- "Hati yang memang ditakdirk...