Araga

By SFNPart_Teen

286 69 3

06/A1/sfnpartteen/2020 [Telah diterbitkan] "Ra... please," Mohon Raga "Maaf Ga. Aku gak bisa!" "Kenapa?! Pa... More

Prolog
Eps 2 [Cuplikan]
Eps 3
Eps 4
Eps 5 [Cuplikan]
Eps 6
Eps 7
Eps 8 [Cuplikan]
Eps 9
Eps 10
Epilog [Cuplikan]

Eps 1

54 15 3
By SFNPart_Teen

Ara kecil bersembunyi di belakang sofa. Sesekali ia mengintip kedua orang tuanya yang tengah beradu argumen.

"Pokoknya aku gak mau anak kecil itu tinggal disini!" sahut seorang pria dewasa.

"Mas dia juga anak kamu, dia berhak tinggal di sini," balas wanita disampingnya.

"Anak kamu! Bukan anak aku!" Rean membantah ucapan istrinya.

"Aku gak mau tahu besok anak itu udah pergi dari rumah ini!" sambungnya lagi sambil berlalu menaiki tangga tetapi langkahnya terhenti kala istrinya kembali bersuara.

"Kalo kamu gak boleh mengizinkan Ara tinggal di sini. Aku bakal pergi sama Ara," ujar Riri menatap punggung suaminya itu.

"Lakukan aja! Berarti kamu pengen melihat anak kamu itu aku siksa!!" tunjuk Rean ke arah Ara yang tengah bersembunyi di belakang sofa.

Sontak Ara yang ketahuan Papa nya itu terkejut. Kemudian berangsut semakin bersembunyi di balik sofa. Ia takut Papa nya kembali berlaku kasar.

"Mas dia itu sama aja anak kamu! DARAH DAGING KITA!"

"Aku gak habis pikir sama kamu. Dimana hati nurani kamu mas! Kamu mau menelantarkan anak kamu sendiri!!"

"Tapi di mata saya dia bukan anak saya! " ujar Rean. Nada bicaranya terdengar rendah tapi menusuk.

Ara yang masih mendengar ucapan Papa nya itu mencoba menahan air mata yang siap luncur kapan saja.

Dia masih kecil. Tetapi, pikiran nya seperti orang dewasa. Ia akan cepat mengerti apa yang di bicarakan orang dewasa. Seperti sekarang ia mendengar ucapan Papa nya.

"Tega kamu mas! Apa kata orang
seorang pengusaha menelantarkan anak nya sendiri "

"Jangan coba-coba untuk mengajari saya! Saya tau apa yang menurut saya benar dan tidak!"

"Dan yang sekarang saya lakukan adalah benar!" lanjut Rean. 

"Menelantarkan anak sendiri kamu bilang benar?! Percuma gelar sarjana mas kalau kamu gak ada otak!" Riri mengusap air matanya.

Ara kecil sudah terisak sedari tadi. Ia sakit hati. Segitu gak mau nya kah, Papa nya mengakui ku sebagai anaknya.

Atau jangan-jangan Ara bukan anak kandung Papa?

Ara kecil mengusap air matanya dengan kasar. Kala terlintas pemikiran tersebut.

Logika saja, apa pantas anak kandung di perlakukan seperti itu?

Biasanya seorang Ayah akan sangat sayang dengan anak nya bukan? Apa lagi ini anak perempuan.

Anak perempuan akan sangat akrab dengan Ayah nya di banding dengan Ibu nya. Dan anak laki-laki akan sangat akrab dengan Ibu nya.

Tapi itu salah! Justru Ara yang selalu di sayang Ibunya. Ibu nya lebih sayang Ara di bandingkan saudaranya yang lain.

Apa salah Ara, sampai-sampai Ayahnya begitu benci.

Apa karena ia terlahir ke dunia? Hei! Tak ada salah nya seorang anak lahir ke Dunia.

Yang salah tuh perbuatan kedua orang tuanya bukan? Anak itu titipan dari Allah yang untuk kita jaga dan rawat.

Jangan malah di siksa bahkan di telantarkan bukan?

"Pokok nya aku gak mau tau, besok anak itu udah gak ada di sini!"

Sudah cukup Ara tak mau mendengarkan omong kosong yang keluar dari mulut Papa nya itu.

Ara berlari keluar rumah dengan air mata yang terus menetes. Ia berlari tak tentu arah tujuan.

***

Hujan deras disertai gemuruh san petir. Seakan semesta ikut menangis melihat betapa pilu nya Ara saat ini.

Bersandar pada pohon rindang, ia meringkuk dengan menenggelamkan wajahnya pada kakinya yang di tekuk.

Ara menangis dengan pilu. Ia tak peduli pada gemuruh dan petir saat ini.

Ara mendongak saat pundaknya di tekuk oleh seseorang.

"Kamu kenapa nangis?"

Ara masih saja terdiam seraya sesenggukan.

"Kata Bundaku, kita gak boleh nangis."

"Kenapa?" tanya Ara.

"Karena kalo kita nangis, nanti matanya bengkak, trus idung nya merah tau gak kayak apa?"

Ara mengerenyitkan alisnya sebelum kemudian ia menggeleng.

"Kayak Badut Ancol." anak laki-laki itu tertawa.

"Kenapa ketawa? Memang lucu?" tanya Ara.

"Oh, gak lucu ya," tawanya mereda kemudian anak laki-laki itu memggaruki hidungnya sendiri seperti sedang berfikir.

Sementara Ara masih menatap anak laki-laki tersebut.

"Jadi kenapa kamu nangis?" tanyanya.

"Aku... " Ara rasanya ragu untuk bercerita tentang masalahnya pada orang lain.

"Gak apa-apa kok, cuma takut hujan aja," jawab Ara pelan.

Anak laki-laki itu mengerenyitkan alisnya.
"Kamu bohong ya?, " ujar nya seraya mengacungkan jari telunjuknya.

"Kata Bunda aku, gak baik tahu kalo bohong," ucapnya lagi.

"Engg---ngga kok, aku gak bohong," ujar Ara seraya menggerakkan tangannya ke kanan dan ke kiri dengan polosnya.

"Aku bisa tahu loh kalo kamu bohong," kata nya.

"Lagian kamu siapa sih! Aku gak kenal!" ujar Ara ketus.

"Kenalin Algio Raga Abeemana. Anak paling ganteng nya Bunda."

"Panggil aja Raga," ujarnya lagi seraya mengulurkan tangannya pada Ara.

"Azzahra Kirana Albert. Panggil aja Ara atau Rara," balas Ara datar dengan segera melepaskan uluran tangan Raga.

"Jadi kita temenan kan?" tanya Raga.

Dengan spontan Ara mengangguk.

"Nah kalo gitu, jangan ngerasa kesepian lagi. Kalo ada apa-apa aku siap kok dengerin cerita kamu. Sekarang kan kita temen, " ucap nya.

"Kamu kok tau aku lagi ada masalah?" tanya Ara.

"Tanpa kamu cerita juga aku tau kok kalo kamu lagi dalam masalah."

"Mulut kamu bilang ngga, tapi mata kamu mengatakan semuanya," lanjut Raga.

"Jadi jangan nangis lagi," Raga mengusap air mata Ara dengan kedua ibu jarinya.

"Hujannya udah reda, yuk kuantar kamu pulang," ujar Raga seraya menarik tangan Ara. Tetapi Ara malah balik menarik tangan Raga, alhasil Raga kembali terduduk di samping Ara.

"Kenapa?" tanya Raga.

"Gak apa-apa, Ara lagi pengen disini dulu," balas Ara.

"Dibalik kata gak apa-apa pasti ada apa-apa," ucap Raga.

"Kamu sok tahu banget, kamu tuh masih kecil kok usah tau yang begituan," ujar Ara.

"Hehehe diajarin sama Abang," ucap Raga terkekeh seraya mengusap hidungnya yang tak gatal.

***

Tak terasa langit sudah menampakkan senja nya. Mereka berdua spontan menatap langit jingga itu.

"Bagus ya langit nya?" tanya Ara.

Raga menoleh menatap Ara disampingnya.

"Tahu gak? Bahkan ada yang lebih bagus dari senja langit itu," ujar Raga membuat Ara menoleh menatapnya.

"Apa?" tanya Ara.

"Kamu." jawab Raga.

Kedua nya terdiam. Saling menatap satu sama lain.

"Raga udah sore, pulang nak,"

Seorang wanita paruh baya menghampiri mereka.

"Pulang, nanti kamu di cariin Ayah," ujar nya pada Raga.

Sementara Ara hanya menatap interaksi mereka.

"Ini siapa Raga? Cantik banget," ucapnya seraya mengalihkan pandangannya pada Ara.

"Makasih tante. Aku Azzahra Kirana Albert, panggil aja Ara." ucap Ara seraya menyalami tangan orang itu.

"Saya Davira. Panggil aja Bunda Vira. Bunda nya Raga."

"Ayo Raga pulang, " ajak nya pada Raga

"Kamu juga pulang, nanti di cariin orang tua kamu," ujarnya lembut.

"Iya Bunda! Duluan aja nanti Ara pulang kok," balas Ara.

"Beneran? Kalo gak sekalian aja Bunda anterin kamu," ujar Bunda Vira.

"Gak usah, Bunda," tolak Ara.

"Yaudah kita pulang duluan ya, kamu hati-hati disini," katanya.

Ara tersenyum. Memperhatikan punggung Ibu dan Anak itu yang kian menjauh.

Ara menghela nafas berat.

Kapan dirinya akan dikhawatirkan seperti itu?

***

~~~ NEXT ~~~


Continue Reading

You'll Also Like

30.3M 1.6M 58
SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA - (Penerbitan oleh Grasindo)- DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 2 SUDAH TAYANG di VIDIO! https:...
9.7M 183K 41
[15+] Making Dirty Scandal Vanesa seorang aktris berbakat yang tengah mencapai puncak kejayaannya tiba-tiba diterpa berita tentang skandalnya yang f...
736K 53.4K 33
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
13.4M 1.1M 81
β™  𝘼 π™ˆπ˜Όπ™π™„π˜Ό π™π™Šπ™ˆπ˜Όπ™‰π˜Ύπ™€ β™  "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, ps...