Rainie ( END )

By Mimin_somplak27

173K 18.4K 3.8K

Izinkan aku bahagia, Tuhan. ________ Mengapa, Tuhan seolah tak mengizinkanku untuk merasakan kebahagiaan? Men... More

Prolog
Rainie | 01
Rainie | 02
Rainie | 03
Rainie | 04
Rainie | 05
Rainie | 07
Rainie | 08
Rainie | 09
Rainie| 10
Rainie| 11
Rainie| 12
Rainie | 13
Rainie | 14
Rainie | 15
Rainie | 16
Rainie| 17
Rainie | 18
Rainie | 19
Rainie | 20
Rainie | 21
Rainie | 22
Rainie | 23
Rainie | 24
Rainie | 25
Rainie | 26
Rainie | 27
Rainie | 28
Rainie | 29
Rainie | 30
Rainie | 31
Rainie | 32
Rainie | 33
Rainie | 34
Rainie | 35
Rainie | 36
Rainie | 37
Rainie | 38
Rainie | 39
Rainie | 40
Rainie | 41
Rainie | 42
Rainie | 43
Rainie | 44
Rainie | 45
Rainie | 46
Rainie | 47
Rainie | 48
Rainie | 49
Rainie | 50
Rainie | 51
Rainie | 52
Rainie | 53
Rainie | 54
Rainie | 55
Rainie | 56
Rainie | 57
Rainie | 58
Rainie | 59
Rainie | 60
Rainie 61
Rainie | 62
Rainie 63
Rainie | 64
Rainie 65
Rainie 66
Rainie 67
Rainie 68
Rainie | 69
ENDING
Ekstra Part | Membagongkan 1
TARAKTAKDUNG!! MEMBAGONGKAN2

Rainie | 06

3.3K 434 16
By Mimin_somplak27

Revisi📌

06. Pertolongan pertama

Udah siap?

Siap buat vote?? Siap buat comment??

°

Bel berbunyi tiga kali berturut-turut, pertanda bahwa jam pembelajaran telah berakhir dan seluruh siswa - siswi bisa kembali pulang ke rumah.

"Rain, tadi lo serius nabrak kak Rafa? Kak Rafa yang ketos itu?" tanya Lala dengan antusias.

"Hm ... tahu dari mana? Lagian gue juga gak sengaja tuh!"

"Oh may gos!! Lo nanya, gue tahu dari mana?? Lo bego? Semua orang tahu. Kita juga liat kali, pas lo jatuh di atasnya dia," sahut Lala.

Fani mengangguk. "Bener, tuh! Lagian lo kok bisa jatuh sih? Gitu amat lagi posisinya. Ekstrem banget, tahu gak?"

Gadis itu melirik Rain sembari membetulkan tas yang menyampir pada bahunya.

Rain berdecak kesal. Memutar bola matanya, malas. "Lo gak denger? Gue kan bilang, gue tuh gak sengaja. Gue dikejar si Jaka sama kumpulan Tante-Tante girang."

Setelah mendengar penuturan darinya, kedua sahabatnya itu hanya ber-oh ria, tanpa berniat memperpanjang obrolan mereka.

Mereka kembali mengayunkan kedua kaki mereka secara bergantian, berjalan beriringan dalam diam.

Suasana sekolah sudah agak sepi, mungkin karena, sebagian besar siswa - siswinya sudah pada pulang.

"Guys, gue--"

Byurr

Belum sempat, Rain merampungkan ucapannya. Sebotol air mineral, dengan sengaja ditumpahkan ke atas kepalanya. Membuatnya memekik kaget dan menatap orang yang sudah lancang mengguyurkan air itu padanya.

"Arrgkh, bangs*t!!"

Sorot mata tajamnya langsung mengarah ke arah gadis yang sudah dengan santainya melempar botol air mineral yang sudah kosong dengan asal.

Milly. Lagi-lagi gadis itu. Mau apa lagi dia? Apa kurang puas dia, setelah membuatnya dimaki-maki oleh Hana? Gadis berwajah blasteran itu tersenyum miring ke arahnya.

"Heh monyet Ragunan! Mau lo apa, sih?! Gue gak ada ganggu lo tuh, hari ini! Kenapa sih, lo tuh selalu aja bikin masalah sama gue, hah?!

"Mau gue? Mau gue. Lo berhenti deket-deket sama Rafa. Karena dia itu milik gue!! Dasar cewek kegatelan, lo!!"

Rain berdecih. "Gue?" Ia menunjuk dirinya sendiri seraya terkekeh sinis. "kegatelan? Gak salah tuh? Lo kali yang kegatelan. Secara lo kan, cabe! Udah ditolak masih aja ngejar. Murahan, tahu gak!"

Milly menggeram marah. "Heh!! Jaga ya, ucapan lo!!" Ia mengangkat telunjuknya ke arah Rain.

"Lo tuh yang cewek murahan! Cewek gak tahu diri! Pasti lo kan, yang udah kegatelan sama Rafa? Ngaku lo?!"

"Sorry ya, gue bukan lo, yang hobinya ngeklaim apa-apa sebagai kepemilikan! Sadar dong lo!! Jadi cewek tuh jangan murahan-murahan amat. Lo sadar gak sih, akibat dari sikap lo yang murahan itu, lo udah ngerendahin harkat martabat seorang perempuan!"

"Sialan, lo!"

Milly melayangkan tangannya di udara, berniat untuk menampar Rain, dan secara refleks Rain menutup rapat kedua matanya. Menunggu rasa panas dan perih yang sebentar lagi akan dirasakannya.

Namun aneh, sudah lebih dari lima detik tapi ia masih belum merasakan apapun.

Perlahan Rain mulai membuka matanya. Pertama yang ia lihat adalah tangan Milly yang berada beberapa centi di samping pipinya. Di cekal oleh tangan lain.

"Jangan suka main kasar lo jadi orang!" Qinan mencengkeram erat pergelangan Milly membuatnya meringis kesakitan.

"Lepasin!!"

Qinan menghempaskan tangan Milly dengan kasar.

Milly kesal. Ia menghentak-hentakan kakinya beberapa kali. Menatap tajam pada Rain dan kedua sahabatnya. Lalu pergi begitu saja.

"Lo gak apa-apa, kan?" Qinan menatap Rain yang rambutnya nampak basah dan lepek.

"Gak apa-apa. Ngapain lo nolongin gue? Gue udah biasa kena tampar, asal lo tahu!" ucap Rain dengan nada sinis.

Entahlah, ia merasa tak suka saat Qinan secara terang-terangan menolong dan melindunginya seperti itu. Ia tahu, itu hanya sebuah bentuk rasa iba padanya.

Qinan menghembuskan napasnya gusar. Apa yang salah? Ia hanya ingin, menjadi pelindung bagi saudarinya sendiri. Apa salah, jika nalurinya sebagai seorang kakak keluar saat melihat adiknya disakiti?

"Ayok, pulang."

"Sejak kapan, gue mau pulang bareng lo? Lo kan pulang - pergi udah ada yang ngurus. Antar - jemput supir. Udah sana pergi, gak kasian lo sama Mang Udin yang nungguin lo lama?"

Lala dan Fani hanya terdiam menyaksikan interaksi keduanya. Tidak ada yang tahu memang, jika Rain dan Qinan itu bersaudara. Mungkin hanya Rafa, dan itu juga entah bagaimana dia bisa tahu.

Lala dan Fani saling melirik, memberi kode, agar mereka pergi terlebih dulu.

"Rain, kita duluan, ya! Ini udah sore soalnya. Lo hati-hati di jalannya. Kalau ada apa-apa, lo bisa hubungin kita."

Rain tak banyak menanggapi, hanya mengangguk kecil dan tersenyum. Setelah keduanya pergi, ia pun beranjak dari sana - menuju halte.

"Lo mau kemana sih? Gue bilang, lo pulangnya bareng gue aja, Rain."

Qinan mencekal lengan Rain, membuatnya mau tak mau, harus berhenti dan menoleh.

"Kalau gue bilang gak mau, ya gak mau, Qinan! Ngerti gak sih? Udah pergi sono! Gue gak mau kena amuk Nyonya besar, cuma karena gue nebeng balik sama anak tercintanya," ucap Rain penuh penekanan.

Lalu berlalu meninggalkan Qinan yang hanya bisa terdiam.

Maafin gue, Rain. Gue belum bisa jadi kakak yang baik buat lo. Gue tahu apa yang lo mau. Tapi gak sekarang. Ini bukan waktu yang tepat buat lo tahu yang sebenarnya.

Gue cuman gak mau lo ....

Terluka.
________

Setelah menolak ajakan dari Qinan, di sinilah Rain berada. Berjalan menyusuri jalan beraspal.

Tadinya, ia berniat untuk menunggu bis saja di halte depan sekolah. Hanya saja, ia sudah lelah menunggu, hingga akhirnya ia berjalan saja sambil menunggu angkot atau apapun yang bisa membawanya pulang ke rumah.

Susana jalanan itu nampak sepi, mungkin karena ini sudah sore. Pukul empat. Langit pun sudah sedikit gelap.

Entahlah, rasanya nyaman saat ia sendiri seperti ini. Merasa tenang dan damai. Untuk apa ia pulang cepat, jika hanya kesendirian yang selalu ia dapat?

Dirinya dan Qinan tidak terlalu dekat. Di rumah saja jarang sekali berbicara. Atau mungkin juga, karena ia yang tak pernah mau mendengarkan Qinan.

Rain memegang erat tali tas ransel yang digendongnya. Menendang-nendang kerikil kecil tak bersalah yang ia temui.

Lucu ya, gue tau gue sama dia itu saudara. Tapi gue masih aja gak paham tentang hal itu. Gue masih aja ragu kalau gue ini emang bagian dari mereka.

Apa emang sebenarnya gue bukan bagian dari mereka? Qinan mirip sama Mama. Gue enggak tuh. Bahkan dari foto Papa yang gue punya aja, gue gak mirip tuh, sama Papa. Apa gue bukan anak mereka, ya? Apa gue anak pungut yang kayak di film sinetron?

Mama keliatan banget sayangnya sama Qinan. Sementara sama gue? Senyum aja enggak. Gue tuh gak mau apa-apa, gue cuma mau ngerasain apa yang orang-orang rasain. Kasih sayang.

Tapi kenapa, gak ada satupun orang yang ngertiin gue?

"Widiihh, cewek tuh. Sendirian aja nih, Neng? Gak mau kita temenin gitu?"

Rain mendongak. Menatap sekumpulan anak-anak lelaki berseragam SMA, yang ia yakini bukan anak SMA Trilingga. Mereka berjumlah lima orang. Menatap ke arahnya dari atas sampai bawah.

Rain berusaha setenang mungkin. Rain kembali melangkahkan kakinya. Melewati mereka tanpa menanggapi mereka sama sekali.

"Mau kemana, sih?"

Seorang dari mereka menghadang jalan Rain. Menatapnya sebentar lalu membuang rokoknya yang tinggal setengah.

"Minggir, gue mau lewat!" ujar Rain dengan galak.

"Wih galak ternyata, cuy. Kuy ah gue suka nih yang galak-galak gemesin, kek gini."

Cowok itu mencolek dagu Rain, dan dengan kasar Rain menepis tangan itu. "Jangan macem-macem, ya lo! Gue bisa teriak kapan pun."

Cowok itu menaikan sebelah alisnya. "Oh, ya? Teriak aja, udah sepi gini, siapa yang mau denger?"

Rain mencoba menerobos cowok itu, namun tiba-tiba empat cowok lainnya ikut menganggunya. Memblokir jalannya.

"Mau kemana sih Cantik, buru-buru amat."

Cowok berjaket hitam dan beranting besi, menggenggam pergelangan tangannya kuat membuat Rain meringis kesakitan.

Sekuat tenaga ia berusaha melepaskan diri, namun, kekuatan cowok itu jauh lebih kuat dan lebih unggul daripada dirinya.

"Lepasin gue bangs*t!! Gue mau pulang!"

"Gue bakalan lepasin lo, tapi sebelum itu ... mending lo main-main dulu sama kita di sini."

"Iya nih, mumpung lagi sepi. Lagian ngapain sih pulang cepet-cepet."

"Mending main dulu aja sama kita-kita."

"Lepasiiinn!!"

Dug

"Aaarrrhghh ... anj*ing!!"

"Wooii kejar dia wooii!"

Rain berlari kencang, setelah menendang selangkangan cowok yang tadi memegang tangannya. Namun sial, mereka malah mengejarnya sekarang.

Rain terus berlari tak tentu arah, hingga ia tak tahu ia berada dimana. Tempatnya sepi. Tak ada satu pun rumah di sana. Hanya ada pepohonan dan semak-semak belukar.

Bruggh

Rain jatuh tersungkur saat kakinya tak sengaja tersandung pada batu yang cukup besar. Gadis itu meringis kesakitan. Lututnya berdarah.

"Nah, kena kan lo!"

"Udah gue bilang, jangan lari, jatuhkan!"

"Lagian lo mau kemana sih? Pake lari-larian segala. Coba aja lo gak lari, trus mau main bentar sama kita-kita. Pasti lutut lo gak akan kenapa-napa, Cantik."

Rain mengepalkan kedua tangannya di tanah. Mencoba mendorong tubuhnya agar bangkit dan kembali melarikan diri.

Namun, ia kembali tersungkur ke tanah. Kristal bening sudah berderai membasahi pipi putihnya.

Ia tak bisa melakukan apapun, saat satu cowok maju ke arahnya, mencondongkan tubuh tegapnya dan mencengkeram rahangnya kuat.

Rain hanya bisa menangis tanpa isakan. Dalam hati ia terus menerus merapalkan doa, berharap ada suatu keajaiban yang mampu membuatnya lolos.

Rain menyesal, karena telah menolak ajakan Qinan untuk tadi. Ia sangat-sangat menyesal.

"Kenapa nangis? Sakit? Atau--"

"Lo takut, hm?"

"Gue mohon lepasin gue. Lepasiiinn!!" Rain membrontak.

"Cantik," ucap cowok itu seraya semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Rain.

Sekuat tenaga Rain mencoba melepaskan cengkeraman itu, namun tak bisa. Cowok itu semakin mendekatkan wajahnya.

Apakah ini akhirnya? Gak, gue gak mau!! Siapa pun tolong gue!

Bugh

"Berani lo sentuh dia, abis lo!!"

Tubuh cowok beranting besi hitam itu tersungkur ke tanah, saat satu bogeman keras mendarat pada wajahnya.

Rafa. Cowok itu menatap Rain sekilas. Lalu kembali melawan ke lima cowok tersebut.

"Bangs*t, lo samua!!"

Rafa kembali melayangkan bogem mentah kepada ke empat cowok kurang ajar tersebut. Membuat mereka tersungkur.

Ia memukuli cowok beranting tadi dengan membabi buta dengan posisi ia berada di atasnya sedangkan cowok itu terkapar lemas di tanah.

Tak ada yang berani menolong cowok itu, karena keempat temannya sudah pergi, saat Rafa menghadiahi bogeman pada wajah mereka.

Bola mata Rafa menggelap. Terlihat jelas ada sebuah amarah besar yang terpancar di sana. "Berani sekali lagi, lo sentuh dia. Mati, lo!!"

Bugh

Bugh

"Raf udah Raf, lo bisa bunuh dia!"

Rafa menghentikan aksinya. Bangkit dari posisinya. Membiarkan cowok yang dipukulinya bangkit, dan pergi dengan langkah terseok-seok.

Cowok itu menoleh ke arah Rain yang tengah meringis kesakitan. Melangkah ke arahnya dan membantunya berdiri.

"Lo gak apa-apa, kan? Lo gak diapa-apain kan, Rain?" tanyanya.

Grepphh

Rain langsung menubruk tubuh tegap cowok itu - memeluknya erat. Menyelusupkan kedua tangannya, pada tubuh Rafa. Menyembunyikan wajahnya pada dada bidangnya.

Isak tangisnya kembali pecah. Takut. Entah apa yang akan terjadi jika Rafa telat sedikit saja.

"Hei, udah. Jangan nangis. Tenang, gue di sini. Gue di sini."

Rafa membalas pelukan Rain. Mengusap punggung dan rambutnya da meletakan dagu pada puncak kepala gadis tersebut. 

"Gue takut ...."

Rafa mengurai pelukannya. Memegang kedua bahu gadis yang nampak ketakutan itu. Tangannya terulur - mengusap lembut air mata yang masih mengalir pada kedua pipi gadis itu dengan ibu jarinya.

Namun, bukannya berhenti, kristal bening itu kembali meluncur dari kedua pelupuk matanya. Membentuk sungai-sungai kecil yang terus mengalir.

"Udah, jangan nangis lagi. Lo gak usah takut lagi ya, gue ada di sini."

"Lo tenang aja, mereka gak akan berani gangguin lo lagi," ucap Rafa dengan lembut.

Sebelah tangannya mengangkat dagu gadis itu - membuatnya mendongak.

Huhh,,huuhhh

Dua tiupan kecil menerpa wajah Rain, saat Rafa meniup-niup kedua matanya. Hembusan napas hangat terasa menyapu permukaan wajahnya.

Tatapan Rafa naik - menatap kedua bola mata jernih milik Rain. Mereka saling bertatapan untuk waktu yang cukup lama. Ibu jari besar cowok itu bergerak-gerak dalam tempo teratur - mengelus lembut sebelah Rain, menciptakan rasa nyaman.

Lo sebenernya siapa sih, Raf? Kenapa gue seolah ngerasa kita udah kenal lama?

"Jangan bahayain diri lo lagi ya, gue bukan Tuhan yang akan selalu tahu keadaan dan situasi lo."

Mau up cepet?

Yo ah Spam next

Continue Reading

You'll Also Like

VizA By Melvy eka

Teen Fiction

7.2K 278 26
Menurut Viza, kesalahan terbesar dalam hidup nya adalah sudah berani jatuh cinta dengan Algaf, sahabat nya sendiri. Karena dengan ada nya rasa cinta...
67.3K 3.5K 59
Vinka merupakan salah satu siswi di SMA Pandhawa yang memiliki dua image berbeda. Pertama,image buruknya sebagai cewek yang selalu gonta-ganti pacar...
7.6K 908 55
(TAHAP REVISI⚠!) [WAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!] [JANGAN LUPA VOTE AND COMENNYA] [Cerita ini dibuat saat saya belum paham soal bahasa kepenulisan, m...
181K 19.7K 75
Dia datang menaburkan banyak warna indah dalam hidupku. Namun aku lupa, bahwa kelabu juga bagian dari warna. Namanya Cassandra Liora. Seorang gadis...