Odika✓

Від piyelur

65.1K 10.4K 1.2K

Jaemin sedang menjalani hidup atau hidup yang menjalankannya? ©piyelur, Agustus 2020. Більше

O.0
O.1
O.2
O.3
O.4
O.5
O.6
O.7
O.9
O.10
O.11
O.12
O.13
O.14

O.8

3.4K 660 101
Від piyelur


Sorry for typo(s)



Setelah Jeno menceritakan kecurigaannya selama tiga hari terakhir ini, Jaemin selalu merasakan anxiety ketika berada di luar. Maniknya awas mengamati setiap mobil dan wanita yang dilewati, kedua tangannya bersembunyi di balik celana jeans. Setiap berangkat kerja, ia selalu berjalan kaki supaya bisa menikmati perjalanan lebih leluasa selama setengah jam. Namun, karena kecurigaannya terhadap orang yang mengawasi sampai di depan rumah langsung membuat Jaemin tak berani sendiri. Sekarang, ia lebih memilih berhimpitan dalam bus.


Setiap malam, Jeno selalu memberitahu bahwa mobil itu selalu datang. Namun, Jaemin tak pernah mau melihat, ia masih terlalu takut. Sehingga pemuda Na memilih untuk tidur saat itu juga bahkan Leo dibiarkan untuk satu ranjang dengannya.


"Dasar wanita gila!"



Atensi Jaemin yang sedang berdiri beralih ketika salah satu wanita paruh baya bersuara dari kursi di sampingnya, temannya mencibir juga di sana menanggapi kekesalan beliau.



"Sudah bagus dia di luar negeri saja, eh pulang-pulang mengacaukan sebuah club dengan alasan merindukan suaminya! Dari muda sampai sekarang wanita itu tidak berubah!" wanita itu menoleh ke luar jendela dengan tatapan geram sedangkan temannya mengambil koran yang dibawa oleh wanita tersebut kemudian membacanya, "Lagipula, pasti Jung Jaehyun itu dulu dipaksa menikah dengan wanita gila ini. Kau tidak ingat dulu, saat kita masih bekerja di perusahaan keluarga Cho. Setiap kali mendengar rengekan wanita itu meminta Ayahnya untuk menikah dengan Jaehyun," celotehnya lagi sembari melipat benda kertas tersebut.



Dari posisinya, Jaemin masih bisa melihat berita utama koran tersebut. Hanya sepenggal kalimat bahwa pernikahan Cho Yujin dan Jung Jaehyun diambang kehancuran karena mantan model yang terlihat mabuk di sebuah club malam.



"Tapi sampai sekarang, wanita yang dicintai Jung Jaehyun tidak ada kabarnya."



Sebelum mendengar lebih jelas, Jaemin mendengar tempat pemberhentiannya diteriakkan sehingga dengan berat hati ia harus turun. Namun, satu hal yang berhasil disimpulkan olehnya.



Mungkin, ini yang dimaksud sang Ayah akan segera kembali dengannya? Mereka bercerai?




Untuk doa seperti ini, Jaemin memohon untuk dikabulkan segera.






***




Beberapa hari ini, pertemuan empat sekawan tak sesering dulu. Masalah tugas kuliah membuat mereka harus lebih lama di kampus. Namun, mereka berjanji untuk memenuhi permintaan Mark yang akan mengajak ke taman bermain. Bahkan, Jaemin meminta hari liburnya dimajukan karena merasa jengah dengan keadaan yang dialami, ia membutuhkan pengalihan yaitu bersama dengan para sahabatnya.



Hanya Jeno yang selalu menghubungi untuk bertanya keadaannya, Renjun pun juga menyadari sikap dua sahabat yang terlihat mencurigakan. Setelah menceritakan, pemuda Huang menawarkan tempat tinggalnya untuk Jaemin sementara waktu supaya kondisi lebih aman.



Namun, Jaemin juga tidak mau melibatkan sahabatnya begitu saja. Selama ini mobil yang sering mengunjunginya setiap malam juga tidak melakukan serangan.



"Sudah siap?"


Kepala Jaemin menoleh ketika menyadari bahwa Jeno sudah berada di depan rumahnya, jemari pemuda Na masih mengusak bulu Leo.


"Aku pergi dulu, ya? Leo jaga rumah."


Anjing itu menyalak seraya menggoyangkan ekornga sembari menatap Jaemin di sana.


"Aku masih tidak percaya, seseorang membuang anjing pintar seperti itu," celetuk Jeno dari belakang.


Kemudian mereka keluar dari rumah, tak lupa mengunci pintu. Suara klakson menyambut, mobil range rover berwarna biru sedang menunggu di sana. Terlihat Mark yang menyetir kemudian di sampingnya Donghyuck dan Renjun di bagian belakang.


Tak ingin menunggu lama, Jeno dan Jaemin bergegas menghampiri kemudian naik pada kursi bagian belakang.


Setelah hari panjang kuliah bagi sahabatnya dan pekerjaan serasa tak pernah berhenti, Jaemin akhirnya bisa melepas itu semua dengan melihat senyum mereka.


"Ready?"


"Makan duluuu!"

Kalau Donghyuck tidak dituruti, bisa saja liburan mereka justru hanya mengurus orang yang merajuk.


Maka dari itu, tujuan utama mereka adalah menuju ke Myeongdong. Lokasi yang merupakan tempat bagi anak-anak muda Seoul, ada banyak toko yang tersebar di sana tak lupa pedagang kaki lima yang menjual berbagai jajanan khas mereka. Jeno dan Renjun bertugas mengenalkan makanan-makanan yang terkenal dan paling sering diburu sedangkan Donghyuck dan Jaemin asyik sendiri dengan stand makanan lain.


Ada canda tawa di antara mereka, bahkan tak segan Renjun memberikan komentar lucu pada Mark yang tampak sangat menggemaskan setiap kali melihat sesuatu yang keren.


Wajah Donghyuck mengernyit, tak bisa menahan gelinya menatap ekspresi sang kakak yang tak biasa.


"Dia hanya akting itu!" celetuknya kesal.


"Cemburu ya teman-temanmu menyukaiku?" goda Mark di sana.



Jaemin tertawa melihat interaksi pasangan kakak adik tersebut.


Tak hanya makan, Mark juga mengajak mereka untuk berbelanja. Sebagai ucapan terima kasih karena mereka telah bersedia menemani si sulung Seo tersebut, apapun akan dibelikan olehnya.


"Wah, tidak menyesal aku menerima pertemanan Donghyuck dulu," tutur Renjun dengan senyuman yang lebar sembari menenteng kantong plastik berisikan jaket impiannya.


Selain Renjun, Jeno juga dibelikan sepasang sepatu berwarna hitam dan tampak cocok dipakai olehnya. Itupun juga sudah menjadi keinginannya jika berganti semester dan uang tabungan yang penuh. Namun, Mark datang sebagai malaikat yang dermawan.


"Aku kalau tidak dilarang Jaemin menghamburkan uang juga bisa membelikan kalian," cibir Donghyuck kesal.



"Loh, Jaemin tidak?"


Manik pemuda Na mengerjap ketika merasakan pandangan mereka beralih padanya, ia meneguk salivanya dengan gugup sembari tersenyum canggung.



"A-aku sedang ti-tidak butuh sesuatu, Hyung."


"Tapi sepatumu butuh."


Kepala Jaemin tertunduk ketika melihat sepatu lusuhnya.


"Come on, tadi aku melihat yang cocok untukmu," ajak Mark sembari menarik lengannya yang belum sempat bersuara.


Pada salah satu toko yang sama, mereka memasukinya. Tangan Mark terulur menunjukkan salah satu sepatu berwarna hitam hampir sama mirip dengan Jeno.


"Tadi Jeno berkata, kalau kalian dari kecil selalu dibelikan barang yang sama oleh Ibunya, tapi dia juga tidak mau memaksamu untuk menerima tawaranku. Jadi, aku saja yang turun tangan secara langsung."



Sekali lagi, belum ada kesempatan membuka mulut Mark memasuki toko sepatu tersebut dan meminta ukuran. Hanya sekali coba, benda tersebut sangat pas pada kaki Jaemin. Terasa beda juga untuk sepatu mahal dan murahan baginya.


Sesampainya di kasir, Mark mengeluarkan dompet dan beberapa lembar uang. Manik Jaemin membulat, ia menahan lengan pemuda Seo tersebut sejenak.



"Kartu Hyung terkena limit ya?"



Sebelum menjawab, Mark terkekeh sembari menganggukkan kepala, "Untung masih membawa uang cash."




"Ih, tidak usah, Hyung! Nanti kan masih ke taman bermain," ujar Jaemin sembari meletakkan kembali kantong plastik tersebut di atas meja kasir.



"Hey, its okay! Aku membawa uang lebih, pasti Donghyuck juga."



Percakapan mereka tampaknya menarik perhatian, Jaemin mengatupkan bibir. Akan tetapi, ia tidak lupa mengucapkan terima kasih dan satu kalimat memuji di sana.



"Ka-kalian begitu baik."



Sudut bibir Mark terangkat dan hanya memberikan senyum tipisnya.



**



Tujuan mereka selanjutnya adalah taman bermain yang menjadi alasan berkumpul hari ini. Tak terlalu besar, tetapi kawasan tersebut sangat ramai dikunjungi. Apalagi banyak pohon rindang yang mengelilingi supaya terlihat sejuk meskipun teriknya matahari membara pada kulit.



Kelompok mereka dibagi menjadi tiga.


"HYUNG YANG MENGAJAK KENAPA TIDAK NAIK, HA?!" teriak Donghyuck di sana sembari berkacak pinggang.



Bola mata Mark berotasi malas, tak ingin kalah dan juga menyilangkan kedua tangan di dada, "Tutup mulutmu dan bersenang-senanglah. Aku ingin jalan-jalan sendiri dulu, tidak bakal hilang."



"Hilang saja sana! Masa bodoh!" umpat Donghyuck sembari menarik ketiga sahabatnya.



Tanpa Mark, mereka menikmati beberapa permainan di sana. Dari permainan bumper cars, wahana viking sampai roller coaster. Rasanya bukan lagi seorang remaja yang mengalami masalah hidup dalam pendidikan dan karir, mereka seperti kembali menjadi anak kecil.



Tersenyum, tertawa dan bahagia.


Baru kali ini mereka menghabiskan selain makan bersama, tak ada perbincangan tentang masalah hidup juga. Jaemin tak menyangka bahwa pertemanan mereka akan selama ini, dari yang hanya berdua dengan Jeno kini bertambah kehadiran Renjun dan Donghyuck.



Seperti yang dikatakan Jaemin sebelumnya, mereka saling melengkapi tanpa menuntut.



"Mana lagi orangnya?!" gerutu Donghyuck sembari melihat sekeliling area taman bermain.



Sudah lebih tiga jam mereka mencoba berbagai macam permainan di sana, tenaga yang hilang untuk bersenang-senang kini harus diisi dengan makanan.



"Tadi disuruh hilang, sekarang mencari," sindir Jeno di sampingnya.



"Kalau otakmu tadi ikut terbang bersama angin, kuberitahu ada benda yang namanya ponsel dan kau bisa menghubungi Mark Hyung," papar Renjun sembari menyunggingkan senyum pada sang sahabat.



Pernyataan sarkas kedua temannya itu membuat Jaemin tertawa, apalagi melihat Donghyuck juga mencibir karena kalah telak. Setelahnya, ia mengambil ponsel dari saku jaket kemudian menghubungi sang kakak. Mereka disuruh menyusul ke stand makanan yang lebih dekat dengan pohon-pohon rindang, berjejer penuh meja dan kursi untuk menyantap yang dipesan. Sejuknya angin sore hari membuat suasana lebih nyaman.


Terlihat Mark yang sudah duduk di alas tikar, makanan dari berbagai stand telah berjejer di sana mengundang decak kagum Jeno dan Renjun secara bersamaan. Senyum si sulung Seo terukir sembari menyuruh mereka untuk duduk.



"Saatnya makan, anak-anak!" ajaknya.



"Kau melewatkan permainan yang keren, Hyung!" ujar Jeno yang mengambil posisi duduk di antara Mark dan Jaemin, Donghyuck di sisi lain sang kakak sedangkan Renjun di sampingnya.



Sebelum bercerita, mereka menikmati makanan terlebih dahulu sedangkan Mark yang sedari tadi juga sudah berada di sini lebih memilih untuk mengabadikan momen mereka yang sedang berkumpul.



Hari ini benar-benar begitu menyenangkan, walaupun dalam hati Jaemin merasa tidak nyaman melihat pasangan kakak adik itu mengeluarkan uang yang tak sedikit untuk mereka. Namun, Renjun yang menyadari akan hal itu hanya berbisik, "Lebih baik menerima daripada kita meminta ataupun mengemis, kan?"




Tidak tahu diri juga jika Jaemin menolak terus menerus, apalagi ketika mereka memang memiliki hati yang dermawan. Mereka saling menguntungkan di sini dan juga berbagi kebahagiaan.




"Aku mendengar sejarah dari berdirinya taman bermain ini, Dad memberitahu padaku saat di Vancouver dulu," mulai Mark di sana dan berhasil menarik perhatian dari adik-adiknya. Sorot matanya mengamati setiap permainan satu dengan yang lain, "Taman ini direalisasikan untuk dibangun karena seorang laki-laki yang memiliki impian untuk membuat tempat bermain anaknya."




Decak kagum keluar dari bibir Renjun dan Jeno, mereka menggelengkan kepala karena merasa takjub atas impian sosok Ayah tersebut. Begitupula Jaemin yang hanya mampu tersenyum kecil.




"Pasti anaknya bahagia ya?" celetuk Jeno di sana karena ia juga tidak mengingat momen bersama mendiang sang Ayah.



"Nope," jawaban Mark membuat atensi mereka tertuju pada dirinya, "Pasangan ayah dan anak itu justru tidak pernah ke sini, mereka berpisah. Dad told me and I don't know what that means," ujarnya sembari terkekeh kecil.




"Terkadang, kesibukan orang tua itu tidak bisa dipahami oleh seorang anak karena mereka belum tentu bisa atau akan menjadi orang tua," sambung Renjun seraya menyeruput minumannya.



Kepala Jaemin tertunduk, memorinya kembali pada masa kecil. Samar-samar ia teringat percakapannya dengan sang Ayah.




"Nanti Ayah buatkan taman bermain untuk Nana, ya? Supaya kita bisa bermain sepuasnya di sana dan tidak ada yang melarang Nana lagi."



Tidak semua ucapan diwujudkan dalam tindakan nyata, pada akhirnya ada beberapa yang menjadi harapan semu saja.





***




Tak sampai satu hari mereka menghabiskan waktu bersama karena pukul tujuh malam, sudah kembali ke rumah masing-masing untuk memiliki waktu istirahat lebih banyak mengingat besok masih harus ke kampus ataupun bekerja.




Sebelum sampai di rumah, Jaemin mampir sejenak di petshop untuk membelikan makanan Leo dan juga alas tidur yang nyaman.



Bermain sejenak dengan Leo di ruang tengah membuat mood Jaemin semakin baik. Tertawa dengan hewan menggemaskan yang suka mendusal pada kakinya.



Bahkan ketika mengeluh lelah, Jaemin berbaring di sofa dan diikuti Leo berada di atas tubuhnya. Jemari pemuda Na mengusap lembut bulu putih itu sembari memejamkan mata. Namun, sebelum terlelap terdengar suara ponselnya yang bergetar di atas meja membuat ia terbangun.



Kening Jaemin berkerut ketika melihat nama Jeno tertera di sana, padahal sudah pukul sebelas malam.



"Ya, Jeno?"



"Mobilnya datang lagi, Jaemin."




Tubuhnya tersentak mendengar pernyataan sang sahabat, ia hampir melupakan satu masalah tersebut.



"Aku ingin memastikan sesuatu. Kau ikuti perintahku ya?"



Dengan gugup, Jaemin menjawab, "O-Oke."



"Sekarang, matikan lampu ruang tamu."



Dengan posisi menggendong Leo di sana, Jaemin beranjak dari sofa kemudian menuju ke tangga dan mematikan lampu lantai bawah. Tersisa di lantai atas, ia mengikuti saran Jeno dari balik panggilan.



"Sudah semua? Sekarang masuk ke kamar dan matikan lampunya."



Diturutinya lagi, Jaemin mematikan lampu dan berjalan di sisi jendela kamar sembari mengintip mobil sedan hitam yang berada di depan rumahnya. Kening pemuda Na berkerut ketika melihat mobil tersebut justru pergi.




"Dia selalu pergi ketika lampu kamarmu dimatikan. Seakan memastikan bahwa kau memang akan tidur, tapi sama sekali tidak keluar barang satu sentipun dari mobilnya."











Продовжити читання

Вам також сподобається

961K 78.2K 28
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
92.1K 14K 18
"Mati itu pasti, Jaemin." "Kalau aku belum siap?" "Maka berjuanglah untuk hidup." ©piyelur, 2021
14.6K 2.8K 13
Sebuah kejadian yang seharusnya menjadi suatu hal yang menyenangkan, tapi kesenangan tersebut berubah menjadi rencana untuk bertahan hidup namun satu...
7.8K 475 14
Bagaimana bisa Mark ketua osis yang begitu galak ternyata salah satu anak motor yang sering mengalahkannya di arena dan lebih parah nya jika dia adal...