Daily Love

By sugarkoovi

406K 39.1K 2.4K

√ drable series √ baku √ bxb/boyslove Yoongi yang over protektif, posesif, dan pencemburu punya pacar Jimin... More

prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35.😂
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
hoseok's
45
Q&A
46
47
48
49
50
51
53
54
55

52

3.2K 348 55
By sugarkoovi

(I) Still.....










































"Bagaimana keadaaanya?"

"Dia sekarang sedang tidur setelah menangis cukup lama."

"Apa masalahnya seserius itu?" Seojun tertawa kecil, "ceritakan saja, aku tidak akan marah."

Yoongi membasahi bibirnya yang mendadak terasa kering. Melirik Jimin yang tidur diranjang dengan selimut kuning lembut, kekasihnya nampak seperti bayi.

"Ini ada hubungannya denganmu, yakin kau tidak akan marah, Hyung?" bagaimana pun Yoongi tetap merasa segan. Seojun adalah wali sah satu-satunya yang Jimin miliki, kalau Seojun sampai menarik restunya maka tidak ada lagi yang bisa membelanya di depan Jimin.

"Kau bahkan belum mengatakan apa pun, Yoongi. Aku akan pertimbangkan dari dua sisi, jangan khawatir."

Kemudian Yoongi menghela napas, sepertinya dia memang tidak bisa mengelak. "Kami bertengkar. Salah paham. Kau tahu 'kan kalau pasangan kekasih sering mengalaminya?"

"Ya, lalu?"

"Awalnya hanya ingin mengajak ngobrol karena Jimin merajuk, tapi dia menolak sebab harus masuk kelas. Kubilang hanya butuh waktu lima sampai sepuluh menit. Adikmu takut diusir dari kelas jika terlambat dan aku mengatakan membolos sesekali tidak masalah. Kau bisa tebak seperti apa?"

"Dia pasti tetap menolakmu." Seojun kembali terkekeh diseberang sana seolah tidak mencemaskan adiknya sama sekali. "Jimin itu anak yang rajin, Yoongi. Dia tidak akan membolos kecuali dia sakit sampai tidak bisa bangun dari tempat tidur."

"Ya, kau benar, Hyung. Dia juga mengatakan kalau hal sederhana yang bisa dilalukan untuk berbakti padamu adalah dengan tidak membolos kuliah. Lalu entah bagaimana dia semakin marah padaku sampai-"

"Sampai dia melarikan diri ke Busan?"

Yoongi terdiam. Menerka-nerka akan seperti apa hubungannya dengan Jimin setelah ini. "Hyung, bagaimana kau tahu?"

"Hyejin menghubungiku ketika Jimin datang, tapi aku mengatakan padanya untuk berpura-pura bodoh. Terimakasih, Yoongi."

Kalimat terakhir Seojun semakin membuat Yoongi kebingungan sekaligus gusar. "Kenapa kau berterimakasih?"

"Karena kau menjemputnya. Kau bertanggung jawab atas dirinya ketika aku tidak bisa melakukannya." Seojun menghela napas dalam-dalam. "Kupikir selama ini aku terlalu memanjakan sekaligus mengekangnya. Dia butuh waktu sendiri, dia butuh menghibur dirinya sendiri, butuh seseorang untuk bersamanya atau sekedar mendengarkan keluh kesahnya. Tapi aku terlalu sibuk dengan pekerjaan dan kehidupan baruku sampai terkadang lupa untuk menanyakan kabarnya. Aku berterimakasih karena setidaknya ada kau yang masih menggenggam tangannya sampai sekarang."

"Hyung.." Yoongi sedikit mengeluh.  "Perlakuanku terhadapnya tidak sebaik itu."

"Aku tahu, tapi orang tegas sepertimu yang dia butuhkan. Harus ada orang selain aku yang bisa membuatnya menurut dan itu kau. Tapi jika kau tidak sanggup katakan saja, aku tidak akan memaksamu untuk menjaganya."

"Aku sanggup, tapi mungkin adikmu akan semakin memusuhiku. Dia pasti menganggapku sudah menyogokmu."

Lagi-lagi Seojun menanggapinya dengan tawa renyah. "Akhir pekan nanti aku akan ke Seoul. Aku akan mengajaknya bicara dan aku pastikan dia akan menurut padamu."

"Maafkan aku, Hyung. Aku sering membuatnya menangis akhir-akhir ini."

"Dia mungkin terlalu merindukan ibu." suara Seojun mendadak lesu, ada kekehan getir yang terdengar menyakitkan. "Terakhir kami mengunjungi makam bliau mungkin setahun lalu. Ditambah aku yang memang sibuk dengan pekerjaan."

"Nona Hyejin bilang dia menangis setiap kali pergi menengok ibunya."

"Adikku memang secengeng itu. Sebenarnya masih banyak yang ingin aku bicarakan, tapi disana pasti sudah larut. Kau pasti lelah seharian menghadapi Jimin 'kan?"

"Kita bisa bicara saat kau datang kemari, Hyung."

"Ah, tolong jangan katakan aku akan berkunjung, aku ingin membuat kejutan untuknya. Mengerti?"

"Oke, selamat malam."

"Malam."

Yoongi kembali menatap Jimin dalam diam. Emosinya masih belum stabil dan dia belum tahu sikap semacam apa yang akan dia tunjukkan ketika Jimin terbangun nanti.












D A I L Y L O V E













Jimin terbangun dengan napas memburu, entah kenapa kejadian mengerikan yang pernah dia alami beberapa tahun silam mendadak masuk dalam mimpinya. Tangannya bergerak menjemput gelas dinakas lalu meneguk airnya hingga habis. Menarik napas dalam-dalam sambil menyeka keringat yang membanjiri wajah, bahkan nyaris seluruh tubuhnya basah.

Kakinya beringsut, menekuk hingga menyentuh dada. Dua tangannya memeluk dirinya sendiri dengan kening menumpu lutut. Tubuhnya menyatu seperti bayi meringkuk dalam kandungan. Perasaannya dingin, hatinya terasa sepi dan dadanya sesak. Jimin merasa sedih tapi tidak tahu apa yang membuatnya seperti ini.

Bukan, Yoongi bukanlah alasan. Sebab menurut Jimin, hubungan mereka setidaknya lebih baik dari sebelumnya meski belum ada pembicaraan. Yoongi menjemputnya, menemani, dan memeluknya sampai dia tertidur dengan bisikan halus menenangkan.

Ah, disini Jimin tersadar. Ketika kepalanya pelan terangkat, netranya bergulir kesamping untuk mencari sosok Min Yoongi, lelaki itu hanya meninggalkan jejak kusut. Mungkin jika Jimin berguling, mengendus bantal bekas tidur Yoongi semalam, dia akan mencium aroma feromon kekasihnya.

"Kau sudah bangun?"

Tubuhnya sedikit berjengit ketika ada suara yang menginterupsi acara melamun paginya. Oh, dia masih disini.

Yoongi mengernyit tipis ketika menyadari ada yang berbeda dengan Jimin. Lelaki manis itu menatapnya kosong namun dengan raut sedikit lega.

"Ada apa?" pertanyaan itu diiringi usapan lembut di satu sisi wajah Jimin, membuat si pemilik spontan memejamkan mata. "Hei, apa kau bermimpi buruk?"

Jimin tidak serta merta bersuara. Dia memilih menunduk dan kembali memeluk kedua lututnya. "Maaf," ujarnya lirih.

"Maaf?" Yoongi semakin bingung menghadapi Jimin. Emosinya sampai pagi ini bahkan belum terlalu membaik, sekarang ditambah perilaku aneh Jimin.

"Ya, karena sudah merepotkanmu."

Ingatan Yoongi terlempar pada obrolannya dengan Seojun semalam. Sepertinya Jimin memang benar-benar kacau. Kekasihnya nampak rapuh.

"Seojun Hyung menghubungiku semalam." aku Yoongi jujur. Matanya menatap Jimin yang tiba-tiba bergerak gusar dan segera meraih ponselnya yang tergeletak di sebelah gelas. Tampak memeriksa sesuatu dan berakhir menatap layarnya kecewa. "Dia mungkin sedang sibuk dengan pekerjaan, jadi belum menghubungimu."

Lagi-lagi Jimin tidak bersuara. Memilih menyimpan ponselnya di bawah bantal. Dia ingin bicara pada Seojun, tapi sepertinya tidak bisa, atau tidak perlu.

Kau sudah dewasa, Jimin. Berhenti mengeluh pada Seojun Hyung. Kau sudah cukup merepotkannya.

Sentuhan dikepala membuat Jimin kembali sadar. Matanya bergulir menatap Yoongi. Setidaknya lelaki pucat itu disini. Jimin tahu, Yoongi mungkin muak tapi dia akan berpura-pura bodoh. Hanya Yoongi yang bisa membuatnya merasa aman selain kakaknya.

Bahkan tanpa sadar aku memang sudah sebergantung ini padamu.

Yoongi berusaha untuk tidak mengumbar ekpresi terganggunya dihadapan Jimin. Memilih memasang wajah datar dengan perilaku lembut. "Sampai akhir pekan ini aku akan sibuk. Jadi maaf kalau tidak bisa menemanimu."

"Tidak apa-apa." kalimat itu bukan jawaban, itu lebih seperti kalimat penyemangat untuk Jimin sendiri.

"Lebih baik hari ini kau istirahat. Wajahmu tampak pucat. Seojun Hyung mungkin akan menghubungimu saat jam makan siang." Jimin menjawab dengan anggukan pelan. Yoongi menyempatkan diri untuk mengecup kening kekasihnya, sekedar untuk menenangkan. "Aku akan menghubungimu nanti. Aku harus pergi."

Sebenarnya Jimin tidak rela, tapi jika dia merengek mungkin Yoongi akan emosi dan justru keadaan akan semakin memburuk. Hatinya tidak tenang, dia ingin ditemani Yoongi. Sebab sekali lagi Jimin tegaskan, hanya Yoongi yang mampu membuatnya merasa terlindungi. Jimin pikir, hal aneh ini tidak akan terjadi sebab semalam semuanya terasa terlalu nyaman. Mungkin karena ada Yoongi disisinya. Tapi pagi ini, Jimin kembali mendapat mimpi buruk itu. Mimpi yang selalu menyapanya setiap kali dia pulang berkunjung dari Busan.

Yoongi beranjak dengan santai. Tidak nampak keberatan atau bahkan cemas dengan keadaan Jimin. Dalam benaknya, Yoongi menerka keadaan Jimin sekarang disebabkan rasa lelah sekembalinya dari Busan. Ditambah semalam lelaki manis itu menangis hinga jatuh tertidur.

Berbeda dengan Jimin yang menatap punggung Yoongi penuh harap. Berharap lelaki pucat itu berubah pikiran dan berbalik untuk menemaninya. Berharap bahwa pikiran negatifnya hanyalah sugesti buruk yang mencoba mempengaruhi emosinya. Berharap bahwa Min Yoongi masihlah sosok kekasih yang begitu menyayangi serta terlampau protektif padanya. Jimin berharap ada sebaris kalimat yang mungkin bisa membuatnya sedikit tenang dari bibir tipis itu. Nyatanya, sampai punggung itu hilang dibalik pintu tidak ada ujaran meski hanya satu kata.

"Hati-hati, Hyung..." ujar Jimin lirih, berharap Yoongi akan mendengarkan meski dia sendiri tahu itu mustahil.











D A I L Y L O V E












Sabtu siang ketika jam kuliah selesai, Jimin bergegas meninggalkan kelas. Dia memiliki janji untuk mengunjungi Yoongi ke agensi. Lelaki pucat itu yang memintanya. Ada sedikit rasa lega ketika beberapa hari menghilang tanpa kabar akhirnya mereka bertemu. Jimin berencana untuk berbicara serius tentang hubungan mereka. Dan, kebetulan Yoongi mengajaknya bertemu.

Ketika kakinya berhenti di depan pintu studio, entah kenapa mendadak Jimin merasa takut. Ada ragu yang menyergap hatinya. Apakah benar tindakannya? Apakah Yoongi benar-benar siap untuk diajak bicara tentang mereka? Apakah Yoongi tidak akan murka jika tiba-tiba dirinya ingin bicara mengingat perilaku Yoongi yang terlampau dingin saat terakhir mereka bertemu?

"Oh, kau sudah datang?"

Suara berat itu menyeret Jimin kembali dari alam bawah sadarnya, mengerjap kaku yang bersambut raut datar Yoongi. Tidak ada kecupan di kening, tidak ada pelukan, bahkan sekedar usakan di kepala. Yoongi yang dingin menyakitinya. Terlalu menyakitinya.

"Kau tidak mau masuk?" Yoongi tidak suka melihat Jimin yang seperti orang bodoh. Melamun dan tampak penuh beban pikiran. Sedang dirinya enggan bertanya. Sampai sekarang Yoongi tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Respon baik macam apa yang harusnya dia tunjukkan. Mungkin, mungkin dia hanya sedang jenuh namun enggan untuk melangkah lebih dulu untuk mengurai benang kusut ini.

Jimin memaksakan satu senyum tipis yang bahkan tidak mendapat balasan. Tepat ketika Yoongi memunggunginya -entah untuk melakukan apa pada komputer besarnya- senyum Jimin memudar. Dadanya kembali sesak tapi Jimin mencoba mengerti. Yoongi mungkin masih marah padanya. Dia kabur, melarikan diri, menghindar, bahkan belum meminta maaf untuk ucapannya yang melukai Yoongi beberapa waktu lalu.

"Tunggulah disini, aku keluar sebentar. Ada yang harus kuurus."
sebuah anggukan Jimin berikan. Lelaki manis itu mengambil duduk di kursi yang setiap hari diduduki kekasihnya. Menjalarkan jari-jarinya di meja. Menatap kesekeliling. Yoongi memang orang yang rapi untuk urusan properti.

Brandal bukan berarti kotor 'kan?

Suara bel menarik fokus Jimin. Menginterupsi lamunannya tentang masa manis bersama Yoongi. Jimin rindu. Sangat rindu.

Kakinya melangkah ingin membuka pintu. Namun, disaat yang sama pintu justru terbuka. Seorang lelaki paruh baya berkacamata berdiri dihadapannya.

"Oh, apa kau tamu Yoongi?"

"I-iya. Ada yang bisa Saya bantu?"

Lelaki bertubuh agak tambun itu tersenyum ramah sambil mengibaskan tangan. "Tidak ada. Aku hanya ingin mengambil sesuatu dari komputernya."

Karena Jimin tidak tahu apa pun, dia hanya diam dan membiarkan orang yang sepertinya salah satu staff di agensi ini untuk masuk ke studio dan melakukan apa pun sesukanya.

"Astaga, hampir lupa!" geraman itu agak mengagetkan Jimin, tapi tidak sampai membuatnya ketakutan sebab pintu masih terbuka lebar. Setidaknya jika orang asing ini melakukan sesuatu Jimin bisa lekas melarikan diri. "Jungwon!"

"Ya, Tuan?"

"Katakan pada mekaniknya untuk menunda perbaikan lima belas menit lagi aku sedang memindahkan file penting."

"Baik, Tuan."

Percakapan singkat itu menimbulkan satu kesimpulan di kepala Jimin. Sepertinya lelaki asing ini memang teman Yoongi. Tidak sampai lima menit sosok itu selesai dengan kegiatannya. Berbalik lalu menatap Jimin dengan senyum kalem.

"Kenapa kau sendirian? Kemana bocah pucat itu?"

"Saya tidak tahu, Tuan. Yoongi Hyung hanya menyuruh Saya untuk menunggu disini karena harus mengurus sesuatu."

"Oh, baiklah. Aku sudah selesai. Selamat menunggu kalau begitu. Permisi."

Cukup lama untuk Yoongi kembali ke studio. Menemukan Jimin yang duduk di kursinya menatap kosong layar komputer yang menghitam. Namun, detik selanjutnya Jimin menoleh saat menangkap bayangan Yoongi melalui komputer. Kakinya segera beranjak, berbalik untuk menemui kekasihnya.

"Kau bisa duduk disofa. Aku akan menyelesaikan pekerjaanku lebih dulu sebelum kita bicara."

Jimin terkadang bingung, kenapa Yoongi bisa bersikap begitu tenang seolah semuanya baik-baik saja. Membuatnya kesulitan membaca maksud hati lelaki pucat itu. Menjadikan dirinya satu-satunya pihak yang bisa terbaca begitu jelas.

Yoongi mengabaikan entitas Jimin sejenak. Memilih meraih mouse dan mendudukan diri di kursi yang tadi Jimin tempati. Belum setengah menit, Yoongi mulai gusar dan kedua alisnya mengerut nyaris menyatu.

"Apa yang kau lakukan pada komputerku?"

Suara Yoongi yang terdengar dingin sontak membuat kepala Jimin mendongak. Menatap bingung kekasihnya yang tiba-tiba murka.

"Jawab!"

Jimin yang bingung hanya mampu menggelengkan kepala. Melirik takut pada benda elektronik dibelakang punggung Yoongi.

"Aku tidak-"

"Aku hanya menyuruhmu untuk duduk, Park Jimin. Bukan untuk menyentuh apa pun yang ada disini!"

"H-Hyung, apa maksudmu? Aku tidak-"

"File musikku hilang dan hanya ada kau disini! Aku sampai tidak tidur untuk menyelesaikannya dan kau justru menghilangkannya!"

"Tapi aku tidak melakukan apa pun!" Jimin balas berteriak defensif. Napasnya pun tidak kalah memburu dengan Yoongi.

Lelaki pucat itu memejamkan mata, berusaha menekan emosinya agar tidak semakin mendidih. "Keluar."

Satu kata itu membuat Jimin tercekat. Kedua tangannya mengepal kuat disisi tubuh. Menatap tidak percaya sosok kekasihnya. "Aku tidak melakukannya!"

"KELUAR KUBILANG!!"

Jimin terlalu terkejut sampai tidak mampu bersuara. Tatapannya bergetar. Seluruh tubuhnya bahkan terasa ngilu. Dua kali dia diusir. Dan Kali ini sakitnya jauh berkali lipat dari sebelumnya.



















FIN!
GIGI

JULY 9, 2020

Continue Reading

You'll Also Like

59.4K 5.3K 47
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
310K 23.7K 108
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
457K 4.8K 85
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
170K 14.4K 26
Ernest Lancer adalah seorang pemuda kuliah yang bertransmigrasi ke tubuh seorang remaja laki-laki bernama Sylvester Dimitri yang diabaikan oleh kelua...