"Jujur soal apa Dim?" Dania menatap wajah Dimas dengan raut wajah penuh tanya.
Dimas tersenyum. Kemudian tangannya beralih mengacak-acak gemas rambut Dania. "Nungguin ya?"
"Ishhh. Lo nyebelin tau nggak?" Dania mencubit keras paha Dimas. "Udah tau gua orangnya suka kepo. Lo malah kayak gini!"
Dimas tertawa ringan melihat Dania yang sedang mengomel. Wajah gadis itu...
Tampak sangat menggemaskan!
"Nggak-nggak Dan. Gua serius mau jujur sama Lo," ujar Dimas.
Dania berdecak kesal. "Ya udah cepetan."
"Awas lho ya, Lo bohongin gua lagi!" tunjuk Dania tepat di depan mata Dimas.
"Iya Dan," jawab Dimas serius.
"Ya udah apa?"
Dimas berdehem ringan. Ia menarik nafasnya perlahan. Kemudian berkata, "Pertama, gua mau tanya sama Lo. Se inget Lo, kapan pertama kali kita ketemu?"
Dania mengernyitkan dahinya, mencoba mengingat-ingat. "Waktu pertama kali lo pindah ke sekolah."
"Terus gatau kenapa semenjak itu kita jadi akrab."
"Mulai dari lo selalu nemenin gua belajar di perpustakaan setiap istirahat.."
"Lo bilang ke gua kalau mau nyalon jadi ketua OSIS, dan gua selalu dukung lo. Terus apalagi ya? Gua lupa tau Dim."
Dania tertawa ringan. "Kalau dipikir-pikir, lucu aja gitu. Kita yang dulu pernah sedekat nadi, sekarang sejauh bumi dan matahari."
Senyum tipis terukir di wajah tampan Dimas. Ia senang melihat antusiasme Dania dalam menceritakan kisah kedekatan mereka dahulu.
"Kenapa sih Dim tiba-tiba lo tanya soal itu ke gua?"
Dimas menggeleng. "Gapapa."
"Tapi lo tau nggak Dan? Kita udah pernah ketemu. Jauh sebelum itu."
"Oh ya? Kapan?" kejut Dania.
"Lo inget nggak, dulu lo pernah ikut balap mobil sama Daniel dan sama satu orang lagi? Dia pendatang baru di acara malam itu," ujar Dimas.
"Oh iya inget-inget! Jangan bilang orang it-"
Dimas mengangguk. "Iya Dan, itu gua."
"Terus, apa Lo juga inget sama orang yang nolongin lo waktu pingsan di club habis balapan itu?" tanya Dimas.
"Ya kalau itu gua nggak inget lah Dim. Kan pas itu gua mabuk. Otomatis gua nggak tau siapa dia,"ujar Dania. Tangan gadis tersebut beralih memegang dagu, kemudian menebak, "Eh tapi bentar, jangan bilang juga kalau orang itu elo?"
Lagi, dan lagi Dimas mengangguk. Tebakan Dania selalu benar.
"Beneran?" tanya Dania.
"Iya Dan," ujar Dimas meyakinkan.
"Kok bisa gitu sih?" ujar Dania keheranan.
"Nama nya juga jodoh Dan. Pasti adaaa aja cara Tuhan mempertemukan kita," ujar Dimas sambil mencubit gemas pipi chubby Dania.
Blushh
Pipi Dania memerah.
Ia memalingkan wajahnya ke lain arah.
Perlakuan sederhana dari Dimas selalu membuat jantung Dania berdegup kencang. Ia seperti merasakan ribuan kupu-kupu yang berterbangan dari dalam perutnya.
"Terus, lo mau jujur soal apa lagi? Cepetan!" ujar Dania. Gadis tersebut masih setia memalingkan wajahnya di hadapan Dimas.
"Kalau lo masih inget soal balap mobil yang lo ikutin waktu itu, harusnya lo masih inget dong soal..." Dimas tampak menggantungkan ucapannya.
"Soal apa?" sahut Dania cepat.
"Soal nomor asing yang selalu chat Lo setiap malem. Nomor asing yang Lo kira dia Daniel. Padahal bukan," sambung Dimas.
"Iya gua inget Dim."
"Dan sampai sekarang gua masih penasaran siapa sih dia? Dan apa sih sebenarnya tujuan dia pdkt in gua dulu pakai nomor asing? Kesel sendiri gua ngingetnya!" kesal Dania.
Dimas tertawa kencang melihat ekspresi Dania. Perilaku Dimas membuat Dania mengernyitkan dahinya heran sembari menatap wajah lelaki itu. "Malah ketawa. Lo kenapa sih Dim?"
"Enggak. Gua nggak nyangka aja reaksi lo bakal kayak gini waktu gua tanya soal nomor asing itu."
"Lo aja udah kesel waktu gua tanya masalah nomor asing itu."
"Kalau lo tau sebenarnya pesan asing itu yang ngirim itu gua...." Dimas tampak menggantungkan ucapannya. Tangannya beralih memegang dagu, lalu menatap lekat mata Dania. "Reaksi lo bakal selucu apa ya?"
Dania melongo kaget. Ia tampak terkejut dan tak percaya saat mendengar penuturan dari Dimas. "J-jadi dulu itu lo?"
Dimas mengangguk. "Iya, itu gua."
"Ish!" Dania menampar keras paha Dimas. "Lo itu nyebelin tau gak Dim!"
"Buat apa coba lo dulu ngelakuin hal itu ke gua?"
"Lo pikir gua bakal suka dengan cara lo pdkt in gua dulu?"
Dania berdiri dari tempat duduknya, kemudian menatap ke lain arah. "Enggak!"
Dimas tersenyum ringan. Ia berjalan perlahan mendekati Dania. "Nggak papa lo nggak suka cara pdkt gua dulu."
Kedua tangan kekar itu merangkul pinggang Dania dari belakang. Menyisihkan helaian rambut yang menutupi telinga Dania. Kemudian berbisik, "Asalkan lo masih cinta sama gua sampai sekarang."
Jantung Dania berdegup dengan sangat kencang. Perlakuan Dimas bagaikan euforia candu yang sangat berbahaya bagi kesehatan hatinya. Gadis itu menahan kuat dirinya agar tidak tersenyum kegirangan.
Dimas tersenyum saat melihat pantulan ekspresi Dania dari depan jendela kamar tersebut. Kemudian ia meletakkan dagunya di atas pundak Dania. "Lo kalau baper, baper aja kali Dan. Gausah di tahan."
"Gua bakal tanggung jawab kok," ujar Dimas.
Dania mengrenyit heran mendengar ucapan asal Dimas. Gadis tersebut melepaskan dekapan Dimas. "Tanggung jawab? Tanggung jawab apa maksud Lo?"
"Yah ini bocah! Lagi suasana baper malah tanya kayak gini!" kesal Dimas.
"Ya lo omongnya gak jelas tau Dim! Tanggung jawab tanggung jawab! Tanggung jawab apaan!" ujar Dania cemberut.
Dimas mengelus dadanya perlahan. Menghadapi Dania memang perlu kesabaran ekstra. Mood gadis tersebut bisa berubah cepat setiap saat. "Forget it."
"Hmm," gumam Dania.
"Cup cup cup. Gaboleh cemberut gitu dong neng! Nanti cangtip nya ilang lo!" goda Dimas.
Tingkah laku Dimas semakin membuat Dania semakin menatap kesal ke arah laki-laki tersebut. "Apaan sih lo Dim! Siapa sih yang cemberut!"
Dimas menunjuk tepat wajah Dania. "Nah tuh kan, malah mayah-mayah!"
"Apaan sih Dim!" Dania menghempaskan telunjuk Dimas dengan kesal.
Namun Dimas tetaplah Dimas. Lelaki itu tak akan berhenti menggodai Dania, hingga gadis tersebut mau berbicara lagi padanya. Ya, walaupun Dania mengabaikannya, dan justru fokus bermain hp.
"Dan, gua mau tanya."
"Hm."
"Dan."
"Hm."
"Daniaa."
"Ish! Apa sih Dim!" ujar Dania. Pandangan gadis tersebut beralih menatap Dimas.
"Nah gitu dong, kalau ada orang ngomong, harus di simak dengan baik-baik. Gaboleh diabai-"
"Lo bacot lagi gua tinggalin lo di rumah ini. Cepetan, mau tanya apa?" kesal Dania.
Mendapat tatapan seperti itu, membuat Dimas menggaruk tengkuk kepalanya yang tidak gatal. "Jadi gini Dan, gua mau tanya."
"Tanya apa?"
"Lo udah tau kan kalau dulu Lo bukan pacaran sama gua, tapi sama Daniel yang ada di dalam tubuh gua?" tanya Dimas hati-hati.
Dania mengangguk.
"Nah, jadi perasaan Lo -"
"Gua udah gaada rasa sama Daniel, Dim. Perasaan itu udah mati tiga tahun yang lalu."
"Kalaupun dulu gua tau, itu bukan Lo tapi Daniel, gua gak bakal terima dia jadi pacar gua."
"Jadi perasaan lo ke gua?" Dimas bertanya to the point. Ia tak sanggup lagi memendam pertanyaan ini kepada Dania, karena ia tak mau mengalami cinta yang bertepuk sebelah tangan.
"Lo tau sendiri lah Dim." Dania memandang ke lain arah. Ia sangat ingin mengatakan ini kepada Dimas. Namun, sepertinya ia tak sanggup.
"Tau gimana? Lo kan nggak omong apa-apa ke gua," ujar Dimas.
Dania menghela nafas ringan. Ia menggenggam erat kedua tangan Dimas yang berkeringat dingin. "Gua, cinta sama Lo Dim."
"Dan gua yakin, Lo pun juga punya perasaan yang sama kan ke gua?" ujar Dania bertanya dengan penuh penekanan di setiap ucapannya.
"L-lo b-beneran cinta sama gua Dan?" tanya Dimas kikuk.
Dania mengangguk mantap, kemudian tersenyum tulus.
Dimas bersorak kegirangan saat mendengar jawaban itu. Ia memeluk Dania erat. Sangatt erat. Hingga membuat gadis itu hampir kehabisan nafas, dan melepaskan pelukan itu.
"Jadi sekarang kita balikan?!" tanya Dimas antusias.
Dania mengangguk.
"YESS! GUA NGGAK JOMBLO LAGI MULAI SEKARANG!" sorak Dimas.
"Bentar Dan, aku ada kejutan buat kamu," ujar Dimas. Kemudian lelaki itu merogoh-rogoh saku belakang celananya, untuk mencari sesuatu di sana.
"WOE!"
"Barang Lo noh!" ujar Abi sambil melemparkan kotak berwarna merah ke arah Dimas.
"Thanks bro!" sahut Dimas.
"Dim, itu apa?" tanya Dania.
Dimas tersenyum mendengar pertanyaan Dania. Kemudian ia berlutut di hadapan Dania. Tak lupa dengan membuka kotak merah itu.
"Aku tau Dan, ini mungkin terlalu cepet buat kita. Tapi, aku gamau kita ngejalanin hubungan tanpa ada arah dan tujuan yang jelas ke depannya. So, Will you marry me?" ujar Dimas penuh serius.
"Dim, tapi ini terlalu cepat, bahkan ki-"
"For soon baby. Anggap aja ini tunangan kita terlebih dahulu."
"Terima-terima!"
"Terima-terima!"
Dania memandang seluruh orang yang ada di tempat itu dengan tatapan terkejut. Mulai dari mama nya, sahabat-sahabatnya, dan juga orang tua Dimas.
Dania mengangguk yakin.
"Beneran?" tanya Dimas, memastikan.
"Iyaa Dim," ujar Dania dengan sangat yakin.
Kemudian Dimas memeluk erat Dania kembali. Ia benar-benar mencintai wanita yang sedang berdiri di hadapannya sekarang.
"Nah, kalau gini kan, ayah seneng lihatnya," ujar Mr. Sanjaya. Ayah Dimas yang tiba-tiba muncul di tempat itu.
"Ayah? Ayah ngapain ke sini?" kaget Dimas.
"Ayah mau ngelihat proses pertunangan kamu sama Dania gaboleh?" tanya Mr. Sanjaya.
Dimas menggaruk tengkuk kepalanya. "Ya nggak gitu yah. Dimas kaget aja, lihat ayah ada di sini sekarang. Secara, ayah kan sibuk banget urusan bisnis."
Mr. Sanjaya tertawa. Ia menepuk pundak putra semata wayangnya. "Ya nggak lah."
"Kamu pikir, ayah nggak capek apa lihat kamu setiap hari galau terus di rumah gara-gara Dania?" tanya Mr. Sanjaya menyelidik.
"Ish ayah!"
Dania tertawa ringan melihat interaksi tersebut. Kemudian tangannya beralih menyalami Mr. Sanjaya. "Saya Dania om."
Mr. Sanjaya menatap Dania sambil tersenyum. "Ini to cewek inceran kamu?"
Dimas mengangguk.
"Cantik ya dia," gumam Mr. Sanjaya pelan. Sangat pelan.
"Ayah! Bunda bisa denger lho ya, ayah muji Dania cantik di sana!" ujar Deby, bunda Dimas.
"Enggak Bun. Ayah bercanda doang kok!"
Dimas dan Dania tertawa melihat hal itu. Tingkah laku Debby memang menggemaskan. Bisa-bisanya orang tersebut cemburu pada Dania!
"Oh iya, anggap aja ini pra-tunangan oke. Tunangan resmi nya sudah ayah siapkan setelah kalian kembali ke Jakarta," ujar Mr. Sanjaya.
Dimas dan Dania mengangguk serentak.
"Dan inget satu hal lagi. Baru tunangan. Nikahnya, 5 tahun lagi, atau setelah kalian lulus kuliah," tegas Mr. Sanjaya.
___________________________________________
Rabu, 23 September 2020
1610 Kata
Hai semuanya!
Akhirnya aing bisa kembali lagi menyapa kalian melalui cerita ini!!
Gimana perasaan kalian setelah baca chapter ini?
Ada kah yang mengalami uwuphobia sebab tingkah laku Dimas dan Dania?
1 part menuju endingg
Siap nggak nih?
Siap lah pastinya🥰🥰
So? Don't forget to vote, coment, and share!
See u next part🥰🥰