Dua hal yang tidak mudah dilupakan. Kebahagiaan yang berkesan, dan juga luka yang penuh sayatan.
.
.
.
.
Sudah dua hari ini Alya mulai bekerja diperusahaan yang ada di Jakarta. Karna Alya adalah orang yang gampang bergaul, jadi dia tak kesulitan untuk menyesuaikan diri dan juga ia sudah mempunyai teman disini.
Seperti saat ini, Alya dan kaila sedang makan siang. Orang kantor sering menyebutnya dengan warung Bu yati, warung makan ini sederhana namun makanannya tidak bisa dipungkiri sangat enak. Dan yang paling penting harganya murah. Jadi ibaratnya, warung Bu yati ini adalah kantinnya kantor.
"Gimana Al, enak kan makanannya?" Tanya Kaila.
"Iyaa enak ka"
Kaila memutar bola matanya, sambil mendengus kesal "berapa kali sih gue bilang sama Lo, panggil nama aja ah. Kita kan cuma beda satu tahun"
Alya terkekeh lalu mengangguk kecil.
"Ehh bentar" tiba-tiba ponselnya berdering.
Raniii cantik tapi boong
"Hallo Al?"
"Iyaa apa?"
"Abis Lo balik dari kantor, jadi kan ketemu?"
"Jadi doongg"
"Oke, gue tunggu di the soulmate cafe ya"
Degg
Mulut Alya terbungkam, ketika mendengar nama cafe itu. Lalu ia menggelengkan kepalanya. Ada apa? Apakah Alya takut kenangan itu ada dipikirannya lagi? Oh ayolah, Alya sudah melupakannya.
"Hallo Al? Ko diem si"
"Eh iyaiya hehe"
"Yaudaa see you Alya"
"You too"
Tutut tuuut
"Ciee siapa tu" ledek kaila sambil menatap Alya dengan penuh selidik namun terkesan mengajaknya becanda.
"Rani, temen gue"
"Kirain gue siapa"
.
°•°•° °•°•°
.
Alya menghentikan langkahnya, tepat di depan pintu cafe. Lalu sebelum masuk, Alya menghela nafas panjangnya. Kemudian ia dorong pintu itu sampai tercium wangi yang khas. Ternyata suasana cafe ini masih sama. Selalu ramai, apalagi ini jam pulang kantor.
Matanya bergerak kesana kemari, mencari kursi yang kosong. Dan ternyata tersisa satu meja dekat jendela. Tanpa mau berlama-lama, Alya duduk di kursi itu sambil meletakkan tasnya diatas meja.
"Katanya nunggu di cafe, eh gak nongol-nongol tu orang" gumam Alya sambil melihat ke arah jam, yang melingkar dipergelangan tangannya. Lalu tak lama kemudian, ponselnya berdering.
"Hallo Al?"
"Lama banget Lo! Gue udah ada di cafe ni"
"Aduhh Al maaf banget, pas gue mau berangkat, tiba-tiba manager gue telepon. Terus bilang kalo hari ini gue ada pemotretan"
Alya menghela nafas kasarnya "terus gajadi nih?"
"Sumpah maaf banget ya, next time deh"
"Hmm"
Alya hampir lupa kalau Rani adalah seorang model. Dulu Rani pernah menceritakannya. Ia meneruskan pendidikannya dibidang modelling. Dan sekarang, ia cukup sukses dengan membintangi beberapa brand ternama.
"Maaf mba, mau pesen apa?"
Meskipun Rani tidak jadi datang, Alya memilih untuk tetap di cafe ini. Karna sudah tanggung juga, sayang kalau tidak memesan makanan.
"Saya pesan spaghetti con lesarde" ucap Alya, dengan telunjuknya menunjuk pada salah-satu gambar yang ada dibuku menu itu.
"Baik, untuk minumannya?"
"Caramel macchiato" ucapnya yang ternyata bersamaan, dengan suara laki-laki yang terdengar dari arah belakangnya. Alya menoleh ke arah suara, begitupun dengan pria itu. Sampai akhirnya dua pasang mata itu bertemu.
Degg
Sontak Alya sangat terkejut melihat pria yang sudah 6 tahun ini menghilang dari hidupnya. Begitupun dengan pria itu, yang menatapnya dengan bola mata sempurna membulat saking terkejutnya.
Keduanya cukup lama terpatung, dengan ekspresi terkejut. Namun bisa dirasakan sorot mata itu memancarkan kerinduan yang mendalam. Semuanya egois, tak ada yang mau mengalihkan pandangannya. Sampai akhirnya.
"ALYA!?!?" Ucap pria itu seolah tak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang.
"Mba, maaf pesanan tadi saya cencel"
Alya meraih tasnya dan buru-buru pergi dari tempat itu. Namun pergerakannya kalah cepat. Tangan kanannya lebih dulu dicekal oleh pria berjas hitam itu.
"Please, jangan pergi dulu"
Alya tidak menjawabnya, ia menepis cekalan tangan itu. Dan berjalan dengan langkah yang gontai. Yang ada dipikirannya saat ini adalah bagaimana caranya ia dapat meninggalkan tempat ini dengan secepat mungkin!
Pria itu terus mengejarnya. Seolah diberi kesempatan bertemu dengan gadis itu lagi, dan tak mau kehilangan untuk yang kedua kali.
"Al, please dengerin gue dulu" ucap Rizky yang berhasil menggenggam lengan Alya. Mau tak mau, Alya menghentikan langkahnya, menatap Rizky, dengan sorot mata penuh amarah.
"Dengerin penjelasan gue dulu"
"Semuanya udah jelas!"
"Tapi Lo harus denger penjelasan gue dulu Al"
"Gada yang harus dijelasin"
"TAPI SEMUA ITU SALAH PAHAM AL!!"
"GUE GA PEDULI!!!"
Alya mulai menaikkan intonasi suaranya, membuat semua pasang mata yang ada disekitar cafe itu melihat ke arahnya. Dan tanpa sadar, mereka sekarang menjadi pusat perhatian.
Mata Alya mulai berkaca-kaca, bersiap untuk menjatuhkan bulir bening yang membuat penglihatannya buram itu. Luka yang selama ini, sudah ia tutup rapat. Seolah terbuka kembali, setelah melihat wajah pria brengsek ini. Dadanya sangat sesak, sampai sulit untuk menghirup oksigen.
Sekali lagi Alya menepis, cekalan pada lengannya. Seperti waktu yang pas, sebuah taxi berhenti di depannya, setelah Alya mengangkat tangan memberi kode.
Alya langsung masuk ke dalam taxi, tanpa memperdulikan pria yang terus mengetuk-ngetuk kaca mobil itu dengan frustasi.
"ALL??"
"PLEASE DENGERIN GUA DULU!!"
"ALYAAA!!"
"Jalan pak" ucap Alya dengan mengusap air mata yang sudah jatuh di pipinya.
.
.
.
.
Halo guys!
Reader sider mana ni? Muncul yuk kita kenalan dulu wkwk
Salam manis, semanis.......
(Titik-titiknya isi sendiri ya wkwk)
18 Agustus 2020