Odika✓

Per piyelur

65.1K 10.4K 1.2K

Jaemin sedang menjalani hidup atau hidup yang menjalankannya? ©piyelur, Agustus 2020. Més

O.0
O.1
O.2
O.3
O.4
O.6
O.7
O.8
O.9
O.10
O.11
O.12
O.13
O.14

O.5

3.8K 655 54
Per piyelur


Sorry for typo(s)



"Jaemin?"




Sebuah sentuhan pada pipi dirasakan oleh pemuda manis itu, perlahan ia mengerjap dan merasakan kehadiran seseorang di sana. Erangan kecil keluar dari bibir itu seraya meregangkan otot-otot lengan dan leher. Malam tadi, Jaemin memutuskan untuk tidur di sofa ruang tamu.




Maniknya menangkap sosok Jeno yang berdiri di sisi sofa sembari membawa kantong plastik, tatapan pemuda Lee itu tampak khawatir karena pertama kalinya ia melihat Jaemin tertidur selain di kamar tanpa jas kesayangannya.



"Kenapa kau tidur di sini?"



Seulas senyum ditampilkan, Jaemin menyilakan surainya ke belakang kemudian merubah posisinya dan membiarkan Jeno duduk di samping.



"Hanya merenung, mengapa kehidupanku serumit ini?" kekehnya kemudian menoleh pada sang sahabat yang hanya membulatkan mata.



"Kan sudah kubilang, kalau sedang tidak baik-baik saja pintu rumahku tidak pernah dikunci!"



Pernyataan tersebut semakin membuat Jaemin terkekeh, ia menganggukkan kepala karena sangat tahu bahwa masih ada Jeno dan Nyonya Lee yang akan memberikan bahu dengan suka rela. Namun, setelah kenyataan yang diketahuinya kemarin telah membuat pemuda Na itu tersadar.




Maniknya terus mengamati Jeno yang sedang menata beberapa makanan buatan ibunya, harum masakan membuat perut Jaemin meronta di dalam sana.




"Cepat mandi, nanti kuantar ke cafe!"



"Kemarin malam, aku sudah minta izin untuk masuk setengah hari."



Kedua alis Jeno terangkat mendengarnya, terlalu terkejut sampai tangannya refleks menyentuh dahi pemuda Na. Tidak terasa panas ataupun hangat, tetapi ia menyadari raut wajah Jaemin yang begitu berbeda.



"Kau bisa menghubungi Renjun untuk datang ke sini? Dan tolong katakan juga padanya supaya membawa bahan untuk studi kasus yang dikerjakannya,” bibir Jaemin menyunggingkan senyum ketika melihat ekspresi bingung Jeno di sana, "Maaf, aku merepotkan kalian lagi. Tapi kali ini, aku memintanya."




**




Sekitar 30 menit kemudian, Jaemin juga telah membersihkan dirinya dan suasana rumah terdengar begitu ramai ketika ada suara Donghyuck yang menggema kemudian beradu dengan Renjun.




Senyumnya terukir saat menuruni tangga, pemandangan yang chaos tersaji di ruang tamu. Bagaimana Renjun menindih tubuh Donghyuck yang memekik sembari menjauhkan salah satu snack di tangannya.



"Katamu tidak suka?! Sialan, Hyuck!" umpat pemuda mungil itu seraya menepuk pantat sahabatnya berkali-kali.



Ini kedua kali mereka datang ke rumah Jaemin, dulu hanya sekedar duduk di ruang tamu, itupun makan yang disajikan berasal dari rumah Jeno. Namun, mereka juga tidak bertanya untuk menguak informasi yang disembunyikan. Maka dari itu, ia begitu nyaman bersama tiga sahabatnya tersebut.



Kepalanya menggeleng pelan melihat dua pemuda yang beranjak dewasa tidak ingin mengalah hanya karena snack anak kecil.



"Lempar semua, Renjun! Lempar!" sorak Jeno di sana sembari menikmati ramennya.



"Kuhitung sampai tiga kalau tidak berhenti kujewer satu-satu!" seru Jaemin yang sudah berkacak pinggang menatap para sahabatnya.



Kedua pemuda yang bergelung di lantai tadi kini segera mendudukkan diri kemudian menghadap pada meja, tetapi sesekali masih mengejek melalui ekspresi wajah.


Dengan meja berbentuk persegi, mereka duduk saling berhadapan di empat sisi. Sebelum memulai, Jaemin membersihkan sampah dan piring-piring yang kotor. Ketiga sahabatnya juga membantu.



Setelahnya, Renjun mengeluarkan laptop dan beberapa bahan berita yang telah menjadi topik dalam studi kasusnya. Jaemin membuka salah satu laci di sana kemudian kembali dengan membawa sebuah figura kecil di sana.



Tanpa mengulur waktu yang lama, Jaemin meletakkan foto sang ibu dan masa kecilnya di atas meja. Manik Donghyuck dan Renjun membola bersama seraya mengambil benda tersebut untuk dilihat lebih dekat.



Beberapa kali mereka meyakinkan foto tersebut dengan yang ada pada koran.



"Ja-Jaemin?"



Salah satu sudut bibirnya terangkat kecil, Jaemin menatap Donghuck dan Renjun secara bergantian sembari menganggukkan kepala.



"Dia ibuku, sebelum kalian bertanya aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi. Maka dari itu, sudah saatnya aku mengetahui apa yang tidak kuketahui selama ini."



Beberapa saat mereka terdiam, Renjun tampak termenung di sana. Pikirannya berkelana sembari menatap lembar words yang masih diketiknya dengan satu paragraf.



"Ini sulit, Jaemin. Usiamu masih tiga atau empat tahun saat kejadian tersebut, apa kau masih ingat apa yang terjadi sebelumnya?"



Kepalanya menggeleng pelan membuat pemuda Huang menghela napas panjang.



Sebelum melanjutkan, Jaemin mengeluarkan kembali foto yang tadi malam ditemukannya dalam kaleng. Posisi Jeno beralih ke samping Donghyuck dan ketiganya menatap lekat pada lembar foto lawas tersebut.



"Baca pesan di belakangnya."



Jemari Renjun membalikkan foto tersebut.



"Ya Tuhan!" lirih Donghyuck di sana.



Pandangan Jeno juga tampak khawatir menatap Jaemin, tetapi pemuda Na hanya menyunggingkan senyum kecil, "Aku hanya anak dari hasil perselingkuhan mereka, mungkin?" kekehnya.



Tangan Renjun terulur menggenggam jemarinya, tatapan iba ditampilkan tetapi tak bisa mengucap sepatah katapun.



"Tidak usah dipikirkan, aku hanya ingin bercerita. Kalian sudah melakukan terlalu banyak untukku, jadi aku membalasnya mulai dari membuka diri melalui kisahku."



Renjun juga yang pertama kali memeluk dirinya diikuti oleh Donghyuck, pemuda Na tertawa dan menerima afeksi tersebut.



"Lee Jeno!" teriak Donghyuck marah karena tidak ikut memeluk.




Tangan sahabat dari kecilnya itu melambai seraya menggelengkan kepala, "Nanti malam aku juga bisa tidur di sini," jawabnya asal.



"Mentang-mentang rumahnya sebelahan!"



Manik Jaemin mengamati kembali beberapa berita di atas meja, sudut matanya menangkap kembali salah satu topik tentang tewasnya sang dokter yang mengotopsi mendiang ibu. Kening pemuda Na berkerut tiba-tiba, ia melepas pelukan sahabatnya dan mengambil koran tersebut.



Dengan teliti, ia membaca sekali lagi berita di sana dan memperhatikan tanggalnya.




"Kenapa, Jaem?" Jeno bertanya di sana.



Lembar koran tersebut dibentangkan kembali di atas meja, jemari Jaemin menunjuk pada tanggal kecelakaan sang dokter.




"Kecelakaan ini terjadi satu minggu setelah Ibuku meninggal, tapi kenapa aku masih bisa bertemu dengan dokter ini saat usiaku empat tahun? Satu tahun setelah kecelakaan ini," sekali lagi ia menatap foto wanita tersebut.



Dari garis wajah, samar-samar Jaemin mengingatnya. Apalagi beliau selalu tersenyum, tetapi hanya hitungan jari mereka bertemu.



"Kembar?"




Ketiga pasang mata menatap Renjun serentak, pemuda Huang tersebut segera mengetik nama pada pencarian laptop di internet.



"Park Myung Hee," gumamnya seraya membaca hasil pencarian di sana. Keningnya berkerut ketika membuka tutup kembali beberapa website yang ada tetapi tak menemukan yang diinginkan.



"Oh, ini! Renjun!" seru Donghyuck menunjuk pada sebuah artikel paling bawah.




Merasa penasaran, Jeno beralih menuju ke sisi belakang ketiga sahabatnya dan mulai ikut membaca.



"Saudara kembar identik!" semuanya berseru bersama saling memandang.



Hanya itu yang mereka dapatkan, beberapa kali mencari informasi lagi tetapi tampaknya saudara kembar Park Myung Hee memang tidak dipublikasikan.



Di sela pencarian tersebut, tiba-tiba Donghyuck memekik seraya menepuk keningnya sendiri kemudian berdiri.



"Kalian lupa sahabatmu ini putra dari keluarga siapa?!" serunya seraya mengeluarkan ponsel, "Donghyuck Suh to the rescue!"



Beberapa saat mereka menunggu Donghyuck yang menghubungi seseorang, Jaemin bersandar pada bahu Renjun dengan malas. Semua informasi ini masih belum jelas, media benar-benar mempermainkan fakta kematian Ibunya.




"Paman Yutaaa! Hyuck ingin minta tolong!"




Sontak mendengar suara lembut Donghyuck membuat Renjun dan Jeno berakting mual di sana, Jaemin tertawa kecil melihat mereka.



"Tolong cari informasi saudara kembar," tubuhnya membungkuk sembari membaca nama sang dokter, "Park Myung Hee! Semuanya harus lengkap, oke? Hyuck kasih waktu satu hari! Nanti uangnya minta Daddy!" pintanya dengan aegyo.



Di sampingnya, Jaemin semakin tertawa melihat Renjun dan Jeno saling bergidik ngeri dan menutup telinga mereka.



"Manis sekali, Hyuckie!" seru Jaemin sembari menangkup pipinya sendiri di sana, tetapi langsung saja tubuhnya didorong oleh Renjun karena kesal.




Senyum Donghyuck mengembang seraya menyilakan surai cokelat ke belakang, merasa bangga atas otaknya yang cerdas.



"Kita tinggal menunggu, sekarang waktunya makan!"





***



Sorenya, Jaemin mulai bekerja. Keadaan cafe ternyata lebih ramai dari biasanya sehingga ia tidak ada waktu mengecek ponsel untuk melihat apakah Donghyuck sudah berhasil atau belum mendapatkan informasi tersebut.



Namun, ia berharap dan berdoa bahwa semoga Tuhan mempermudahkan. Setidaknya, Jaemin tahu apa yang terjadi pada sang Ibu. Apakah berita-berita yang disebarkan itu benar atau tidak?



Sudah cukup lama ia berpura-pura untuk baik-baik saja sedangkan Jaemin merasa ingin marah.



Apakah kedua orang tuanya juga membangun hubungan terlarang sampai akhirnya dia lahir ke dunia?



Semua masih teka-teki, Jaemin tidan memiliki seseorang untuk ditanyakan. Hatinya semakin hancur ketika Renjun membacakan biografi ibunya di internet. Beliau telah menjadi yatim piatu dari usia 15 tahun dan memiliki dirinya mungkin saat 19 tahun.



Pantas.


Pantas saja dia ditinggalkan karena seharusnya dia memang tidak boleh ada, kan?



Akan tetapi, Jaemin juga tidak mau membenarkan bahwa Ibunya telah merebut suami orang.



Ibunya baik, beliau begitu manis dan tak pernah menyakitinya.



"Eh! Kau pulang, tidak?"



Tubuhnya terlonjak ketika mendapat sentuhan pada bahu, manik Jaemin mengerjap menyadari bahwa dirinya masih memegang kain untuk membersihkan meja sedangkan yang lain sudah selesai.



"Dari tadi kuperhatikan kau tidak fokus, Jaemin. Bahkan sempat salah menaruh pesanan di meja orang," tutur sang atasan yang membuat pemuda Na itu menundukkan kepala.



"Ma-maaf, Tuan."



"Ya sudah, pulang. Istirahat, kemungkinan besok ramai."



Anggukan kepala menjadi jawaban Jaemin, bergegas ia menyelesaikan kemudian mengangkat kursi untuk diletakkan di atasnya.



Setelah selesai, tubuhnya berbalik lalu berjalan menuju ke ruang ganti, ia malas untuk mengganti pakaian sehingga menyampirkan tas langsung kemudian keluar.




Tangan Jaemin merogoh ke dalam tas dan mengambil ponsel. Hembusan napas keluar dari bibir tipisnya karena tidak mendapat notifikasi pesan satupun. Kaki panjangnya berjalan dengan malas menyusuri jalanan yang sudah sepi.




Namun, sesuatu dirasakannya tiba-tiba. Indera pendengar Jaemin menangkap sebuah suara yang berasal dari belakang. Seperti ada yang mengikuti, tetapi langkahnya berbeda membuat pemuda Na curiga.



Untuk memastikan, Jaemin memulai berjalan. Dahinya mengerut ketika mendengar jelas suara langkah kaki tersebut.



Dalam hitungan ketiga dari batin, Jaemin menoleh ke belakang.



"GUK!"


"Oh, Ya Tuhan!" tubuhnya terlonjak ketika anjing kecil menyalak di sana, warnanya yang putih dan sedikit kotor berjalan mengitari Jaemin membuatnya tertawa kecil.




Pemuda Na tidak tahu menahu tentang jenis-jenis anjing, tetapi hewan yang ada di depannya ini begitu menggemaskan karena mengusak pada celananya. Jaemin bersimpuh dan menyentuh bulu putih yang kusam.



"Di mana tuanmu?"



Hewan itu merengek sembari duduk, bahkan Jaemin menyadari bahwa dia tengah sedih. Mungkin ditinggal oleh majikan di jalanan membuat pemuda Na iba.



Sesuatu menarik perhatiannya, jemari Jaemin menyentuh kalung yang ada di leher.



"Leo?"



Lagi, anjing itu seakan menjawab dengan menggonggongi.



"Kau sopan dan saat ditanya kemudian langsung menjawab, ya?"



Respon si putih hanya mengerjapkan mata dan menjulurkan lidah menunggu pertanyaan lain.



"Apa kau ingin pulang bersamaku?"



Manik Jaemin membulat ketika anjing kecil tersebut langsung berdiri dengan meletakkan dua kaki depannya di atas lutut, mengisyaratkan ingin digendong.



Dengan mudah, Jaemin menggendong anjing tersebut yang langsung tenang dalam dekapannya.



"Anjing pintar sepertimu kenapa dibiarkan sendirian, hm? Kalau tidak mau merawat sebaiknya jangan, ya?" gumamannya tersebut membuat Jaemin termangu sejenak, ia menggelengkan kepala karena merasa sedang menyindir nasibnya sendiri.



Setelah beberapa langkah, Jaemin merasakan ponselnya bergetar. Tangannya yang bebas merogoh saku celana dan melihat nama Donghyuck di sana.



Bibir Jaemin menyunggingkan senyum dan menempelkan pipi pada hidung Leo dengan gemas.



"Kau membawa keberuntungan!" ujarnya sembari terkekeh, "Jadi temanku di rumah ya, Leo?"




Lagi, si putih menyalak tanda setuju.











Continua llegint

You'll Also Like

769K 77.8K 54
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
978K 59.4K 35
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
65.2K 6.7K 31
Ketika penggemar mencari informasi hingga ke seluk beluk privasi. Ketika penggemar menginginkan sosok yang dipuja mengingatnya. Ketika penggemar mel...