Jika semua orang punya kehidupan yang sama, pasti takkan ada yang mengeluh merasa tidak adil. Tapi itulah kehidupan, jadi jalani saja seadanya.
.
.
.
.
Setelah merasa lebih tenang, Rizky mengantar Alya pulang. Alya juga menceritakan kalau Devan lah orang yang menyebarkan fotonya waktu itu. Meski Rizky sempat menggeram marah, untungnya Alya bisa meredakan emosi Rizky.
Alya membuka pintu apartemennya. Ia melihat sepasang sepatu didekat pintu itu. Sepertinya mamahnya mampir ke sini. Pikir Alya.
Dan benar saja, ketika Alya masuk ke dalam apartemennya, mamahnya sedang duduk di depan televisi dengan raut wajah yang sulit diartikan.
"Mamah kenapa a---" Belum selesai Alya bicara, mamahnya melempar dua lembar kertas kearahnya. Alya terdiam lalu mengernyit bingung.
"Ranking kamu turun?" Tanya mamahnya tanpa basa-basi.
Inilah yang Alya takutkan dari kemarin. Mamahnya tau kalau ranking dikelasnya turun.
"Tapi nilai Alya naik mah" ucapnya dengan nada hati-hati.
"TAPI ADA YANG LEBIH TINGGI NILAINYA DARI KAMU ALYA!" Intonasi dari nada bicara mamahnya mulai meninggi.
Alya menunduk sambil memejamkan matanya. Kemudian ia ambil kertas raportnya yang tergeletak dilantai. Lalu digenggamnya erat, nilai yang selalu Alya perjuangkan, sampai ia rela begadang tiap malam untuk belajar semua materi yang ada dikelasnya, hanya untuk sebuah NILAI! Bahkan sekarang seolah tidak ada artinya lagi dihadapan mamahnya, hanya karena ranking Alya turun.
"Semester lalu ranking kamu diposisi pertama, Kenapa sekarang jadi turun?" Tanya mamahnya sekali lagi sambil menunjuk kertas yang Alya pegang sekarang. Dan Alya lagi-lagi hanya menunduk tak mampu menatap sorot amarah dari mamahnya. Padahal ia sendiri sedang menahan amarahnya.
"Ini gara-gara kamu ikut ekskul padus kan?"
Alya mendongakkan kepalanya, apa maksud mamahnya mengatakan itu?Alya takut kejadian 2 tahun yang lalu terjadi lagi. Ketika SMP Alya mengikuti ekskul band dan 4 bulan kemudian, ia harus keluar hanya karna nilainya turun.
"Bulan kemaren kamu ikut lomba dan mamah yakin kamu ngga fokus sama pelajaran!"
"Engga ko mah, Alya tetep belajar meskipun ikut lomba" Bantah Alya dengan cepat, yang memang kenyataannya Alya selalu meluangkan banyak waktunya untuk belajar.
"Mamah gamau tau, pokonya kelas 11 nanti kamu keluar dari ekskul padus"
"Tapi mah apa masalahnya? Alya seneng ikut ekskul itu mah" ujar Alya dengan menatap mamahnya. Hal yang ia takutkan akhirnya terjadi.
"NYANYI GABAKAL BIKIN KAMU SUKSES ALYA!"
"TAPI MAH APA MASALAHNYA KALO ALYA SUKA NYANYI? TOH ALYA JUGA SELAMA INI SELALU BELAJAR" ucap Alya yang tak kalah menaikkan intonasi suaranya.
Plakk
"Mau jadi apa kamu kalau terus-terusan bantah kaya gini hah?!" Ucap mamahnya sambil mencekram kuat pipi Alya lalu dihempaskan begitu saja.
Alya masih diam berusaha menetralkan emosinya. Tapi tidak bisa! Sekuat tenaga ia kepalkan tangannya sambil bergetar. Belum lagi pipinya masih terasa perih bekas tamparan mamahnya.
Ia tatap sekali lagi nilai yang masih ada ditangannya. Ia tersenyum kecut, lalu ia remas kertas itu kuat-kuat dengan nafas yang tak beraturan saking menahan emosinya. Lalu ia memejamkan matanya dan.
Tess
Bulir bening jatuh membasahi kertas itu. Matanya terlihat merah tanda emosi Alya sudah berada dipuncak.
Lalu ia mengangkat wajahnya yang lusuh, menatap mata mamahnya yang masih memancarkan amarah itu. Kemudian didepan mamahnya sendiri, Alya robek kertas itu dengan kasar. Lalu tersenyum miring.
"INI KAN YANG SELALU MAMAH TANYA? SOAL NILAI, SOAL RANKING"
Belum sampai disitu, Alya juga berjalan ke arah kamarnya dengan langkah yang gontai. Lalu kembali membawa sekumpulan buku pelajarannya.
"INI KAN YANG SELALU MAMAH BANGGAKAN?" ucapnya dengan nada emosi sambil merobek semua buku itu, lalu ia lempar ke sembarang tempat. Setelah itu Alya mencekram kuat rambutnya sampai sehelai dua helai rambut itu rontok berjatuhan.
"ALYA CAPEK MAH ALYA CAPEK!"
"ALYA PENGEN KAYA ORANG-ORANG YANG PUNYA KEHIDUPANNYA SENDIRI!! HIDUP ALYA BUKAN CUMA BELAJAR MAH!" Alya meninggikan ucapannya, dengan tangan yang memukul-mukul kepalanya sendiri.
"ALYA CAPEK BELAJAR! ALYA CAPEK DIBANDINGIN! ALYA CAPEK HARUS JADI PERTAMA!!" ucapnya dengan nada yang bergetar dan masih memukul dirinya sendiri. Lihatlah rambutnya yang sudah seperti orang gila. Tapi Alya tidak peduli dengan itu.
Lalu suasana hening, hanya terdengar suara isakan Alya yang sedari tadi sudah terjatuh dilantai.
"Mamah kapan nanyain kabar Alya? Alya pengen mamah perhatian sama Alya, Bukan sama nilai Alya! Sebenernya mamah sayang gasi sama Alya??" ucapnya sambil menatap sendu mamahnya.
"Alya capek mah hiks hiks...."
Yerri sang mamah hanya terpatung, melihat kemarahan putrinya. Pasalnya, ini baru pertama kali Alya seperti ini. Biasanya Alya hanya menunduk dan menjawab "iya".
Perlahan mamahnya berjalan mendekati Alya yang menenggelamkan wajahnya dikedua kakinya yang ditekuk. Mamahnya ikut menitikkan air mata melihat putri semata wayangnya yang saat ini terlihat seperti orang yang depresi. Lalu secara hati-hati ia ulurkan tangannya pada puncak kepala Alya. "Alya..."
Namun Alya menepisnya, dan beranjak dari sana menuju kamarnya.
Ia kunci pintu kamarnya, tak peduli mamahnya berkali-kali memanggil namanya. ALYA TIDAK PEDULI!!
Ia kembali menangis, sambil menyandarkan tubuhnya dipintu itu. Dalam hatinya bertanya-tanya.
"Apakah ia salah seperti ini?"
🌸
.
🌼
.
🌸
.
🌼
Keesokan harinya Alya terbangun dari tidurnya, ia merasakan kepalanya sakit luar biasa, belum lagi matanya yang terlihat sembab. Semalam Alya tidak sempat pindah ke kasurnya. Ya, dia tertidur dilantai seusai menangis semalaman. Lalu perlahan ia buka pintu kamarnya, terlihat ruang TV yang acak-acakan. Ulahnya semalam.
Alya tidak melihat keberadaan mamahnya, mungkin sudah kembali ke Bandung. Dan di meja itu Alya melihat sepucuk surat. lalu karna penasaran, Alya langsung mengambilnya dan membacanya.
Untuk Alya Putriku tercinta.
Maafin mamah ya nak, selama ini mama secara gasadar selalu nuntut ini itu. Maaf selama ini mamah selalu maksa kamu buat belajar.
Tanpa mama tau, kamu merasa tertekan dengan sikap mamah yang kayak gini. Mamah ngelakuin itu semua, cuma karna mamah pengen liat kamu jadi anak yang berhasil.
Mama cuma gamau kamu diperlakukan seperti mamah dulu. Selalu direndahkan dalam keluarga, hanya karna menjadi anak yang paling bodoh, yang paling menyusahkan, yang paling ga berguna. Karna memang pada dasarnya, orang yang pintar selalu dihargai. Tapi mungkin cara mamah yang salah.
Kamu tau nak? Mamah sangat bahagia kalau ada orang yang bilang kamu adalah anak yang pintar. Rasanya, rasa sakit mama dulu terbayarkan.
Sebetulnya, disini mama sangat bangga padamu nak, kamu terlahir pintar. Meskipun lahir dari rahim ibu yang bodoh.
Saat kamu bilang, mamah ga sayang kamu. Rasanya sakit sekali, tapi mamah ngerti kenapa kamu semarah itu sama mamah. Bohong kalau ada orang tua yang ga sayang sama anaknya, bohong kalau orang tua ga khawatir sama anaknya. Setiap malam, kadang mamah gabisa tidur, cuma karna kepikiran putri semata wayang mamah yang sekarang gada disamping mamah.
Mamah sangat sayang sama kamu nak, rasanya gada yang lebih besar dari sayangnya mamah buat Alya❤️
Satu persatu bulir bening menetes mengenai surat yang ia pegang sekarang. Alya merasa menyesal telah berteriak pada mama nya semalam. Lalu dengan langkah yang gontai ia ambil ponsel yang berada dinakas itu.
Mom❤️
Alyareez
Maafin Alya mah.
Alya juga sayang mamah❤️(delete)
Tapi setelah itu Alya mengurungkan niatnya, dan menghapus kembali kata yang hampir terkirim diroom chat yang bertuliskan Mom❤️ itu.
.
.
.
.
Untuk part ini sengaja aku fokuskan pada konflik yang dialami Alya dalam keluarganya. Aku cuma pengen cerita ini bukan hanya tentang romansa wkwk
Jadi gimana pendapat kalian tentang konflik dari cerita ini? Apakah kurang greget?:(
Kalo iya aku minta maaf huhu
20 Juli 2020