Under The Kitchen Table [COMP...

De DesyMiladiana

253K 6.9K 341

"Pernikahan. Hubungan paling rumit antara sepasang manusia. Mau berawal dari cinta ataupun tidak, kalau jodoh... Mais

BROKEN KITCHEN
#1 - Exile
#3 - Resolve
VOTE COVER!
SPECIAL ORDER

#2 - Heroine

10.2K 1.6K 76
De DesyMiladiana

It's been me, myself, and why did you go, did you go?

Oh, fuck, I'm lonely

(Lauv ft Anne Marie - Fuck, I'm Lonely)

***

Entah sudah berapa kali Dewi mondar-mandir di ruang tamu. Perasaan wanita itu berkecamuk. Pikiran dia campur aduk. Dokter sedang berada dalam kamar utama, memeriksa Renjana, putri mungilnya yang berumur enam bulan.

Telepon tak terduga Ella, babysitter Renjana, membuat Dewi agak sport jantung. Kalau saja tak ada apa-apa, mungkin dia masih di Bali's Belly karena shift-nya masih tersisa dua jam lagi. Tiba-tiba saja Ella berkata, bahwa Renjana demam tinggi, 38 derajat. Panik. Dia pulang begitu menyelesaikan masakan untuk tamu VIP.

Deringan ponsel menyentak Dewi. Refleks, dia merogoh saku celana. Kening dia berkerut mendapati nama Trana Maheswari di layar. Wanita seumuran dengannya, 28 tahun, adalah sahabat sekaligus wanita yang berbaik hati meminjamkan Vila keluarganya yang di Ubud ini.

Tempat untuk menyepi.

"De ... wi!" teriakan terdengar putus-putus di ujung sana.

"Ran, kenapa?"

"Dewi! Ga—"

Tiba-tiba saja panggilan terputus. Dewi menatap kembali ponsel. Seketika dia merasa bodoh saat mendapati sinyal untuk melakukan panggilan hanya tersisa satu bar. Buru-buru dia ubah koneksi menjadi Wi-Fi.

Vila Sutar ini terletak di atas tebing pegunungan. Di bawah sana ada banyak pemandangan terasering persawahan. Sulit koneksi. Kata Rana, tempat ini memang sengaja dibuat agar sulit menangkap sinyal telepon. Namun, berkat kecanggihan abad 20-an, sekarang Sutar sudah dilengkapi koneksi wifi.

Selagi menunggu, Dewi kembali mencoba menghubungi Rana. Namun, tepukan pada bahunya menghentikan wanita itu menekan tombol hijau.

"Kenapa, La?" tanya Dewi.

Ella, gadis muda berusia 20 tahun itu menunjuk kamar utama. "Bu Dokternya sudah selesai periksa, Bu."

Dewi menaruh ponsel sembarang di meja kopi. Buru-buru dia mengikuti Ella memasuki kamarnya. Seorang dokter wanita tengah berdiri menatapi Renjana yang terlelap di atas tempat tidur.

"Dokter," sapa Dewi.

Dokter yang Dewi ketahui bernama Mala itu menoleh. Tersenyum lembut seraya membereskan peralatan dokternya. "Semuanya baik-baik aja, Bu Dewi. Barusan imunisasi ya?"

"Iya. Kemarin."

"Pantas." Mala terkekeh pelan. "Nggak perlu terlalu dikhawatirkan. Wajar. Biasanya habis imunisasi memang selalu demam, namanya juga reaksi vaksin jinak yang disuntikan ke tubuh."

"Tapi ... imunisasi sebelumnya nggak gini."

"Efek samping setiap vaksin berbeda-beda terhadap setiap orang. Bergantung juga pada daya tahan tubuh sang anak saat lagi diimunisasi." Mala melirik Renjana sekali lagi. "Saya sudah kasih obat penurun panas. Kalau masih demam langsung telepon saya lagi. Ini bajunya minta tolong diganti yang agak tipis dan ... suhu ruangan dijaga ya agar tetap dingin."

Dewi mengangguk patuh. Mendapati Mala sudah siap beranjak, buru-buru dia menuntun wanita tersebut menuju mobilnya.

"Maaf merepotkan, Dokter. Sampai harus jauh-jauh ke sini," ucap Dewi lirih saat sebelum Mala memasuki mobil. "Saya ... berlebihan kayaknya."

Mala menggeleng pelan. Ditepuknya pundak Dewi singkat. "Nggak ada yang berlebihan buat anak, Bu. Wajar. Setiap Ibu kan pasti stress kalau tau anaknya sakit. Maklum kalau semisal tiba-tiba Bu Dewi telepon karena putrinya demam tinggi."

"Terima kasih."

"Nanti kalau sudah anak kedua, ketiga, dan seterusnya pasti sudah mulai paham masalah demam habis imunisasi. Kalau begitu saya tinggal ya."

Anak kedua, ketiga, gimana? Pernikahan gue udah bubar! Namun, Dewi hanya membalas dengan anggukan singkat. Melambaikan tangan mengiringi kepergian Mala keluar dari Vila.

Setelah pintu pagar tertutup, Dewi buru-buru masuk. Berbelok menuju kamarnya. Sudah ada Ella yang tengah duduk di sisi ranjang. Menepuk lembut kaki Renjana sambil bersenandung pelan.

"La, kamu balik ke kamar aja. Biar Renjana sama saya aja."

Tanpa membantah Ella pun beranjak dari tempat tidur dan keluar ruangan. Begitu dia ditinggal berdua dengan Renjana, perlahan Dewi berbaring di sisi anaknya. Wanita itu tersenyum pedih menatap putrinya.

"Mama di sini," bisik Dewi seraya mengusap pipi tembam Renjana. "Mama selalu di sini sama, Ren. Mama ... nggak akan pergi kayak Papa kamu."

Mata Dewi mulai berkaca-kaca. Buru-buru dia menengadah. Menarik napas dalam-dalam agar air mata dia tidak menitik.

Pernikahan dia dengan Pradipa selama setahun ternyata gagal. Ternyata perjodohan tidak selalu berakhir indah seperti di novel-novel romansa yang Dewi baca. Mereka gagal, bahkan saat Renjana masih berumur tujuh bulan dalam kandungan.

Suaminya berkata jujur bahwa dia masih sangat mencintai sang mantan. Dewi pun jujur bahwa dia masih belum mencintai Pradipa. Padahal kehamilan ini adalah rencana mereka untuk menumbuhkan rasa. Namun, cinta itu tak pernah datang.

Dia dan Pradipa sepakat untuk berhenti dari pernikahan yang saling menyakitkan. Mencari kebahagiaan masing-masing. Memutuskan pula untuk menjadi sahabat dan orang tua bagi Renjana.

Tanpa bisa dicegah air mata Dewi menitik. Dia sedih. Bukan karena memikirkan Pradipa. Namun, karena hanya mantan suaminya lah yang sudah bahagia. Sedangkan dia ... belum. Walaupun ada Renjana, Dewi merasa sesuatu ada yang kurang. Dia sendiri dan kesepian.

***

Suara tangisan membuat Dewi terjaga. Buru-buru dia mendudukan diri di ranjang. Tangannya dengan cepat menyentuh kening Renjana. Seketika dia mendesah lega. Demamnya sudah turun.

Dewi segera melirik jam digital di nakas. Pantas saja, sudah sore. Berjam-jam berlalu setelah drama Renjana yang panas hingga memanggil Dokter.

"Kamu lapar ya, Ren?" bisik Dewi.

Segera saja dia membuka beberapa kancing teratas kemeja. Siap untuk menyusui Renjana langsung dari wadahnya. Dewi selalu memastikan putrinya ini sering mendapatkan ASI darinya, bukan dari ASI beku yang selalu dia sediakan apabila bekerja.

Perlahan Dewi beranjak. Berjalan lambat menuju satu sisi ruangan dengan kaca besar. Pemandangan di luar sana adalah perbukitan kecil. Sawah sudah mulai sepi. Karena jika masih pagi, banyak orang di sana. Langit pun juga telah berubah jingga.

"Kamu benar-benar lapar, Ren?" Dewi terkekeh pelan. Menatap putrinya penuh kekaguman.

Cukup lama sekali, akhirnya Renjana kekenyangan. Dalam hitungan detik, putrinya pun terlelap. Hal yang selalu menciptakan senyum Dewi.

Baru saja dia menidurkan kembali Renjana ke ranjang, terdengar suara pintu gerbang terbuka. Kening Dewi berkerut. Merasa tidak memiliki janji dengan seseorang, harusnya tak ada yang menyambangi dia di Sutar. Bahkan hanya orang tuanya dan Rana yang mengetahui keberadaannya di Ubud ini.

Rana? Nama itu muncul saat teringat sahabatnya menelepon tadi.

Dibenarkan tidur Renjana lalu bergegas keluar dari tempat tidur. Menemui sahabatnya dan juga mengambil ponsel yang dia abaikan di meja kopi.

Namun, langkah wanita itu tiba-tiba memelan tatkala menemukan sosok yang berbeda dari dugaannya. Pria itu berdiri membelakangi jendela besar di ruang tamu—serupa dengan yang ada di kamar utama. Badan dia tinggi, tegap, dan berotot. Kedua tangannya dimasukan saku.

Untuk sesaat Dewi kebingungan hingga pria itu berbalik. Memamerkan senyum yang sangat familier. "Dewi?"

"Kak Dewa?" Perhatiannya teralihkan pada rambut Dewa. Terkejut bukan main. "Rambutmu ... cepak."

Dewa terkekeh pelan. Diusapnya rambut yang hanya tersisa beberapa senti. "Ya ... hidup baru, jadi mau cari suasana baru. Makanya potong rambut. Jadi, kenapa kamu di sini?"

"Menyepi. Capek sama kegaduhan dunia," aku Dewi. "Kamu sendiri kenapa di sini dan ... sendirian?"

"Alasan yang sama ... mungkin."

Kecanggungan langsung menyelimuti keduanya. Walaupun sudah saling mengenal sejak kecil, tetapi mereka tak terlalu akrab. Yang Dewi ketahui, selama ini Dewa hanya melihat dia sebagai sahabat Trana. Tidak lebih.

"Rana!" nama itu tiba-tiba meluncur dari mulut Dewi. "Tadi dia telepon dan lupa telepon balik. Aku ... loudspeaker ya, Kak, biar kita bertiga bisa ngobrol bareng."

"Sure."

Buru-buru Dewi menduduki salah satu sofa di ruang tamu. Saat mengambil ponsel di meja kopi, betapa terkejutnya dia mendapati banyak notifikasi di sana. Nama Trana Maheswari mendominasi.

Ponsel dengan mode getar, menjadikan panggilan-panggilan sahabatnya ini tak diketahui. Segera saja Dewi menelepon balik Rana.

"Dewi!" teriakan di ujung sana menyentak Dewi, begitu pula Dewa yang sudah berdiri di seberang meja menatapnya lekat. "Ke mana aja lo?"

"Gue ... sori. Kenapa, Ra?"

"Astaga! Dewi keluar dari Sutar sekarang! Kak Dewa mau nginep di sana! Cabut Dew, cabut! BAHAYA! NANTI LO DIMAKAN ISTRINYA YANG KAYAK NENEK LAMPIR ITU!"

Tawa Dewa dan Dewi membahana sambil beradu pandang sejenak. Karena Rana salah besar. Kakaknya itu seorang diri dan Dewi pun sendirian. Yang ada mereka saling memakan dalam nikmat di kamar.

Seketika Dewi merutuki pemikiran konyol barusan. Walaupun Ubud memiliki keajaiban sendiri, tetapi bermain api dengan suami orang jelas tak ada dalam daftar pelariannya.

***

Surabaya, 23 Agustus 2020

Terima kasih untuk kamu yang sudah baca, komen, dan vote cerita ini ya. Jangan lupa beli novel baruku Lose or Love Her Again di seluruh toko buku Gramedia/toko buku online kesukaan yaaa. Oya, Val(l) For Mars juga jangan lupa haha....

With love,

Desy Miladiana❤️

Continue lendo

Você também vai gostar

ELANG De injia

Diversos

24.5K 953 21
Kehidupan seorang Elang yang akan dihiasi dengan Senja. *** "Kali ini gue egois, buat ga ngelepasin cewek tolol kaya lo" Berbicara kasar sudah menjad...
54.3K 5.1K 46
[COMPLETE] Soal cinta itu tak bisa ditebak, diprediksi dan dihitung dengan rumus manapun. Bisa jadi detik ini kau jatuh cinta, dan detik berikutnya k...
1.2M 183K 45
Sudah cetak. Versi lengkap di KBM app dan Karyakarsa eriskahelmi Ketika Cinta Lewat Depan Rumahmu - Eriska Helmi Sepeninggal ayah kandungnya, Magnol...
False Hope De liarasati

Literatura Feminina

1.2M 82.3K 20
(Tersedia di google playbook) "Karena cowok humoris itu nggak ada serius-serius nya. Udah itu aja." -Radhini Dewantari-