Jangan Cium! : Soobin

By ice_coke

970 93 72

Kumara Gantari yang sering dipanggil dengan nama Mara, dia adalah gadis dengan penuh tekad. Ditiup tidak goya... More

Siji
Loro
Telu
Papat
Limo
Enem
Pitu
Songo
Sepolo
Sewelas
Rolas
Telulas

Wolu

40 4 6
By ice_coke


"Intine aku yakin, masalah hasil opo jare buri."

__________________________________





Bagaimana Mara tidak bahagia jika dia akan tinggal serumah dengan lelaki yang ia sukai? Rasanya seperti mimpi yang akan terwujud. Sungguh bahagia, apalagi bisa melihat Rafar dalam jarak sedekat ini dan dengan waktu yang lama. Dia jadi tidak sabar melewati tiap harinya bersama Rafar.

Sedangkan Rafar, lekaki yang duduk di hadapan Mara itu sama sekali tidak peduli dengan keberadaan gadis itu karena sibuk dengan ponselnya.

"Mara sama Kakak satu sekolah, kan? Wah bisa berangkat bareng," celetuk mama Rafar dengan bahagia.

  "Kalian juga berteman, kan?" tanya ibu Rafar lagi.

"Enggak Ma, tapi akhir-akhir ini sering ketemu," jelas Rafar tanpa mengalihkan pandangan sama sekali.

"Oh gitu." Mama Rafar mengangguk, lalu bangkit dari duduknya untuk mengambil makanan.

Mara mengamati Rafar, sesekali dia tersenyum bisa sedekat ini dengan lelaki pujaannya.

"Kak, Yasa gak bisa nerjemahin ini." Yasa datang dan langsung duduk di samping Rafar, dia memberikan LKS bahasa Inggris pada kakaknya.

"Yang ini," tunjuk Yasa.

Sebelum Rafar melihat hal yang ditanyakan Yasa, matanya tidak sengaja memandang Mara yang sedari tadi fokus melihatnya.

"Yes! Akhirnya dilihat juga!" pekik Mara dengan senang saat Rafar melihatnya.

Kejadian itu membuat semua orang langsung terkejut, Mara tersenyum sambil terkekeh malu.

Rafar jadi menaikkan alisnya satu, lalu menarik salah satu sudut bibirnya ke atas.

"Hm ... Yasa, kenapa gak coba tanya ke Kak Mara?" tanya Rafar yang kini memperhatikan  Mara.

"Ah iya! Ayo Yasa, tanya Kak Mara biar kalian cepet akrab!" sahut mamanya yang sudah duduk setelah meletakkan camilan di meja.

Yasa memandang datar Mara kemudian memasang muka ragu. Sementara Mara terbelalak mendengarnya lalu dia tersenyum kikuk. "Sini Yasa, Kakak bantu," katanya sedikit terpaksa.

Yasa yang sebenarnya tidak mau jadi bangkit dan mendekat ke arah Mara, memberikan LKS-nya.

Setelah mengetahui jika itu adalah LKS bahasa Inggris, Mara meneguk ludahnya kasar. Perlahan matanya menatap sang ayah yang duduk di sampingnya. Ayah Mara sedang asik berbicara dengan temannya, padahal Mara sangat butuh bantuannya.

Saat tatapan Mara kembali ke LKS ayahnya langsung menoleh, mengamati garis wajah sang anak yang sudah berubah cemas. Sebenarnya ayah Mara  sengaja berpura-pura mengobrol karena dia tidak bisa berbahasa Inggris.

"Yang mana Yasa?" tanya Mara dengan senyuman yang dipaksakan.

"Ini."

Mata Mara membulat melihat tulisan kata yang begitu banyak. "Ini apa?" tanya Mara tanpa sadar.

"Kakak gak tau? Ini kan salah satu puisi di buku Odes et Ballades milik Victor Hugo."

"Hah? Buku apa? Banglades? Hago apa?" tanya Mara tergagap tidak mengerti setiap kata yang diucapkan Yasa.

Wajah Yasa langsung datar, dia benar-benar tidak suka dengan Mara. Sejak awal melihatnya saja Yasa sudah tahu jika perempuan di depannya ini tidak beres.

"Lupain, aku gak tau artinya kalimat kedua ini. Kakak terjemahin aja."

"The morning of life," ucap Mara. Dia tersenyum saat mengetahui artinya. "Pagi hari kehidupan."

"Yasa tau, maksud Yasa yang ini. Baris kedua," tunjuk Yasa dengan gemas karena sudah kesal terlebih dahulu.

Old towers gleam white in the ray.

"Old artinya tua, tower itu ... tower, white putih, ray? Namanya Ray?" pikir Mara menyusun setiap katanya.

"Hm ... ini ... ah! Tower tua warna putih punya Ray!" kata Mara semangat karena tahu artinya. Sementara Yasa menyerngit, melihat kosakata itu sekali lagi.

"Gak ada kalimat kepunyaan, Kakak ngawur ya?" tanya Yasa menduga.

Mara terdiam, dia menutup mulutnya pelan-pelan karena  malu sendiri.

"Yasa gak boleh gitu," tegur mamanya.

"Kalimatnya gimana Yas?" tanya Rafar.

"Old towers gleam white in the ray," ucap Yasa lancar dan tepat.

"Artinya menara tua bersinar putih di bawah sinar." Yasa menatap Mara kesal setelah mendengar jawaban dari kakaknya. Untung saja dia tidak langsung percaya, ternyata jawaban Mara salah.

"Berarti dugaan Yasa bener."

"Dugaan apa Yasa?" tanya sang mama.

"Kak Mara gak beres," ucap Yasa sambil memutarkan jari telunjuknya di samping kepala.

Mara tentu saja terkejut mendapat ejekan itu. Lalu matanya menatap Rafar yang juga sedang melihatnya dengan tatap datar.

Malu sekali rasanya Mara tertangkap basah tidak bisa bahasa Inggris di depan calon ayah dari anak-anaknya kelak. Dia seharusnya sebagai calon ibu yang baik harus bisa berbahasa Inggris supaya bisa mengajari anaknya. Kalau begini Rafar tidak akan menjadikannya istri.

"Yasa, itu gak sopan, ayo minta maaf," kata mamanya tegas.

Yasa menggeleng lalu pergi begitu saja. Membuat Mara jadi mencebikkan bibir semakin sedih.

"Maaf ya, Mara," ucap mama Rafar. Mara hanya mengangguk sembari tersenyum. Kemudian menundukkan kepala merasa kecewa pada dirinya.

"Mara jangan sedih, Tante tunjukin kamar Mara yuk!" ajak mama Rafar yang membawa keduanya menuju lantai dua, tempat kamar Mara berada.

Saat dia melewati kamar dengan pintu yang ada nama gantung milik Rafar dan Yasa, dia diam sebentar, berhenti dan melihati kamar yang tertutup itu sampai akhirnya melebarkan mata saat Yasa keluar dari sana dengan pandangan sengit pada Mara.

"Bodoh!" katanya kemudahan menutup pintu dengan keras, membuat Mara terkejut.

"Loh, Mara ayo masuk." Mama Rafar menarik Mara ke kamar.

Dengan larian kecil Mara mendekat, lalu matanya membulat sempurna melihat kamar barunya.

"Suka?" tanya mama Rafar. Mara mengganguk, dia tersenyum penuh arti lalu memeluk wanita itu dan mereka meloncat-loncat bersama kegirangan sendiri.

"Makasih Tante!!!" teriak Mara.

"Tante yang terima  kasih Mara mau tinggal di sini!!!"

Mereka berteriak sambil terus meloncat-loncat.

Sampai mereka tidak sadar, jika kegaduhan yang mereka perbuat mengganggu penghuni kamar sebelah.

"Ma... berisik tau!" kata Yasa tidak suka dan menatap mereka berdua dengan jengkel.

"Oh ya, jangan panggil Tante lagi ya. Panggil Mama aja," kata wanita itu tidak memedulikan perkataan Yasa dan berhasil membuat bocah lelaki itu menghentakkan kaki dan langsung berlari setelah memukul mamanya.

"Ih! Yasa! Apa sih!" teriak mamanya yang terkejut dengan tindakan tiba-tiba dari anaknya.

"Ya udah Mara, Mama tinggal dulu. Yasa kalau ngambek besok gak mau sarapan."

"Iya Tan—Mama."

Wanita itu tersenyum lalu melambai yang dibalas hal serupa oleh Mara.

Namun lambaian tangan berhenti ketika sosok Rafar datang dengan menaruh barang-barang Mara yang tadi masih ada di bawah.

"Unch... Rafar romantis deh, mau bawain barang-batang gue," kata Mara dengan tersipu malu-malu sendiri. Sementara Rafar hanya menggeleng.

"Gue gak masalah lo tinggal di  sini, tapi jangan usik hidup gue."

Mara langsung cemberut, tidak terima dengan perkataan itu.

"Kita kan bakal jadi jodoh, jadi ya lo harus membiasakan di—EH! GUE BELUM SELESAI BICARA!" teriak Mara pada akhirnya karena Rafar sudah pergi begitu saja.

Rafar akan menganggap Mara itu tidak terlihat.

Tapi bagi Mara. "Gue bakal rebut hati lo, liat aja nanti."


Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 260K 62
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
5.3M 390K 55
โ—Part terbaru akan muncul kalau kalian sudah follow โ— Hazel Auristela, perempuan cantik yang hobi membuat kue. Dia punya impian ingin memiliki toko k...
809K 61.3K 30
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
424K 44.4K 19
*Spin off Kiblat Cinta. Disarankan untuk membaca cerita Kiblat Cinta lebih dulu untuk mengetahui alur dan karakter tokoh di dalam cerita Muara Kibla...