Kacamata Kedua

gitlicious द्वारा

36.3K 7.6K 730

Untuk kalian yang sedang menyambut hari bahagia tanpa mengetahui cerita lain di baliknya, dari kacamata kedua... अधिक

(KK 1) His Wedding
(KK 2) Sorry
(KK 3) Not only me
(KK 4) Concern
(KK 5) The Reason
(KK 6) Last Cry
(KK 7) Apart
(KK 8) Priority
(KK 8) Introduction
(KK 9)
(KK 10) First Love
(KK 11) Losing is painful
(KK 13) Responsibility

(KK 12) Harsh Reality

746 180 27
gitlicious द्वारा

Embun kembali menatap layar ponselnya dengan gamang. Apa gerangan yang terjadi hingga istri Ravindra mengajaknya untuk bertemu?

"Bun? kita udah sampe." Tepukan Akhtar pada bahunya membuat Embun terkejut.

"Eh, iya Mas." Embun segera membuka sabuk pengamannya dan berjalan menyusuri parkiran untuk masuk ke dalam mall.

"Jangan bengong terus, nanti kamu nabrak orang."

Baru saja Akhtar menyelesaikan kalimatnya, apa yang diucapkannya terjadi, Embun menubruk punggung orang lain karena tidak memperhatikan apa yang ada di hadapannya. Pikirannya melayang entah kemana, pesan dari istri Ravindra membuat sesuatu mengganjal hatinya.

Akhtar menarik tangan Embun dan membawa Embun untuk berjalan di sisinya. "Maaf Pak, Bu," ujarnya mewakili Embun. Embun menundukkan kepalanya singkat, sebagai bentuk permintaan maaf, dan hanya bisa pasrah saat Akhtar menggandengnya untuk masuk ke dalam mall.

"Ada apa Bun?" Akhtar kembali bertanya, sedikit bingung akan gelagat Embun yang tiba-tiba berubah.

"Nggak pa-pa kok, Mas." Embun berdusta. Kalimat tidak apa-apa yang diutarakannya justru membuat Akhtar semakin yakin bahwa ada sesuatu yang salah tengah terjadi.

Akhtar menatap Embun penuh telisik, memastikan kembali raut wajah Embun yang terlihat linglung namun masih enggan untuk bercerita.

"Yaudah, kalau begitu tetep di samping ya biar nggak nabrak orang lagi," ujar Akhtar pada akhirnya, kemudian ia menggandeng tangan Embun dan membawa Embun lebih dekat ke sisinya.

"Maaf ya udah buat kamu ikut ke sini, seharusnya Mama nggak maksa kamu buat temenin tadi."

Embun menggelengkan kepalanya. "Nggak kok Mas, aku nggak keberatan untuk nemenin Mas ke sini."

Akhtar memilih untuk tidak bertanya lebih jauh untuk memberikan Embun ruang privasi, mungkin Embun butuh waktu untuk menjelaskan situasinya saat ini pikir Akhtar.

Sepulang dari belanja, Embun digiring oleh orangtuanya untuk berbaur dengan para tamu yang lain dan juga menyicipi hidangan yang disediakan. Sejenak ia melupakan isi pesan dari istri Ravindra itu dan menikmati percakapannya bersama dengan Lidya dengan salah satu bayi berada di pangkuannya.

"Udah luwes kamu pegang bayinya, udah cocok lah jadi ibu," ucap Lidya yang disahuti oleh antusiasme tamu lainnya.

Embun hanya nyegir kuda, memainkan jemari mungil si kembar yang sedang menggenggam erat telunjuknya. "Doain aja Mbak," jawab Embun diplomatis.

"Tapi udah ada calonnya kan?"

Gerakan tangan Embun terhenti, dan mengarahkan pandangan ke kedua orangtuanya, ada gurat kekecewaan yang tersirat di sana, namun Embun mencoba menampik kenyataan itu. "Belum ada Mbak, makanya aku minta doain supaya segera dipertemukan sama jodohnya," jawab Embun sambil menciumi tangan mungil bayi menggemaskan dalam gendongannya.

"Sama Mas Akhtar aja tuh Mbak, Mas Akhtar kan jomblo juga!" sahut Affan yang mengundang berbagai respon dari para tamu undangan.

Embun hanya melontarkan senyum, tak berani merespon lebih jauh candaan yang dilontarkan Affan apalagi untuk melirik ke arah Akhtar.

***

Setelah pertimbangan yang panjang, Embun akhirnya membalas pesan istri Ravindra. Menanyakan ada apa gerangan hingga perempuan itu mengontaknya dan ingin bertemu dengannya.

Nia menjelaskan bahwa ia tidak bisa membahas hal itu melalui chat dan ingin bertemu dengan Embun secara langsung. Ada yang perlu dibahas dari hati ke hati, terangnya.

Embun gamang, akankah pertemuannya dengan istri Ravindra akan membuat keadaannya menjadi lebih baik atau sebaliknya. Sungguh, Embun sudah mulai melupakan sosok Ravindra meski laki-laki itu masih kerap menyambangi instagramnya dan meninggalkan jejak dengan menyukai foto-fotonya yang sudah lampau, Embun sudah tidak peduli lagi.

Namun pesan yang datang terus-menerus dengan nada memohon membuat Embun luluh juga, akhirnya ia memilih untuk mengiyakan ajakan Nia bertemu di salah satu tempat makan di pusat perbelanjaan.

Embun tidak pernah merasa seberat ini dalam melangkah selain saat perjalanannya menuju pelaminan untuk menyelamati Ravindra dan wanita yang akan ditemuinya sekarang. Ia hanya berharap segalanya akan benar-benar selesai setelah ini.

Sesuai petunjuk Embun menuju restoran yang disebut oleh Nia di dalam pesannya, dan mencari nomor meja yang telah dipesan. Meja yang dipilih terletak di sudut restoran hingga tidak banyak orang yang berlalu lalang. Dengan tekad yang bulat untuk melepaskan diri dari belenggu Ravindra dan orang-orang terkait dengannya, Embun melangkahkan kaki ke meja tersebut.

"Mbak Nia?" sapa Embun gugup. Sosok perempuan berbaju merah itu menoleh dan tersenyum kepada Embun.

"Mbak Embun," sapanya sambil mempersilakan Embun untuk duduk. Embun mengangguk mengiyakan

Di luar dugaan, Embun mendapati sosok Nia yang terlihat berantakan di hadapannya. Sangat berlawanan dengan sosok yang ia lihat di pelaminan beberapa bulan yang lalu.

"Silakan diminum Mbak," tawar Nia sembari mendekatkan greentea latte ke arah Embun.

Embun tertegun, bingung dari mana Nia mengetahui minuman kesukaannya.

"Suami saya sering cerita Mbak suka greentea latte," jelas Nia seolah bisa menjawab pertanyaan yang terlukis di wajah Embun.

"Ada keperluan apa Mbak mengajak saya untuk bertemu?" tanya Embun langsung pada inti pembicaraan.

Nia mengulum senyum kemudian mengaduk es coklat miliknya, lalu menyesapnya beberapa teguk. Melihat bekas gigitan yang tertera jelas pada sedotan minuman Nia, membuat Embun yakin bahwa bukan hanya ia yang gugup di sini.

"Saya ingin mengenal Mbak Embun lebih jauh, sosok yang selalu suami saya klaim sebagai teman dekatnya."

Embun merasa campur aduk, entah mengapa ia merasa seperti di medan perang saat ini. Jawaban yang keluar dari bibirnya seolah bisa menjadi detonator yang bisa meledakan bom di antara mereka.

"Apa yang ingin Mbak Nia ketahui dari seorang teman dekat suami Mbak?"

"Sejauh apa hubungan kalian sebelum kami menikah?" tanya Nia dengan suara bergetar.

"Seperti yang Mbak Nia bilang, kami adalah teman dekat," jawab Embun mencoba menegaskan.

Lelehan air mata Nia mendadak runtuh, kemudian ia mengeluarkan sebuah foto yang berisi fotonya dengan Ravindra yang masih terbingkai apik. Foto yang Ravindra taruh di rumah sewa miliknya.

"Saya menemukan ini alih-alih foto pernikahan kami berdua di tempat tinggal suami saya Mbak."

Kemudian Nia juga mengeluarkan ponselnya dan terdapat potret dompet Ravindra di dalamnya yang menyimpan pas foto milik Embun.

"Tiga hari yang lalu saya datang ke Jakarta untuk memberi kejutan kepada suami saya," ujar Nia sembari mengeluarkan sebuah kotak persegi panjang dan menyerahkannya kepada Embun.

Dengan gugup Embun membukanya, sebuah testpack dengan garis dua di dalamnya. Embun menatap Nia tak percaya.

"Ya Mbak, saya sedang mengandung anak Ravindra. Dan kenyataan yang ada membuat saya terpukul. Jadi tolong, jelaskan sebenarnya apa hubungan kalian berdua," pinta Nia parau.

Embun menelan ludah untuk membasahi kerongkongannya yang mendadak kering. "Seperti yang suami Mbak bilang, kami hanya teman dekat."

"Lantas foto-foto ini?" tanya Nia tak mengerti.

"Mbak, jika boleh saya memberi saran, orang yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan ini adalah suami Mbak sendiri. Bukan saya."

"Apa yang terjadi di dalam rumah tangga kalian bukanlah urusan saya. Tapi satu hal yang saya bisa pastikan sama Mbak, bahwa saya tidak akan pernah mengganggu atau pun mengusik orang yang sudah mempunyai pasangan, terlebih seorang istri," tegas Embun.

Embun menoleh ke arah pintu masuk, di mana para pelayan menyapa pengunjung yang baru saja memasuki restoran. Ravindra berada di sana, melangkahkan kaki dengan terburu ke meja yang Embun dan Nia tempati.

"Nia?" tegur Ravindra yang membuat istrinya terkejut. Sementara Embun hanya menatap piring di hadapannya, mencoba mengabaikan kontak mata yang Ravindra berikan.

"Mbak?" tegur Nia kepada Embun.

Embun mengangguk. "Saya yang panggil Vindra ke sini sebagai orang yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Mbak Nia."

Embun pun mulai beranjak dari posisi duduknya. "Saya rasa urusan saya sudah selesai sampai di sini Mbak, jangan lupa dengan kejutannya," ujar Embun dengan senyumannya. "Kalau begitu saya permisi," pamitnya kemudian.

"Embun?" panggil Ravindra yang membuat Embun menghentikan langkah.

"Pulang sama siapa?"

"Calon suami aku Vin," jawab Embun yang membuat Ravindra seketika bungkam.





  

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

1.1M 55.6K 48
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
2.2M 18.9K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
5.2M 282K 55
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
330K 4.6K 10
"Because man and desire can't be separated." 🔞Mature content, harap bijak. Buku ini berisi banyak cerita. Setiap ceritanya terdiri dari 2-4 bab. Hap...