Love Sign

By viaviiaa

366 51 3

Vani telah menjadi jomblo selama hampir tiga tahun. Tepat di umur masa jomblonya yang menginjak tiga tahun, V... More

Jomblo Tiga Tahun [part 1]
Jomblo Tiga Tahun [part 2]
Keresahan [part 1]
Keresahan [part 2]
Love Sign [part 1]
Love Sign [part 2]
Love Sign [part 3]
Evan si Pemain Basket [part 1]
Evan si Pemain Basket [part 2]
HIATUS

Evan si Pemain Basket [part 3]

16 3 0
By viaviiaa

"Kamu ternyata bukan orang Jakarta ya Van?" tanya Evan, memecah keheningan yang ada diantara kami saat sedang menikmati makanan masing-masing.

Setengah jam telah berlalu sejak kami keluar dari bioskop, dan memilih untuk mengisi perut terlebih dahulu sebelum pulang.

"Iya, aku asli Malang" jawabku singkat, kemudian kembali menyuapi makanan ke dalam mulutku.

"Wah, ngga kelihatan ya" ucapnya antusias.

"Eh? Maksudnya?"

"Itu sebenarnya aku pernah tinggal di Malang, dan dari yang kutahu karena orang sana setiap hari ngomongnya pakai bahasa jawa, aksennya jadi medok. Tapi kamu ngga ada medoknya sama sekali hehehe" ucapnya dengan sedikit tertawa.

"Oh mungkin karena aku di Jakarta uda lama, jadi uda ilang deh aksen medoknya hehehe"

"Memangnya kamu di Jakarta sejak kapan? Aku pikir kamu ke Jakarta karena memang mau kuliah disini"

"Aku ke Jakarta waktu SMP kelas tiga, karena kerjaan orang tua. Tapi waktu kelas 1 SMK mereka harus balik lagi ke Malang. Aku ngga mau, capek pindah-pindah terus. Entah uda berapa kali aku pindah sekolah."

"Jadi kamu dari kelas 1 SMK tinggal sendirian di apartemen itu?" tanyanya lantang, meletakkan sendok di tangannya, dan memberiku tatapan serta ekspresi terkejut.

"Haha, engga. Aku ngga sendiri kok disitu. Aku tinggal sama sahabat aku. Itu juga alasan kenapa aku diijinin tetap tinggal di Jakarta."

"Memangnya sahabat kamu dari Malang juga?"

"Engga, dia orang Jakarta. Rumahnya di salah satu perumahan yang ngga jauh dari apartemenku. Dia sengaja tinggal sama aku biar aku ngga sendirian. Yah, untungnya rumah dia juga jaraknya ngga jauh, jadi tetap bisa sering pulang"

"Wah, sepertinya persahabatan kalian deep banget ya sampai dia rela ngga tinggal di rumah padahal dekat."

"Iya, aku beruntung punya sahabat seperti dia." ucapku dengan sedikit tersenyum.

"Ohiya, tadi kamu bilang pernah tinggal di Malang? Beneran?" lanjutku, saat mengingat sebuah kelimat menarik yang sempat terucap oleh Evan.

"Yep! Sama seperti kamu, pindah karena urusan pekerjaan orang tua. Aku pindah ke Malang tepat setelah pengumuman kelulusan SMP."

"Tunggu, setelah kamu lulus SMP? Berarti aku kelas 3 SMP dong? Berarti aku pindah ke Jakarta, kamu pindah ke Malang?"

"Hahahaha iya, tepat sekali!" ucapnya lantang lengkap dengan tawanya.

"Wuaahh" ucapku kagum, tak mampu berkata-kata atas kebetulan yang baru saja kuketahui.

"Waktu beberapa bulan yang lalu orang tuaku bilang mau pindah ke Jakarta, aku senang banget. Karena buatku ngga ada yang lebih baik dari Jakarta." ucapnya sambil menumpu dagu, melihat kearahku dan tersenyum.

Sedikit mematung melihat tingkahnya, aku hanya dapat tersenyum membalas senyumannya, kemudian kembali menikmati makananku.

***

Menikmati pemandangan hijau dari lantai lima gedung kampus, pada deretan meja perpustakaan yang berada persis di sebelah kaca adalah tempat terbaik bagiku untuk mengatur kembali setiap perasaan sedih yang selalu muncul tiba-tiba.

Kaca perpustakaan berada tepat di sebelah kananku, sambil mendengarkan lagu melalui earphone, kuletakkan kedua lenganku diatas meja kemudian menumpukan kepalaku diatasnya. Dengan pandangan ke arah kanan, menikmati pemandangan hijau dari halaman kampus dan mobil-mobil yang melaju di jalan tol.

Hari ini sebenarnya tak banyak hal menarik yang terjadi, kecuali satu hal. Saat aku melihat seorang cewek bersama kedua orang tuanya sedang bersama di ruang pendaftaran mahasiswa baru. Terlihat sangat menyenangkan, dan hangat.

Dua tahun berlalu tanpa aku pulang ke rumah sekalipun, orang tuaku pun sibuk dengan pekerjaan sehingga belum bisa pergi ke Jakarta untuk mengunjungiku. Aku sangat mengerti mereka sibuk, tapi jika mengingat momen penting saat mendaftar menjadi mahasiswa tanpa ditemani kedua orang tuaku rasanya sedikit menyakitkan.

"Bahkan saat aku wisuda kelulusan SMK pun mereka tidak datang" ucapku dalam hati.

Pada detik yang sama tanpa kusadari air mataku telah mengalir tanpa mampu kuhentikan.

"Menyebalkan, kenapa hanya dengan melihat satu kejadian kecil membuatku kembali mengingat masa-masa menyedihkan itu" lanjutku dalam hati, kemudian tenggelam dalam lamunanku menikmati pemandangan indah yang ada didepan, dengan iringan lagu dari earphone ku, dan juga dengan air mata yang masih belum mampu kuhentikan.

Waktu terus berlalu dalam keheninganku yang menyedihkan, hingga kurasakan seseorang menepuk pundak kiriku pelan sambil mengucap namaku yang samar terdengar. Sontak aku memalingkan pandanganku, melihat ke arah kiri dan mendapati seseorang yang tak asing.

"Evan" ucapku dalam hati.

"Loh Van? Kamu nangis?" tanyanya panik namun dengan suara yang rendah, mengingat kami sedang berada di perpustakaan.

Aku yang baru menyadari jika air mataku masih mengalir pun segera memalingkan wajahku membelakangi Evan. Kemudian mengusap kedua pipiku yang masih menyisakan bekas air mata, dan berusaha menghentikan air mataku agar tidak melanjutkan kegiatannya.

Setelah merasa keadaanku lebih baik, segera kupalingkan kembali wajahku ke arahnya.

Dengan canggung aku hanya mampu tersenyum, sedangkan dia hanya terdiam melihat kearahku. Seolah pandangannya terkunci.

"Kamu ngapain?" tanyaku.

"Kamu yang ngapain?" balasnya tanpa ekspresi.

"Eh?" tanyaku bingung, tak mengerti apa maksud dari pertanyaannya. Detik berikutnya aku hanya mampu terdiam canggung melihatnya, tak mengerti harus menjawab apa atas pertanyaan tersebut.

Detik berikutnya tatapan Evan berubah menjadi tatapan penuh rasa khawatir.

"Kamu kenapa?" lanjutnya sambil menunjuk matanya.

Ah, aku mengerti sekarang apa maksud pertanyaan itu.

"Enggak, gapapa kok" jawabku singkat lengkap dengan senyuman yang kubuat se-natural mungkin.

"Really? Aku tadi jelas lihat kamu nangis" ucapnya semakin khawatir.

Aku hanya mampu terdiam, memalingkan pandanganku ke arah meja dan menciptakan keheningan diantara kami.

"Aku tidak mau dia tahu tentang kesedihanku. Untuk apa? Memangnya dia siapa? Kami kan hanya teman yang baru kenal belakangan ini" ucapku dalam hati.

"Yauda kalau kamu ngga mau cerita, aku juga ngga mungkin maksa kamu untuk cerita. Tapi kapanpun kamu mau cerita aku pasti akan dengerin. Aku siap jadi bahu untuk kamu bersandar." ucapnya sambil mengelus pucuk kepalaku dengan lembut.

Perkataan dan tindakan itu seketika membuat pipiku terasa panas. Aku hanya mengangguk, namun tetap melihat ke arah meja. Tidak ingin Evan melihat wajahku yang kini pasti telah memerah.

***

Tiga bulan berlalu, aku baru saja menyelesaikan mata kuliah terakhir di ujian akhir semester kali ini. Melihat jadwalku yang kosong selama liburan semester kali ini, akhirnya aku memutuskan untuk liburan di Malang. Besok siang adalah jadwal penerbanganku.

Ting!

"Vani, gimana ujiannya?" sebuah pesan baru kubaca.

"Lancar dong hehehe. Kamu gimana?" balasku.

"Aman terkendali! Hehehe"

"Kamu nanti malam ada acara ngga?"

"Ngga ada sih. Kenapa?" balasku.

"Nanti malam aku jemput jam 7 ya!" balasnya.

"Mau kemana?"

"Ngga kemana-mana, cuma mau ngajak refreshing kelar ujian hehehe" balasnya.

"Oke deh"

Malam pun tiba, setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit, kami pun tiba di sebuah kafe dengan pemandangan laut di sekitarnya.

"Atas nama Evan" ucap cowok disebelahku kepada seorang pelayan di pintu masuk kafe.

Pelayan tersebut melihat ke arah tablet nya, mencari nama yang dimaksud.

"Mari saya antar ke mejanya" ucap pelayan tersebut setelah berhasil menemukan nama Evan.

Pelayan tersebut mengantarkan kami ke sebuah meja dengan sebuah kursi ayunan kayu menghadap ke pantai dan dua kursi besi berwarna putih saling berhadapan.

"Kamu mau duduk dimana? Disini atau disitu?" ucap Evan melihat ke arahku, sambil menunjuk kursi besi kemudian menunjuk kursi ayunan.

"Disini dulu deh, nanti kalau makanannya uda datang baru duduk disitu hehe" ucapku menunjuk kursi ayunan, kemudian menunjuk kursi besi.

Evan pun mengangguk.

Aku kemudian duduk di kursi ayunan kayu sambil melihat-lihat menu yang ada di buku menu. Diikuti Evan yang kini duduk di sebelah kiriku.

"Pesananannya itu aja ya kak? Ada tambahan lagi?" tanya pelayan yang baru saja mencatat pesanan kami.

"Itu aja dulu" ucapku.

"Baik kalau gitu, ditunggu ya kak" ucapnya sambil tersenyum, kemudian berlalu meninggalkan kami.

"Bagus banget Evan kafenya, pemandangan pantai ini benar-benar bikin mata adem" ucapku melihat ke arah pantai, kemudian melihat ke arah Evan sambil tersenyum.

"Syukurlah kalau kamu suka. Aku tau kamu suka pantai makanya aku ajak kesini." ucapnya lengkap dengan senyuman.

"Tapi, itu tadi pelayannya harus cari nama kamu dulu? Berarti kamu bikin reservasi?"

"Iya, disini sulit dapat tempat kalau ngga reservasi dulu. Lagian kalau ngga reservasi juga belum tentu bisa dapat posisi meja disini yang menurutku paling bagus posisinya" ucapnya.

"Setelah kuperhatiin memang ini meja yang paling bagus sih posisinya, ditambah lagi ada ayunan begini hehe" ucapku antusias.

Evan hanya mengangguk sambil tertawa melihat tingkahku yang antusias menggerakkan ayunan perlahan, tentu saja Evan pun membantu menggerakkan ayunannya.

"Pinjam tangan kamu bentar deh Van" ucapnya.

"Eh? Tangan?" tanyaku bingung.

"Iya, tangan kamu"

Kuarahkan tangan kananku kearahnya, meskipun masih tidak mengerti untuk apa.

Pada detik berikutnya Evan membuka sebuah kotak kecil yang ternyata berisi sebuah gelang berwarna perak dengan liontin sebuah bintang. Mengambilnya kemudian memasangkannya ditanganku.

"Aku suka sama kamu Vani" ucapnya setelah selesai memasangkan gelang tersebut, kemudian menatapku lengkap dengan pipi yang sedikit memerah.

Deg!

Aku hanya terdiam, menatap kedua bola mata itu. Jantungku berdetak dengan tidak beraturan, lengkap dengan pipiku yang kini memanas. Namun hatiku terasa begitu hangat saat mendengarnya.

Setelah tiga tahun berlalu, perasaan yang hampir saja kulupakan itu kini akhirnya telah kembali.



Bersambung . . .



Jangan lupa Vote dan Comment nya yaaa,. Supaya aku makin semangat nulisnyaa hihi :))

Ohya, Kritik dan Saran juga sangat dipersilahkan :))

Thankyoouu for Read :))

Continue Reading

You'll Also Like

35.1K 4.6K 39
Chava, terbiasa sendiri dalam menghadapi kerasnya kehidupan, membentuknya menjadi cewek yang tangguh. Nathan, terbiasa hidup di tengah-tengah kehang...
357K 13.8K 80
Wangyibo CEO terkenal yang akan tegas dalam peraturan yang di milikinya. Sampai suatu saat ia pun bertemu dengan pria kecil yang bernama Xiaozhan Yan...
86.7K 5.8K 20
"Hestama berhak tahu kalau ada bagian dari dia yang hidup di dalam rahim lo, Run." Cinta mereka tidak setara. Pernikahan mereka diambang perceraian...
380K 2.7K 12
WARNING 18+ !! Kenzya Adristy Princessa seorang putri terakhir dari keluarga M&J group yang diasingkan karena kecerobohannya. Ia hanya di beri satu...