Dear, Imam Ku

By Aifhyma

5.1K 3.1K 1.2K

"Dear, Imam Ku❤ Jika suatu hari nanti kau lah satu-satunya pria yang ku beri julukan itu atas izin Allah, mak... More

Opening ⛅
Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19

Chapter 12

220 132 43
By Aifhyma

"Kadang ada beberapa hal yang tidak ingin kita lihat dan ketahui. Tapi disisi lain, Allah justru menghadirkannya untuk kita temui."
⭐⭐⭐

Di perjalanan kota yang luas dan memanjang, Hafiz sedang mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Ia menurunkan sedikit kaca mobilnya. Membiarkan udara masuk serta merasakan terpaan angin yang mengipas lembut di wajahnya. Dan ia begitu menikmatinya sambil melihat pucuk pepohonan hijau yang menari-nari di perbatasan jalan.

Mobil tersebut di arahkannya menuju Mesjid Istiqlal untuk melaksanakan sholat Ashar disana. Subhanallah, itulah kalimat yang pertama kali terucap di bibirnya saat mendengar seorang muadzin mengumandangkan takbir dengan begitu lantangnya. Hafiz selalu menemukan ketenangan jiwanya saat mendengar suara adzan. Baginya itu adalah pemasok energi baru setelah ia habiskan seharian.

Setelah melaksanakan sholat Ashar, Hafiz kembali melipat hingga lengan tangan kemejanya sambil terus berjalan menuju pintu keluar mesjid. Namun tiba-tiba saja langkahnya terhenti saat pandangannya tertuju pada sekumpulan wanita yang tengah berkutik dengan beberapa Al-Qur'an disana. Mereka terlihat hendak membaca ayat-ayat suci Allah tersebut. Membuat Hafiz tersenyum dan kembali teringat dengan sosok Aisyah yang waktu itu ia temui di musholla panti. Wanita yang melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an dengan begitu merdunya.

Sehingga membuat Hafiz tidak bisa mengendalikan diri saat mengingatnya. Karena setelah pertemuannya dengan Aisyah di panti sore itu, ditambah lagi dengan pertemuannya dan Aisyah di jalan raya Hafiz merasa ada keanehan yang ia sendiri tidak mengerti. Suara Aisyah yang melantunkan surat Al-Hujurat ayat 13 terus saja terngiang-ngiang di telinganya. Dan wajah Aisyah yang bicara dibawah rintik hujan selalu muncul di benaknya. Seringkali ia mengucapkan kalimat istighfar agar hal tersebut dapat di hentikan dan banyak berdzikir selepas sholatnya.

Namun sayang, usahanya itu tidak sepenuhnya berhasil. Kadang ada saatnya ia merasa takut pada Allah, saat menyadari kalau beberapa hal yang terjadi padanya itu tidak wajar. Karena statusnya dan Aisyah bukan muhrim.

Kadang Hafiz merasa kesal dengan apa yang ia alami. Jantung berdebar-debar tak menentu, napas sesak serta ingatan tak karuan, dan perut yang tidak merasa lapar padahal ia ingin sekali makan, serta ada getaran aneh dalam jiwanya sekarang. Tapi jauh di lubuk hatinya yang paling dalam ia merasakan suatu kesejukkan yang dapat menenangkan jiwanya. Serta berhasil membuat ia tersenyum-senyum sendiri saat mengingat sosok wanita itu. Meski kadang Hafiz tidak suka dengan Aisyah yang terlalu banyak bicara, namun kini harus ia akui. Kalau sekarang ia sedang mengagumi wanita itu.

"Mas!"

Hafiz terkejut ada seorang pria paruh baya yang mengenakan pakaian serba putih menepuk pelan bahunya. Refleks Hafiz pun menoleh, "Eh iya Pak Haji, ada apa?" Hafiz bertanya dengan wajah sedikit tegang.

Pria yang kerap disapa dengan sebutan Pak Haji itu tersenyum, sebelum akhirnya ia berkata, "Saya seringkali menemui Mas melaksanakan ibadah sholat disini. Tapi baru kali ini saya melihat ada keanehan pada diri Mas. Apa Mas nya sedang jatuh hati pada salah seorang wanita yang ada disana?" Tanya Pak Haji yang membuat Hafiz mengusap wajahnya. Jika boleh jujur, ia pasti sangat malu sekali saat ini karena ada orang yang mengetahui keanehan yang terjadi pada dirinya itu.

"Tidak Pak Haji. Bahkan saya sendiri juga tidak mengerti dengan apa yang terjadi pada diri saya saat ini," Jawab Hafiz dengan ekspresi bingung.

"Jadi maksud Mas, tidak ada di antara mereka?" Tanya Pak Haji seraya menunjuk pada sekumpulan kaum Hawa dibalik tirai sana. Dan Hafiz pun segera menggeleng. Pak Haji terlihat sedang menghela napasnya kemudian berkata, "Ternyata benar. Seperti yang saya lihat sekarang, Mas sedang jatuh hati pada seorang wanita. Yang mana dia bukan mahram Mas. Maaf kalau yang saya katakan ini salah," Kata Pak Haji dengan tebakkannya.

"Pak Haji tidak sepenuhnya salah. Saya rasa ini hanya perasaan kagum saja,"

"Apa Mas punya alasannya?"

"Iya Pak Haji! Saya mulai mengaguminya saat melantunkan ayat suci Al-Qur'an waktu itu. Dan mungkin sejak itulah saya jadi ambigu begini," Jawab Hafiz seadanya.

"Masyaa Allah.. Apa Mas sering membayangkan wajah kaum Hawa tersebut?" Tanya Pak Haji lagi seraya tersenyum pada Hafiz.

Hafiz menghela napasnya, dengan ragu ia mencoba untuk menjawab jujur pertanyaan dari Pak Haji, "Bukan saya yang ingin membayangkannya Pak Haji! Tapi wajahnya yang selalu muncul di pikiran saya," Jawab Hafiz meyakinkan.

"Apa Mas pernah baca arti dari surat Al Isra ayat 32?"

"Pernah Pak Haji, bahkan saya juga hafal artinya, -Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk-"

Pak Haji semakin memperlebar senyumnya. Karena ia terkagum dengan sosok pemuda yang berdiri gagah di hadapannya saat ini, "Masyaa Allah.. Itu benar sekali, Mas. Zina itu tidak hanya selalu dari hal yang berbentuk, tapi zina itu juga bisa dari hal yang berupa rasa."

Perkataan Pak Haji barusan membuat Hafiz ingin menanggapinya lebih serius lagi, "Jadi maksud Pak Haji, jika perasaan kita berdetak tak menentu saat bayangannya muncul di ingatan kita, apa itu juga bisa disebut zina?" Tanya Hafiz penuh dengan rasa ingin tahunya. Tapi bukannya menjawab, Pak Haji hanya mengangguk dan masih tersenyum.

Hafiz mengusap wajahnya yang frustasi, "Astaghfirullah.. Lalu apa yang bisa saya lakukan sekarang Pak Haji? Saya sangat merasa berdosa sekali. Karena sudah 5 hari ini kejadian aneh itu menimpa saya. Bahkan saya sudah coba mencegahnya dengan cara lebih mendekatkan diri kepada Allah. Saya perbanyak baca Al-Qur'an, dzikir, sholat malam, hingga sholat istikharah. Tapi tetap saja Pak Haji, saya tidak berhasil mengusir bayangannya dari benak saya. Dan suaranya saat membaca ayat tersebut selalu terngiang-ngiang di telinga saya." Kata Hafiz panjang lebar menjelaskan pada Pak Haji dengan raut wajah cemas.

"Masyaa Allah.. Jika usaha Mas begitu sungguh-sungguh, namun bayangannya tidak juga lari dari ingatan Mas, maka sungguh ini adalah bagian dari rencana Allah untuk merubah bayangan tersebut menjadi sosok yang nyata dalam hidup Mas." Jawab Pak Haji dengan wajah seriusnya.

"Mak-maksud Pak Haji?" Tanya Hafiz sedikit gugup dengan wajah tegang nya.

"Rasulullah SAW pernah bersabda: -Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan tidak memberi karena Allah, maka sungguh telah sempurna Imannya- Dan yang Mas lakukan itu adalah dengan cara membencinya karena Mas takut kepada Allah. Tapi bisa saja Allah menginginkan sebaliknya untuk Mas," Jawab Pak Haji berikut dengan penjelasan haditsnya.

"Jadi maksud Pak Haji?"

"Jika hal aneh itu terus terjadi pada Mas, maka tidak ada jalan lain untuk mencegah zina perasaan tersebut. Kecuali Mas harus segera menjadikan sosok pemilik bayangan itu halal bagi Mas," Itulah jawaban Pak Haji yang berupa nasehat dan mampu membuat Hafiz melongo tak percaya dengan solusi yang ia dapat.

Pak Haji tersenyum sambil meletakkan kembali tangan kanannya di atas bahu kiri Hafiz seraya berkata, "Istikharah Mas! Allah Maha Pemberi Petunjuk. Saya permisi dulu. Assalamu'alaikum.." Ucap Pak Haji kemudian beranjak meninggalkan Hafiz yang masih mematung disana.

"Wa'alaikumussalaam.." Jawab Hafiz dengan nada pelan sembari memutar badan dan melirik sosok Pak Haji tadi yang mulai menjauh meninggalkan mesjid.

Dalam mobil Hafiz masih melamun. Suara bacaan Al-Qur'an Aisyah dan nasehat dari Pak Haji tadi bercampuradul bagaikan musik ditelinganya. Pikirannya semakin kacau saat ini. Meskipun ia sendiri tahu kalau yang di sampaikan Pak Haji itu sangat benar. Tapi bagaimana mungkin Hafiz akan menikahi wanita yang sebentar lagi akan menikah dengan pria lain? Apa dia harus memohon pada Rabb-nya di sepertiga malam agar wanita itu tidak jadi menikah? Apalagi wanita itu adalah mahasiswinya sendiri. Seorang mahasiswi yang sejak awal telah mengukir kata --tidak suka-- di pikirannya. Tetapi sekarang malah sebaliknya.

Hafiz menoleh ke belakang saat mendengar nada ringtone handphone nya berbunyi.

--Andra-- itulah nama orang yang kini sedang meneleponnya. Hafiz menormalkan kembali mimik wajahnya sebelum akhirnya ia menggeser panel hijau itu dilayar handphone nya, "Hallo, assalamu'alaikum.." Ucapnya saat mengangkat panggilan telepon tersebut.

"Wa'alaikumussalaam.. Fiz, lo dimana sekarang?"

"Gue masih di Mesjid Istiqlal. Kenapa emangnya, Ndra? Acara pengajian lo berjalan lancar kan?"

"Lancar gimananya, belum juga mulai Fiz!"

"Ooh.. Trus mulainya kapan?"

"Entar malam sehabis sholat Maghrib. Lo harus datang ya! Kan lo satu-satunya saudara gue di dunia ini,"

"Hmm iya, Insyaa Allah gue usahain datang."

"Harus dong, Fiz! Oh iya, gue juga pengen ngasih tau nih. Kalau adik calon istri gue itu namanya Aisyah. Jadi entar lo bisa ketemu dia disana,"

"Apa?"

"Udah dulu ya, Fiz! Gue di panggil nyokap nih, assalamu'alaikum.."

"Hallo! Hallo, Ndra_____"

'Tutt..tuutt..tuuttt..'

Belum selesai Hafiz bicara dan menjawab salamnya, Andra sudah memutus sambungan telepon secara sepihak, yang membuat Hafiz mendengus kesal. Perasaannya jadi penasaran dengan sebuah nama yang disebutkan oleh Andra tadi. Ia kembali teringat dengan sosok Aisyah yang juga memiliki nama yang sama dengan adik perempuan calon istri sahabatnya itu. Apa mungkin dia adalah Aisyah yang sama? Pikirnya.

Tapi ia kembali mengingat soal perkataan Andra yang di mobil waktu itu, kalau calon adik iparnya tidak mengenakan hijab. Jadi Aisyah yang dimaksud Andra itu tidak mungkin Aisyah yang saat ini mengganggu hidupnya.

Sebuah kaca besar tengah menampakkan sosok seorang wanita dengan balutan gamis berwarna putih dan hijab berwarna peach. Membuat kesan penampilannya terlihat indah untuk di pandang. Wanita itu tersenyum dengan kedua bola mata yang berbinar menatap pantulan dirinya di cermin.

"Aisyah.."

Ya, itulah namanya. Nama wanita yang memiliki gigi berlapis dan sedikit lesung pipi di wajahnya itu. Menambah kesan kecantikkan sendiri baginya.

Seorang wanita paruh baya masuk ke kamarnya dan menyebut namanya dengan lembut, hingga ia menoleh, "Iya Bund," Serunya seraya tersenyum pada Bunda Amitha.

"Masyaa Allah.. Putri bungsu Bunda keliatan cantik sekali.. Duh, Bunda jadi tidak tega mau meminta tolong kamu." Ujar Bundanya memuji Aisyah.

"Alhamdulillah.. Bunda juga keliatan seperti bidadari Syurga malam ini," Ucap Aisyah balik memuji Bunda Amitha sembari berjalan menghampirinya, kemudian menggenggam kedua tangannya, "Emangnya Bunda mau Aisyah tolong apa? Katakan aja, Bund! Kan ini bukan acaranya Aisyah. Jadi sudah tugas Aisyah buat bantu-bantu Bunda kan," Tambah Aisyah dengan logat ramahnya.

"Hmm, kamu memang anak yang baik sayang," Ucap Bundanya seraya mencubit gemas pipi Aisyah yang terlihat chubby saat tersenyum.

Aisyah tertawa kecil dengan perasaannya yang cukup bahagia saat ini, "Anaknya siapa dulu dong... Bunda Amitha.. Hehehee," Katanya kembali memuji Bundanya.

"Kamu ini bisa aja, Syah. Ya udah, sekarang kamu bantu-bantu Bunda di dapur ya, soalnya Syifa udah sibuk banget dari tadi sore ngurusin acaranya anak panti. Gak apa-apa kan?"

"No Problem, Bunda.." Jawab Aisyah masih dengan senyum lebarnya.

"Yukk.." Seru Bundanya seraya menggandeng tangan Aisyah keluar kamar. Mereka memang terlihat dekat dan akrab sekali. Apalagi selama ini cuma Aisyah yang selalu ada menemani lara Bundanya. Begitupun sebaliknya, bagi Aisyah sosok Bundanya adalah segalanya. Penyemangat dan tempat bersandar baginya. Oleh karena itu ia tidak akan sanggup kalau melihat Bundanya meneteskan airmata. Apalagi nanti di hari pernikahan kakak perempuannya, Mentari.

Ditangga Aisyah berpapasan dengan Syifa yang terburu-buru naik ke atas. Namun sekilas ia berhenti dan tersenyum melirik Aisyah. Belum sempat Aisyah bicara, tapi Syifa sudah kembali melangkahkan kakinya menuju beberapa anak tangga terakhir.

Acara pengajian Tari memang tidak digelar besar-besaran. Hanya keluarga, kerabat dekat, dan tetangga saja yang di undang untuk menyerukan do'a bersama kepada Allah. Karena ibunya Zeyn berteman dekat dengan bundanya Aisyah, alhasil mereka sekeluarga di undang. Kecuali Kayra yang berhalangan hadir disini. Kehadiran mereka cukup lebih awal di bandingkan tamu-tamu yang lainnya. Karena sebagai teman dekat Bu Laras, Bundanya Zeyn juga ingin membantu temannya terlebih dahulu.

Di ruangan yang cukup besar itu sudah ada beberapa orang yang tengah duduk bersama dengan sebuah benda persegi kecil yang di pegangnya. Bu Laras menghampiri Bunda Amitha. Mereka terlihat sedang bercengkrama dengan akrabnya disana. Sehingga keduanya sama-sama menoleh saat kehadiran sebuah keluarga yang baru saja melangkahkan kaki memasuki ruangan itu.

"Assalamu'alaikum.." Ucap mereka bersamaan yang juga mengenakan pakaian serba putihnya.

Sontak semua orang yang berada didalam ruangan itu menjawab salamnya bersamaan.

"Ayah!" Seru calon pengantin wanita yang berjalan menghampiri seorang pria paruh baya yang disebutnya --Ayah-- itu.

Tari menyalami tangan Ayahnya, kemudian memeluknya erat. Mencurahkan rasa bersalahnya karena pernah membantah perintah dan keinginan dari Ayahnya. Ia sangat bahagia karena di sela-sela kesibukkan Ayahnya yang begitu padat, beliau menyempatkan waktu untuk menghadiri acara pengajian sebelum hari akadnya. Oleh karena Bunda Amitha ikutan terkejut melihat kehadirannya, Shinta mengingatkan ibu mertuanya itu untuk selalu tersenyum.

Setelah itu, tak lupa Tari menyambut ramah kedatangan istri dan kedua anak serta menantu dari Ayahnya itu, "Terimakasih Tante Sonya! Sudah bersedia hadir malam ini," Ucap Tari seraya tersenyum padanya.

"Tentu sayang, mana mungkin Tante gak datang di acara penting kamu ini," Kata Sonya seraya mengelus lembut pipi Tari.

Tari menoleh pada Bundanya yang juga ikut tersenyum disana. Ia senang karena Bundanya menepati janji untuk tidak bersedih lagi melihat kehadiran Ayah bersama keluarganya. Meskipun ia sendiri tahu kalau hubungan Bundanya dan istri Ayahnya tidak terlihat begitu baik sejak dulu.

"Mari silahkan duduk," Sapa Bunda Amitha ramah sembari mempersilahkan mereka untuk duduk bersama di atas karpet luas dan besar yang telah terbentang disana, "Terimakasih, Mbak." Ucap Sonya seraya tersenyum.

"Justru saya yang berterima kasih sama kamu. Karena telah menyempatkan waktu untuk ikut serta dalam acara pengajian ini," Kata Bunda Amitha ramah seakan-akan tidak pernah terjadi masalah apa-apa di antara mereka.

"Saya tidak punya alasan untuk tidak datang, Mbak! Bagaimana pun juga Mentari adalah anaknya Mas Bram. Otomatis dia juga anak saya kan," Kata Sonya ramah yang membuat Bunda Amitha terharu mendengarnya. Mereka pun berpelukkan. Dan peristiwa itu tidak luput dari perhatian Aisyah yang berdiri di ambang pintu dapur.

Aisyah ikut tersenyum haru melihatnya. Kali ini ia tidak lagi melihat senyum penuh luka di wajah Bundanya, justru senyum kebahagiaan yang terukir disana. Untuk itu ia sangat bersyukur pada Allah. Karena mungkin bekas luka di hati Bundanya, kini telah Allah bersihkan tanpa ada sisanya lagi.

"Aisyah, ini masih ada beberapa gelas yang kotor. Tolong kamu cuciin ya, soalnya Zakky manggil Kakak tuh," Ujar Shinta yang tiba-tiba mengejutkan Aisyah.

"Baik, Kak!"

Setelah Shinta bergegas keluar dapur, sekarang disana hanya tersisa 3 orang wanita. Yang pertama Aisyah yang hendak mencuci piring, dan 2 orang lagi tengah sibuk menyiapkan cemilan disana.

Zeyn tengah memperhatikan keadaan ruang tamu yang mana disana acara pengajiannya sudah di mulai. Karena memang kehadiran keluarga calon pengantin prianya sudah datang.

Ia menyudahi kajiannya, kemudian berjalan-jalan sembari melirik kesana-kesini. Hingga akhirnya ia berada di ambang pintu dapur. Zeyn tersenyum setelah mendapati sosok seorang wanita yang mungkin ia cari sejak tadi. Dan ia terlihat senang sekali karena pemberiannya waktu itu dikenakan wanita tersebut pada acara ini.

"Assalamu'alaikum.." Ucapnya lembut kepada seseorang yang tengah sibuk dengan cucian piringnya.

Merasa suara itu bukanlah hal yang asing bagi Aisyah, ia pun menoleh dengan senyuman terpancar di wajahnya, "Wa'alaikumussalaam.." Jawabnya ramah.

Senyum seorang Zeyn yang tadinya lebar, sekarang bibirnya sedikit bertaut kembali saat mendapati sosok Aisyah yang memakai kerudung berwarna peach itu, "Ai! Kok kamu ada disini?" Tanyanya dengan wajah bingung.

"Eh iya, Zeyn! Kebetulan hari ini aku sedang berhalangan, jadinya tidak bisa ikut serta dalam pengajian itu. Makanya aku cuma bisa bantu-bantu di dapur," Jawab Aisyah seadanya pada Zeyn.

Zeyn kembali tersenyum, sebelum akhirnya ia bertanya, "Boleh ku katakan sesuatu gak?"

Degg!

Jantung Aisyah tiba-tiba berdetak kencang. Mengingat waktu itu Zeyn pernah menanyakan hal yang sama sebelum akhirnya Zeyn mengatakan kalau ia mencintai Assyifa, saudara sepupunya Aisyah.

"Hei, kok melamun sih?"

"Eh iya, ya-ya udah katakan aja," Jawab Aisyah sedikit gugup dengan memasang ekspresi geroginya.

Masih dengan senyumannya yang hangat, Zeyn berkata, "Masyaa Allah, kamu cantik banget hari ini, Syah!" Refleks Aisyah mengukir senyum kebahagiaan di wajahnya, karena hari ini ia mendapatkan beberapa pujian dari orang-orang diluar sana.

Namun pujian kali inilah yang di tunggu-tunggunya sejak tadi. Yaitu pujian dari seorang pria yang telah memberinya kerudung berwarna peach itu. Pria yang pernah ia cintai. Ingin sekali Aisyah mengucapkan terima kasih padanya, tapi lagi-lagi harus tertunda karena Zeyn melanjutkan kembali kalimatnya.

"Andai saja Syifa mau memakainya malam ini, pasti dia juga akan terlihat cantik seperti kamu," Lanjut Zeyn yang senantiasa merubah ekspresi di wajah Aisyah. Perlahan senyuman Aisyah memudar dan dengan mudahnya air menggenangi matanya seperti kaca. Dan kini bibirnya terasa gemetar untuk bicara.

"M-mak-maksud kamu, Zeyn?" Dengan susah payah Aisyah menyudahi kalimat tanyanya pada Zeyn.

Sebelum menjawab pertanyaan dari Aisyah, Zeyn menghela napasnya terlebih dulu. Terlihat raut wajah kecewa yang tergambar di wajahnya, "Beberapa hari yang lalu aku minta Kayra memberikan hijab itu pada Syifa. Dan Kayra bilang Syifa sudah menerimanya. Tapi sepertinya dia tidak suka, dan malah memberikannya sama kamu," Jelas Zeyn yang lagi-lagi seperti pisau yang tengah menyayat hati Aisyah. Dadanya terasa sesak dan dengan bersusah payah ia mencoba menahan airmatanya agar tak tumpah dari tempatnya.

"O-oh ya! Makasih ya, Zeyn! Aku mau lanjut cuci piring dulu," Ucap Aisyah gelagapan kemudian memutar badan membelakangi Zeyn. Bahkan ia sudah tidak peduli lagi dengan apa yang dikatakan Zeyn padanya, karena airmatanya telah jatuh lebih dulu. Dan ini bukanlah pertama kalinya Zeyn menyakitinya. Sekarang Aisyah sudah kembali kecewa oleh sikap Zeyn. Dan bukan hanya Zeyn saja, tapi juga Syifa yang telah berbohong padanya soal hijab tersebut. Ia menghidupkan keran air, agar jika ada yang bertanya kenapa wajahnya basah, ia bisa beralasan kalau itu disebabkan oleh percikkan air.

30 menit kemudian...

Acara pengajian pun akhirnya selesai. Dan sekarang saatnya para tamu yang datang menikmati berbagai macam cemilan yang telah di hidangkan. Mentari bersama calon suaminya tengah berdiri di dekat anak tangga. Mereka terlihat malu-malu saat bicara. Dan wajar saja karena hal itu sering terjadi pada calon pengantin baru.

"Ehem! Sorry ya, saya ganggu!" Seru seseorang yang datang menghampiri mereka. Keduanya pun menoleh. Dan Tari ikut tersenyum menyapa pria yang mungkin teman dekat dari calon suaminya itu.

"Hei, Bro! Ada apa?" Sapa calon suami Tari seraya menepuk lengan pria tersebut.

"Saya mau pamit dulu, Ndra! Kan acaranya udah selesai,"

"Ooh iya, Bro! Terimakasih ya karena lo udah hadir di acara ini," Jawab Andra yang bersamaan dengan kehadiran seorang wanita yang datang menghampiri Tari dan mengatakan sesuatu padanya.

"Iya, sama-sama.." Jawab pria itu seraya tersenyum pada Andra.

Sontak Andra menoleh pada wanita yang tengah berbicara dengan calon istrinya itu dan berkata, "Fiz, tunggu dulu! Ini nih adiknya Tari yang mau gue kenalin sama lo. Namanya Aisyah," Ujar Andra saat melirik pada kedua wanita yang berdiri di hadapannya.

Hafiz mendelik bingung melihat sosok yang baru saja ditunjuk oleh sahabatnya itu. Karena wajahnya tidak asing bagi Hafiz. Ia merasa pernah bertemu dengan wanita itu di kampus. Hanya saja mereka tidak saling kenal dekat.

"Sayang.. Ini bukan adik aku yang bernama Aisyah, tapi namanya Assyifa!" Tegur Tari protes pada Andra yang salah menebak nama adiknya.

Lamunan Hafiz buyar saat mendengar nama tersebut, dan ia juga ingat kalau dikampus ada seorang mahasiswinya yang bernama itu. Jadi wajar saja kalau Syifa tersenyum ramah menyapanya.

"Duh, maaf ya sayang! Habis selama ini yang aku tahu adik kamu itu cuma dia," Ucap Andra yang langsung di respon gelengan kepala oleh Tari.

"Trus adik kamu itu yang mana?" Tanya Andra penasaran ingin tahu tentang sosok calon adik iparnya itu. Sementara Syifa hanya geleng-geleng kepala melihatnya.

Tari melirik ke segala arah untuk mencari tahu keberadaan adiknya itu yang sejak tadi tidak kelihatan saat acara pengajian. Hingga matanya menangkap sebuah sosok tersebut yang baru saja keluar dari dapur menuju ke arahnya, "Tuh dia orangnya! Dek..." Ujar Tari seraya memanggil adiknya.

Sontak kedua pria itu menoleh bersamaan pada arah yang ditunjuk oleh Tari. Wanita pemilik nama itupun menoleh pada mereka. Membuat tatapan Hafiz dan wanita berkerudung peach itu tak sengaja bertemu disana. Hafiz tak menyangka kalau ia juga akan menemui sosok wanita yang sejak kemarin mengganggu pikirannya itu di acara pengajian ini.

Seakan-akan ia merasa bahwa dunia ini begitu sempit baginya. Karena tanpa ia sangka wanita yang sedang tidak ingin ditemuinya itu juga berada dalam acara ini. Dan lebih tepatnya wanita itu adalah tuan rumah disini.

Tanpa sadar Hafiz refleks menyerukan nama wanita tersebut dengan mata tak berkedip sama sekali, "Aisyah..."
.
.
.
.
.
Alhamdulillah..
DIK udah update chapter 12 ya
Terimakasih readers sudah mampir
Jangan lupa kasih dukungannya berupa VOTE n COMMENT !!
Biar Author makin semangat
Dan update ceritanya makin cepat 🙏😊

Jazakumullah Khairan Katsira..

Wassalamu'alaikum

Continue Reading

You'll Also Like

2.2M 30.9K 27
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
248K 1.2K 13
Warning ⚠️ 18+ gak suka gak usah baca jangan salpak gxg! Mature! Masturbasi! Gak usah report! Awas buat basah dan ketagihan.
2.8M 196K 35
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
2.5M 23.5K 27
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...