Yours

Par Elsarst

739K 66.5K 6.1K

[PLAGIATHOR HARAM MAMPIR, TQ] (Sequel The Most Wanted Boy Vs Bad Girl) Cover by: HajidahNasia Hidup Lalisa ya... Plus

PROLOG
Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
bagian 27
DIBUKUKAN !!!
Bagian 28
bagian 29
bagian 30
Bagian 31
Bagian 32
Bagian 33
Bagian 34
Bagian 35
EMANG MASIH NUNGGU?
BAGIAN 36

bagian 26

6.4K 717 249
Par Elsarst

Note: Jika tidak suka cerita ini, harap skip tanpa meninggalkan komentar negatif:)

🌹

KRINGG...
KRINGG...
KRINGG...

"AAAA.... ALARM LAKNAT!" Lalisa yang matanya masih terpejam tengah menutup telinga sembari menyumpah serapahi alarm miliknya yang sudah tiga kali berbunyi itu.

Dirinya berbalik badan sambil menaiki selimut yang sempat turun. Dan, berdecak sebal.

"Pft..., udah tiga kali tuh alarm buny-

"HA?? TIGA KALI?!!" Gadis itu auto terduduk dengan bola mata yang terbelalak.

Lalisa refleks menoleh ke alarm, mulutnya semakin ternganga ketika melihat jarum jam panjang ke pukul 7.

Gadis itu segera ke kamar mandi yang berada di kamarnya, tetapi air tidak kunjung turun. Sontak, Lalisa yang tengah kepanikan pun langsung keluar kamar sembari membawa handuk. Ia memutuskan untuk ke kamar mandi yang berada di ruang tengah.

Ya, dengan rambut tercepol asal serta wajah baru bangun tidur itu Lalisa turun ke bawah.

Saat kakinya menginjak di depan pintu kamar mandi, gadis itu tak sengaja berpapasan dengan Niko yang baru saja keluar memakai boxer tanpa mengenakan baju alias telanjang dada dengan rambut basah serta acak-acakan.

Otomatis, melihat pemandangan itu Lalisa segera mengalihkan matanya kearah lain, walau sebenarnya ia sempat tertegun sebentar.

Lalisa melipatkan kedua tangannya di depan dada dengan ekspresi seperti biasa saja, atau lebih tepatnya menahan semburat merah di pipi karena hampir saja ketahuan melirik sebentar badan yang menurutnya cukup atletis untuk anak SMA.

"ngapain?" tanya Niko yang tidak sadar gadis dihadapannya itu tengah berusaha mengontrol matanya untuk tidak melirik.

Lalisa masih membuang muka.

"Mau mandi lah!" jawab gadis itu sewot. "Udah, sono, sono! Gue mau mandi lo jangan menghalangi jalan." Usirnya agak kikuk sambil menggibas-gibasi tangan di depan wajah Niko.

Sementara cowok itu hanya mengernyitkan alisnya. Pasalnya gadis itu terlihat gugup, tapi ia tidak tahu kenapa. Alhasil, Niko pun minggir, mempersilahkan Lalisa masuk.

Lalisa melirik Niko sekilas sebelum akhirnya melangkah masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya.

"JANGAN NGINTIP LO!" Teriak gadis itu dengan nada mengancam.

Niko yang mendengar, hanya bisa terkekeh sembari mendekatkan wajahnya ke pintu. "Apa itu? Kok keliatan dari celah?"

"NIKO GUE TONJOK LO YA!"


🔥


Beberapa menit kemudian, Lalisa turun dari kamar dan sudah mengenakan seragam Sekolah serta menenteng tas juga sepatunya.

Sedangkan dari bawah, Niko tengah memperhatikan gadis itu.

Lalisa terlihat sangat terburu-buru sampai mata cowok itu tetap menatapnya meski Lalisa sudah duduk di sebelah sambil memakai sepatunya dengan cepat.

"Tumben excited banget ke sekolah? Biasanya males-malesan," tanya Niko sekaligus mencibirnya.

Lalisa masabodo, ia tidak menggubris. Yang gadis itu tau sekarang hanyalah Revan. Bagaimana caranya di hari pertama ia membuat Revan terkesima dulu. Ya, satu-satunya menjadi rajin.

Alis Niko terangkat sebelah ketika gadis di sampingnya hanya diam meski cowok itu telah berbicara usil.

"Lis?" panggil Niko.

"Hm?" Lalisa hanya menggubrisnya lewat dehaman, lalu merogoh HP dari dalam tas.

"Lu hari ini bareng Revan, kan? Gua soalnya mau langsung ke bandara."

"Iya, kan semalem gue bilang." Lalisa lagi-lagi menjawab tanpa menoleh ke arah Niko, ia malah fokus bermain HP dan tengah mengetik sesuatu di layar.

Niko diam sejenak seraya menatap wajah Lalisa yang daritadi tengah berseri itu. Ia masih tidak percaya gadis ceroboh itu akan benar baik-baik saja, walaupun nanti akan ada Revan yang menjaganya.

"Revan nanti jagain lu, kan?" tanyanya lagi.

Lalisa diam, tidak lagi mengetik. Ia menoleh dan menatap dalam bola mata Niko, seolah meyakinkan cowok itu.

"Niko, am i kidding you?" gadis itu hampir saja berdecih. "Revan itu ngejagain gue dari gue masih kecil, dan dia lebih tulus ngejagain gue dibandingin lo. Terus sekarang lo ngeraguin dia? Hih, gue lebih aman sama Revan tau gak lo!" sinisnya.

"Iya, iya deh...," Niko menghela nafas panjang seraya menghadap ke depan. "Bagus sih sebenernya. Jadi, gua gak perlu merasa bersalah ninggalin lu."

Lalisa pun tersenyum mendengar itu, lalu ia menepuk-nepuk bahu Niko. "Lo fokus aja sama urusan lo disana. Gue disini bakalan baik-baik aja." katanya meyakinkan Niko.

Niko hanya mangut-mangut, meng-iya-kan. Kemudian, ia berdiri sembari memakai tas dan melihat Lalisa yang masih terduduk.

"Gua duluan ya, nanti gua balik sebelum orangtua kita dateng kok, jadi pastiin lu harus baik-baik aja. Oke?" Niko menaikkan dua alisnya.

Lalisa tanpa sadar tersenyum kecil lalu berdiri sambil memegang bahu Niko sebelah saja.
"Lama juga gak apa-apa kok, sumpah." gadis itu menahan senyum lebar, apalagi ketika melihat raut wajah Niko yang seolah meremehkannya.

Sementara Niko hanya memutar bola matanya malas. "Iya deh, tau. yang gak akan kangen sama gua mah. Mentang-mentang mau pedekatean sama Revan, gua diusir, dih." sinisnya.

Lalisa terkekeh.

"Cep cep cep," gadis itu menepuk-nepuk kepala Niko pelan seakan cowok itu adalah anak kecil yang tengah marah, walaupun dirinya harus sedikit jinjit untuk mencapai pucuk kepala Niko. "Lo jangan kangen gue ya. Ya, walaupun mustahil si gue gak dikangenin."

Lalisa nyengir pede, sedangkan Niko hanya menatapnya datar. Ia mendengus pasrah.

Kemudian, Niko pun menurunkan pelan tangan Lalisa di kepalanya, dan menatap licik gadis itu,

"Kita liat aja ya, siapa yang paling dikangenin disini," ucap Niko seraya smirk, lalu tangannya gantian yang menepuk-nepuk pelan pucuk kepala Lalisa. "Gua pamit, dah.."

Niko melambaikan tangan sebelum akhirnya benar-benar keluar dari Rumah. Sedangkan Lalisa, ia masih setia dipijakannya dengan mata memandang ke arah pintu.

Gadis itu tiba-tiba menjadi diam, entah apa yang dipikirkannya.


🔥


Di parkiran Sekolah, motor Revan berhenti dan langsung distandarkan. Begitupun Lalisa yang ikut turun sembari memegang bahu cowok itu.

Lalisa menunggu Revan dengan senyuman yang tak hentinya menyurut dari berangkat sampai ia berpijak sekarang.

Revan pun turun. "Yuk kelas,"

Baru ingin melangkah, tiba-tiba dirinya menoleh lagi karena melihat Lalisa yang masih saja berdiam diri. "Kok diem?" tanya Revan menaikkan alisnya sebelah.

Lalisa mengulum senyum, lalu menyodorkan telapak tangannya ke Revan, ia sedang memberi kode. Sementara cowok itu hanya meliriknya tanpa mau menggenggam.

Dan, malah raut wajah Revan semakin terlihat kebingungan dengan tingkah aneh sahabatnya itu.

"Maksudnya?" Cowok itu tidak mengerti, apalagi sikap Lalisa yang tiba-tiba menjadi jaim.

Lalisa yang jengah karena Revan tak kunjung peka pun, hanya bisa menghela nafas panjang dengan tatapan datar menatap cowok itu.

"Huftt...," Lalisa meraih telapak tangan Revan begitu saja, dan digenggam erat olehnya. "Maksudnya gini loh. Dasar gak peka!" sindirnya seraya memutar bola mata.

Revan diam sejenak, melihat telapak tangannya yang kini tengah digenggam Lalisa. Mungkin itu sudah biasa bagi mereka saling berpegangan tangan, tapi entah mengapa hari ini sedikit berbeda. Rasanya canggung. Namun, ia harus terlihat biasa saja agar tidak menyinggung atau menyakiti perasaan Lalisa lagi. Hingga dipersekian detik kemudian, cowok itu tersenyum kecil sambil mengalihkan pandangannya ke Lalisa.

"Yauda yuk, ke kelas." ajaknya lembut pada Lalisa.

Lalisa pun hanya mengangguk seraya membalas senyuman Revan tulus, sebelum akhirnya pergi bersama menuju koridor Sekolah.

Mereka melewati beberapa orang yang daritadi memperhatikannya. Bahkan, disana ada Satria. Si cowok yang tidak suka dengan Revan juga Lalisa.

Lalisa jalan bersama Revan sambil menggenggam. Dan, gadis itu melirik sekilas Satria yang tengah bersandar pada tembok sambil melipatkan kedua tangannya di depan dada, hingga tak lupa senyuman devil yang selalu ditujukan pada gadis itu.

Satria menatap remeh gadis yang sedang melewatinya seraya menyombongkan diri di depannya. Namun, laki-laki itu mendecih sampai ia benar-benar hanya bisa melihat punggung keduanya menuju kelas.

Di depan kelas Lalisa, langkah mereka berdua terhenti.

Lalisa langsung berbalik menghadap Revan. Gadis itu masih saja mengulum senyum saltingnya bersamaan dengan semburat merah di pipi.

"Makasih ya." Lalisa menunduk, canggung rasanya. Biasanya mereka ala sahabat, kini Lalisa harus berusaha terlihat 'perempuan seutuhnya' yang notabenenya feminim.

Inget Lis, jangan selengean. Jaga sikap, Revan ini sekarang gebetan lo bukan sahabat lo! Semangat!

Tanpa sadar Lalisa menghembuskan nafas berat hingga kembali membuat kening Revan berkerut dan menatap gadis di hadapannya ini dalam-dalam.

"Kenapa?" tanya cowok itu.

Lalisa auto mendongak dengan bola mata membulat. "Apa?" agak telmi.

"Lalis aneh dari tadi pagi." Revan mengungkapkan kecanggungannya.

Sementara Lalisa hanya tersenyum kikuk sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Hehehe..," ia cengir.

"Abis biar gak malu-maluin Revan kalo dijalan. Hari ini Lalis janji sama diri Lalis sendiri buat jadi pendiam sesuai tipe Revan." jawab gadis itu lalu tersenyum smirk.

Agak takjub.
Revan sampai tak berkedip memandang gadis itu hingga dua sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman tulus.

Deg.

Lalisa menunduk dan menahan senyum malu, ia baru saja menjadi pemberani yang memulai duluan. Coba saja dari awal dirinya seperti ini, mungkin sekarang ia sudah menjadi kekasih Revan.

Revan yang kembali tersadar langsung berdeham untuk menghilangkan groginya. "Hm," lalu ia kembali berekspresi biasa sambil mengacak-acak  poni Lalisa gemas.

"Kok lucu sih..?" gemasnya.

"Denger ya Lalis," tangan Revan beralih ke bawah memegang dua telapak tangan Lalisa. Ia menatap intens bola mata gadis itu, begitu pun Lalisa yang pandangannya hanya terfokuskan pada wajah meneduhkan milik Revan.

"Jangan berubah karena Revan," ucapnya lembut sampai tak lupa diselipkan senyuman kecil yang sangat manis. "Tapi buatlah Revan suka dengan sikap Lalis. Karena berubahnya Lalis malah ngebuat Revan canggung." pintanya.

Lalisa tertegun seakan dihipnotis oleh tatapan teduh cowok itu. Namun, didetik berikutnya, dua sudut bibir gadis itu terangkat dan Lalisa mengangguk patuh.

"Iya, Revan bener. Lalis bakalan ngebuat Revan jatuh hati karena diri Lalis sendiri, bukan karena Lalis menjadi orang lain."

Revan menahan senyum seraya mengendikkan bahu. "Revan tunggu." katanya lalu menepuk-nepuk bahu Lalisa, hingga membuat gadis itu semakin yakin dan semangat untuk membuatnya jatuh hati.

"OKE, HARUS DITUNGGU!" Perintah Lalisa pada Revan sampai bola matanya melototi cowok itu. "SEMANGAT LALISA!!!" ia menyemangati diri sendiri.

"Yaudah, Revan ke kelas ya." pamitnya kemudian pergi.

Sementara Lalisa yang masih setia dipijakannya sambil menatap tulus punggung cowok itu, tiba-tiba saja senyum yang daritadi mengembang kecil menyurut begitu saja karena dikejauhan ia melihat Revan berpapasan dengan sahabatnya, Nina.

Mereka berdua terlihat sama-sama berhenti dan bertatapan, hingga dahi Lalisa tanpa sadar berkerut dan memicingkan kedua matanya untuk melihat ekspresi Nina yang entah mengapa terlihat dalam pada Revan.

Sempat nethink, tetapi segera ditepis oleh gadis itu. Lalisa langsung mengalihkan pandangannya dan berusaha untuk tidak cemburu, karena tidak mungkin Revan dan Nina saling menyukai.

"Nggak mungkin Lis," Lalisa menabok pelan pipinya, ia sebal dengan pemikirannya sendiri. "Nina sama Revan itu nggak mungkin saling suka, mereka itu hanya sebatas senior dan juniornya." gumam gadis itu berusaha meyakinkan dirinya sendiri.

Namun detik berikutnya, Lalisa menghela nafas berat.

Ternyata tatapan Nina pada Revan saja bisa membuatnya cemburu. Ada ketakutan di dalam lubuk hati gadis itu, jika kelak Revan akan menyukai Nina yang memang lebih cantik, manis, dan kalem, berbeda sekali dengan dirinya.

🔥

Di tempat berbeda, setelah berjam-jam perjalanan akhirnya cowok yang kini tengah memakai tas di bahu sebelah kanan saja sudah menginjakkan kakinya di rumah sakit yang ia tuju.

Daritadi senyum cowok itu terus mengembang disertai langkah kaki yang cepat menuju kamar 202, hingga sampailah ia di depan pintu kamar Rumah Sakit yang dulu Niko suka datangi seminggu sebelum dirinya pindah ke Jakarta.

Tidak sabar, excited, dan rindu. Itulah perasaan Niko sekarang. Sontak, dirinya langsung saja memutar kenop pintu dan masuk ke dalam kamar Vvip itu.

Ceklekk

Seorang wanita yang sudah berkepala empat segera menoleh ketika mendengar suara. Ia sedang duduk tadinya, namun seketika berdiri menyambut hangat seseorang yang baru dilihatnya lagi.

"Niko?!!"

Niko yang tatapannya tertuju pada gadis yang tengah berbaring tak sadarkan diri di kasur segera beralih melihat Mamanya. Sontak, ia tersenyum ramah sambil sedikit membungkuk.

"Hai tante." Sapanya sopan.

"Loh.., Niko kok kamu gak kabarin tante dulu kalo mau kesini?" tanyanya seraya berjalan mendekati Niko dengan ekspresi masih sedikit terkejut.

"Mendadak ini juga Tan, gak sempet kabarin jadinya," jelas cowok itu yang dimangut-manguti oleh wanita di hadapannya seakan memaklumi.

Kemudian, Niko menoleh lagi ke arah perempuan tadi yang masih saja tidak membuka mata dan badan yang dipenuhi selang itu.

Ekspresi Niko berubah sendu, namun dua sudut bibirnya terangkat sedikit menandakan ia senang bisa bertemunya, walau gadisnya masih belum membuka mata. Sementara Mamanya, yang seolah tau maksud dari tatapan cowok itu hanya bisa menghela nafas berat sambil menunduk.

"Dinda masih belum sadarkan diri," lirih Mama Dinda sampai membuat Niko mengalihkan pandangannya. "Dia masih harus transfusi darah."

Niko menunduk sendu.

"Maaf ya Tan, gara-gara Niko Dinda jadi begini," ucapnya menyesal. "Niko janji bakalan selalu ngejaga perasaan Niko buat Dinda,"

Niko mengangkat wajahnya kembali, menatap serius Mama Dinda. "Niko gak akan ninggalin Dinda, Tan. Tolong nanti sampaikan ke Dinda ya Tan, kalo Dinda udah sadar." pintanya sembari tersenyum kecil.

Sementara Mama Dinda hanya menggangguk dan tersenyum tulus pada pacar anaknya itu. Kemudian, ia menepuk-nepuk bahu Niko.

"Tante percaya kamu bisa jaga hati kamu buat Dinda, walaupun kalian sekarang udah beda kota," katanya yakin. "Yaudah gih, kamu tolong jagain Dinda dulu ya. Tante mau pulang sebentar."

"Iya Tan."

Mama Dinda pun pergi.

Kini hanya ada Niko dan gadisnya yang terbaring di kasur. Sontak, cowok itu pun melangkahkan kakinya mendekati Dinda.

"Din," panggilnya pelan seraya tersenyum tulus dan menatap teduh wajah gadis itu. Niko meraih jemarinya lalu digenggam erat. "Niko disini. Bangun ya," kata Niko sambil mengelus lembut dahi Dinda.

"Katanya sedih Niko pergi ke Jakarta. Sekarang Niko udah disini, tapi malah tidur terus."

Hening.

Dinda tidak meresponnya.

Dan itu membuat Niko menurunkan matanya sendu.

Drttt
Drttt

Cowok itu sedikit terkejut ketika ponselnya bergetar dari balik saku celana. Sontak, ia pun segera merogoh saku dan melihat siapa yang meneleponnya.

Dahinya otomatis berkerut ketika membaca nama kontak yang tertera di layar.

"Lalis?"

Ya, Lalisa meneleponnya.

Bukannya kesal, justru Niko menyunggingkan senyuman kecil sembari menggeser tombol hijau di layar dan di tempelkan ke telinganya.

"Hm? Ngapain lu telepon gua? Bukannya lu bilang gak akan kangen sama gua?" Niko menyemprot duluan dengan nada sok dingin alias merasa terganggu, padahal aslinya ingin sekali ia meledeki gadis di sebrang telepon sana.

"Heh!

Niko menjauhkan ponselnya dari telinga karena teriakan Lalisa yang begitu nyaring, sebelum akhirnya kembali didekatkan.

"Plis... Ini bukan saatnya lo meledeki gue, plis...," mohonnya dijeda sebentar.

"Ini gue lagi izin ke toilet cuma demi nelepon lo doang tau gak. Nih ya, dengerin gue sebelum lu kePEDEAN!" Semprot gadis itu lalu menarik nafas panjang sebelum akhirnya dihembuskan.

"Niko...," Lalisa yang awalnya ngegas tiba-tiba nada suaranya dilembutkan, seperti anak kecil yang meminta sesuatu. Sedangkan Niko, berekspresi cringe serta kebingungan. "Hari ini gue remedial sendiri, hiks—

Lalisa menyendukan suaranya yang menurut Niko terkesan lebay.

"Boleh ya gue minta tolong lo sekaliiiiii aja. Ya, ya, ya, boleh ya?! Plis...!"

Niko menghela nafas berat seraya mengacak-acak rambutnya frustasi. Dalam batin, mengapa dirinya harus selalu berurusan dengan perempuan yang menurutnya amat menyusahkan, padahal mereka tengah berjauhan.

Ada sedikit decakan sebal dari Niko. "Ck! Emang lu butuh bantuan apa sih?" tanyanya meski terdengar tidak ikhlas membantu.

Tapi tidak apa. Bukan Lalisa namanya yang menciut ditolak orang. Ia tidak peduli mau Niko ikhlas membantunya atau pun tidak, yang terpenting bagi gadis itu sekarang adalah selesai remedial.

Lalisa nyengir. "Hehehe..., bantuin gue searching jawaban ya. Nanti gue kirimin soalnya. Dadah... Mwahh-TUT

Merinding. Niko segera mematikan teleponnya ketika mendengar kiss byean dari Lalisa. Ya, cowok itu bergidik geli.

"Sial apa gua? bisa ketitipan orang kaya gitu. Nyusahin doang bisanya." gumam Niko pada ponselnya seakan-akan itu Lalisa.

Tringg

Niko melihat layar lagi, dan gadis itu sudah mengirim soal via whatsapp. Hingga tak lama, Lalisa mengirimi pesan lagi.

Lalisa : Tolong Searching semua ya! Kali ini doang kok gue minta bantuan lo. Buruan searchingnya keburu pak botak masuk kelas!!!

Alis Niko tertaut membacanya, ia hampir saja berdecih karena ketidak-tahu dirian seorang Lalisa. Namun, sesebal apapun dia, serese apapun Lalisa, Niko tetap membantunya.

Kini cowok itu terduduk di sofa, memfokuskan mata pada layar sembari men-searching kan jawaban soal yang dikasih Lalisa.

Sementara di tempat berbeda. Gadis itu tengah menunggu dengan was-was di bangku Sekolahnya.

Ia terus menggigit bibir bawah sambil melihat situasi, setelah dirasa aman barulah Lalisa melihat ke kolong meja untuk melihat jawaban yang dikirim Niko.

Lalisa tersenyum puas ketika melihat layar yang isinya jawaban semua, sebelum akhirnya Niko membalas pesan dari Lalisa.

Niko : Ini terakhir kalinya lu minta tolong ke gua ya! Jangan ganggu. Rese.

Lalisa sinis melihat pesan itu, ia menyumpah serapahi Niko di dalam hati.

"Dasar aneh! Kalo gak ikhlas kenapa coba mau aja nyari jawaban? Sok terganggu padahal seneng kan lo gue chat!" gumam gadis itu pada ponselnya.

🌹

WAJIB KOMEN GAK MAU TAU!!


Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

MARSELANA Par kiaa

Roman pour Adolescents

1.7M 64.9K 29
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
1.7M 119K 47
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
268K 25.4K 31
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...
Rumah di Perantauan Par SenjaaHaluu

Roman pour Adolescents

580K 27.6K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...