Gemuruh suara langkah kaki satu - satu itu mulai memasuki ruang kelas kami yang berbentuk seperti gedung bioskop. Hampir memenuhi seisi ruangan, ini hari pertama kami masuk kembali usai liburan 3 pekan lalu yang cukup untuk menekan tubuhku beristirahat, karena kau tau bagaimana seorang wanita yang sedang kuliah sambil bekerja? Lelahnya luar biasa.
Kini aku berada di pertengahan semester, semester tiga tepatnya. Sastra Indonesia, jurusan tepat dimana aku menangguhkan pendidikanku sekarang. Jikalau kau berkata mengapa tidak mengambil jurusan bahasa asing? aku mencintai negaraku, lagipula kami juga disuguhi Bahasa asing. Cita - citaku tidak muluk - muluk. Jika aku bisa mendapat gelar magister saja sudah beruntung, haha. Kadang aku berpikir dengan kondisiku yang serba pas - pasan seperti ini bahkan bisa dikatakan kurang, apa mungkin dengan cepat bisa menyambat gelar sebagai Sarjana Sastra? Entahlah nasib akan berpindah padaku dengan mulusnya atau tidak.
"Berkedip dong ra, kasian mata kamu lelah kalo mandangin Sir Doyoung terus. Nanti bisa - bisa dia keselek"
Masa menatap matanya saja bisa bikin keselek? Dasar Lea. Aku kan nggak lagi ngomongin dia cuma natap matanya aja.
Tatapan mata ini bahkan tak bisa melewatkan detik per-detiknya, bagaimana sang dosen yang kelewat luar biasa sempurna itu menerangkan materi kami pagi hari ini. Astaga aku benar benar kelilipan, ah .. maksudku lebih tepatnya aku sudah dibutakan olehnya. Dia membuatku selalu tergugah.
"Aku rindu na," ujarku, aku bahkan tidak bisa melepas pantulan netranya, kemanapun Sir Doyoung pergi. Binar mataku selalu mengekorinya secara runtun.
"Sampai kapan begini terus? Haha. Dia masih single." Eleana menyenggol lenganku pelan.
"Deketin makanya. Jodoh gak ada yang tau" ujarnya mengintimidasiku saat ini.
"Mau ngejerumusin nih? Mentang mentang kamu sama Pak Johnny huh"
"Asik loh ra, sstt sini aku bisikin"
"Apa?" Eleana menarik pundaku pelan dan membawanya ke telingaku, sembari membisikan sesuatu.
"Sir Doyoung, muda, mapan, mempesona lagi, macem Hot Daddy gitu loh"
"Sial!"
Fokusku kini berubah atensi, tidak hanya pada tatapannya ──kini bayangku buyar berantakan membayangkan Sir Doyoung sedang melepaskan kancing baju kemejanya yang sangat mengetat sehingga memberi cetakan tepat di dada bidangnya. Bisa ku katakan semenjak kami disini, itulah gaya pakaiannya setiap masuk kelas dan memberikan materi. Entah bagaimana pandangan mahasiswa terhadapnya. Dia benar benar seksi sekarang.
Kelas kami usai 30 menit yang lalu, teman - teman yang lain sudah berhamburan keluar kelas. Aku dan Eleana menyelesaikan tugas kelompok kami yang belum diserahkan kepada Sir Ten yang harusnya ku kumpulkan seminggu yang lalu.
"Ra, observe dulu ini, minimal 3 mahasiswa lain lah."
"Yah, aku kira bisa selesai sekarang."
Eleana membola kemudian ia mengambil semua berkas kami yang ada di meja "gue yang kerjain. Nanti malem ada temen - temen abang gue ke rumah. Gue minta tolong sama mereka aja" Eleana menepuk pundaku sambil menuruni anak tangga dengan lincah satu persatu.
"Kamu kenapa deh na? Seneng gitu?" Aku menyusul dibelakangnya
"Udah dicariin Mister Pacar lah ra, duluan ya" ia tidak berjalan lagi, sudah berlari sekencang mungkin.
BRUK....
Seseorang membanting pintunya dengan keras, langkah kakinya berjalan mundur, aku menatap manik coklat gelap di dalam matanya.
"Uhm, Sorry ─Sir ... saya mau keluar."
Bisa kulihat jari - jari lentiknya menghadang setiap pergerakanku sekarang. Dia menguncikan dalam pergelangan tangannya yang begitu kuat.
"Gak mau sama saya dulu?"
"Maksudnya apa ya Sir?"
Gertakan keras sampai di telinga kananku, kini terasa sakit sampai pangkal pendengaran. Raut wajahnya seperti murka dengan mudahnya berubah secepat kilat.
"Kamu boleh keluar kalau tidak tertarik sama pelajaran saya."
Postur tegapnya berbanding, kini kami saling menyetarakan tinggi, walaupun aku tak cukup semampai untuk menyetarakan tingginya yang mencapai 179 sentimeter itu.
"Nggak begitu Sir, saya dengerin penjelasan anda dari awal sampai akhir, saya mencatat semuanya tanpa terlewat" jawabku
"No. Your eyes tell me the truth."
Apa maksudnya?
"Saya suruh kalian memperhatikan layar di depan, kenapa kamu tidak menghadap layar yang sudah saya siapkan? Saya tau kamu mencatat itu dari Eleana."
Oh sial!
"Saya minta maaf Sir"
Aku menundukan pandangan tak percaya, jadi dia memperhatikan mahasiswanya sebegitu detail?
"Saya tidak mau lihat kamu di kelas saya pekan depan"
"t─tapi Sir!!!"
Dia sudah keluar lebih dulu dengan gagahnya melewatiku tak lupa membanting pintu kelas begitu kasar.
Jujur saja, obsesiku selama ini adalah beliau. Sir Doyoung adalah salah satu dosen yang tampan, muda, kaya raya, pintar, berasal dari keluarga berada dan orang tuanya merupakan salah satu anggota dewan yang bekerja di istana negara.
Aku terlalu jujur ya? Tidak perduli, lagi pula dia kan tidak pantas bersanding dengan orang sepertiku. Usia kami terpaut 15 tahun. Dia 35 dan usiaku memasuki kepala 2 saat ini, lebih tepatnya 20.
Suara berat, fisiknya yang gagah, pakaiannya yang selalu modis setiap harinya menjadikan Sir Doyoung salah satu dosen yang bisa dijuluki Daddy's vibe oleh semua mahasiswa perempuan di kampus kami. Kemeja yang selalu terlihat mengetat di bagian dadanya bahkan tak malu - malu ia tonjolkan di dalam kelasnya. Sally salah satunya, mahasiswa perempuan yang duduknya selalu paling depan jika Sir Doyoung mengajar di kelas. Namun setelah itu ia akan berpindah ketika Mister Jungwoo yang mengajar.
Sir?
"Cuma minta ditemenin aja, gak ngapa ngapain. Lo gak bakal diajak having sex kok."
"Jam delapan, di Coffee shot story"
PIP
Mini dress selutut serta rambut tergerai kini menemaniku duduk di sebuah meja kokoh bercorak kayu jati berisikan empat orang, baiklah ia sudah datang.
"Hany!"
"Omg. Gak ketemu sebulan makin cantik aja lo. Yakin sih gak bakal kecewa ini mah"
Hany adalah salah satu sahabatku, dia selalu membantuku ketika aku dan keluargaku mengalami masa sulit, begitupun sebaliknya.
Hany mengenalkanku pada seorang pria yang katanya bisa menolongku. Tentu saja tidak dengan cuma cuma. Tetapi Hany sudah berkata bahwa kami tidak akan melakukan hal hal yang aneh sekalipun.
"Hany, btw siapa dia? Udah beristri ya?"
"Dia masih single, udah kepala 30 an tapi masih Hot"
"Aku disuruh ngapain han?" Pasalnya memang aku tak pernah mengenal bahasa kencan buta atau kencan semalam atau sejenisnya lah. Aku terpaksa resign dari cafe karna anak bosku suka semena mena disana. Terakhir kali dia melecehkanku di toilet, untung saja kemampuan karateku masih berfungsi. Maka dari itu aku menerima tawaran Hany untuk menemani seorang pria kaya yang bersedia membayar mahal walau hanya menemani untuk sekedar jalan - jalan tanpa mau berurusan dengan ranjang.
"Udah gue bilangin juga, cuma temenin jalan, makan, nonton, ngobrol doang. Gak lebih"
"maaf Han, baru kali ini. Aku gugup"
Tanganku cukup gemetar, aku memang bukan barang yang seperti akan dijual dan di oper orang lain, tapi tetap saja .. bertemu, berkenalan, menjalani kencan buta bersama orang asing yang belum ku kenal sama sekali asal usulnya juga begitu menakutkan. Pasalnya memang kami tak pernah tau latar belakang masing masing. Hanya ada Hany sebagai perantara.
"Gak usah. Gue kenal kok sama orangnya. Loyal banget, buktinya belom apa apa gue udah ditransfer." Ucapnya yang membuatku semakin merinding. Apakah aku benar akan dia jual?
Dua orang pria mengenakan kemeja hitam, yang satu masih terbalut jas abu - abu gelap miliknya, wangi dari laki - laki dewasa yang jika akan keluar rumah menggunakan beberapa kali semprotan baunya yang hampir memenuhi ruangan dan seisinya.
Hany melakukan cipika - cipiki kepada dua orang itu, aku berdiri di belakangnya dengan tatapan menunduk.
"Wow. Cantik banget Han, buat dia apa buat saya?"
"Om kok gitu!" Hany mengerucutkan bibirnya sebal pada salah satu pria disana yang bernama Ten.
"Om Ten kan sama aku ih!" Dihentak - hentakan kakinya beberapa kali di lantai dengan gemas.
"Om Doy ... nih orangnya. Cantik kan?"
Sorot mataku menembus ─langsung bertatapan dengan dua bola mata yang tadi siang menatap sarkas padaku. Astaga demi Tuhan.. apa salahku, kenapa bisa bisanya kami dipertemukan dengan cara yang seperti ini? Aku malu, sungguh.
"Kenalan sttt!" Hany berbisik pelan.
Aku mengulurkan tanganku perlahan "Kejora" senyumku tak ada makna. Hanya senyum polos seperti anak kecil yang disuruh ibunya tersenyum ketika bertemu seorang tamu. Seperti itulah sekarang diriku. Pikiranku membayang, bagaimana jika dia menganggapku rendahan? Atau mungkin wanita murah?
"Doyoung" ucapnya menggunakan suara beratnya, yang kupikir itu bukan menjadi menakutkan malah terlihat ... seksi?
***
"Yaelah rupanya Om Doy Dosen lo? Makin gampang dong urusannya"
"Kejora, saya sampe gak ngenalin kamu, bener - bener cantik banget, Doyoung sampe gak berkedip tuh liatin kamu"
I see, the eyes on me.
"Yaudah ra, ngobrol - ngobrol gih sama Om Doyoung, gue sama Om Ten mau keluar dulu" Hany berdiri meninggalkan kursinya dengan pria satunya, dia dosen juga bahkan dia mengajar bahasa asing di kelasku.
"Han!"
Dengan gelagat yang penuh ragu dan malu, Kejora hanya bisa terpaku di tempatnya.
"Yaudah sana. Kan udah saling kenal?"
"Mau keluar?" Sir Doyoung bersuara sambil berdiri meninggalkan kursinya, merogoh sakunya dan memberikan beberapa lembar uang dari sakunya untuk membayar minum kami ber-empat tadi.
"Iya ehm, anu om eh 'Sir'!"
Dia tertawa padaku, "kaku banget. Senyamannya kamu aja ra, panggil Sir aja kalo kamu sudah biasa"
Aku mengangguk sambil berjalan keluar mengekorinya dibelakang.
"Sir!"
"Ra!"
Masing - masing dari kami ada hal yang harus dibicarakan bergantian.
"Ladies first" ujarnya
"Sir, saya tau pasti kamu anggap saya rendahan sekarang, tapi sebenarnya saya baru saja resign dan Hany menawarkan kepada saya dan ──saya nggak menolak jika hanya menemani sekedar berjalan jalan aja"
Sir Doyoung terkekeh "kamu tenang aja, aman sama saya" aku menatap teduh pandangnya, sepertinya dia bisa dipercaya.
"Kejora, saya juga ingin menyampaikan bahwa saya ingin hubungan kita ini ada di luar lingkup kampus. Kamu santai saja, jangan kaku sama saya, oke?"
Bullshit. Kenapa dia jadi semanis ini selepas melupakan sejenak posisinya adalah sebagai dosen di kampus.
"Kamu boleh tanya apapun tentang saya, asal jangan tentang hal - hal pribadi saya kecuali saya tidak minta, paham?"
"Baik Sir"
Ia mengangguk senang, di kelas ─── kami tak pernah berinteraksi se-luar biasa ini. Benar benar jauh dari kata jutek, cuek, dingin, dari yang mahasiswa lain bayangkan.
Astaga aku takut jatuh terlalu dalam.
~
Sepekan berlalu, kami telah bertukar nomor handphone Line, Whatsapp juga saling mengecek akun Instagram satu sama lain, pribadinya benar - benar hangat sekarang. Aku bahkan sampai tidak mengenal bahwa ialah dosen dengan gesture killer yang mengajar di kelasku saat ini.
"Udah puas jalan - jalannya?" Ujarnya seraya menyesap kopi dingin yang baru saja dibeli di Starbucks, kami sedari tadi mengelilingi mall ──Sir Doyoung memaksaku untuk membeli pakaian baru dan model bajunya harus sesuai dengan yang dia inginkan.
"Thank you, Sir"
"Youre welcome, baby"
Dia mencium pipiku dan kini ronanya menyeruak hingga munculah semburat merah yang dihasilkan, jujur saja selama sepekan ini kami merasa nyaman satu sama lain
"Ke tempat Ten ya? Hany ngajak ngumpul"
"Jam segini?" Ujarku sambil melihat jam tangan yang bertengger di pergelangan tangan kananku menunjukan pukul 22.30
"Nanti saya yang anter kaya biasa, adik - adik kamu udah pada pulang kan?"
"Udah Sir"
~
Kediaman Ten berada di tengah - tengah perkotaan, jadi tidak heran lalu lintasnya begitu padat. Mengingat harinya hari Minggu yang selalu dipenuhi anak muda di sepanjang kafe yang terletak di depan kawasan elitnya.
"Thanks bro" sahut Ten sambil membawakan beberapa makanan serta minuman yang sempat dibelikan Doyoung untuk mereka bersantai nanti.
"Mister Ten? Hany mana?" Tanya gadis itu
"Udah di dalem, di dapur tuh samperin ra"
"Eh ra, bantuin bawain cola dong!"
"Han, makanan ringannya juga nggak?"
"Oh iya jelas!"
Mereka bercengkerama di ruang tamu, kini Hany yang sedang cuddle kursi panjang sedangkan Kejora yang sedang berpangkuan dengan Doyoung, masing - masing mereka menatap tontonan Netflix yang Doyoung sarankan.
"Om, Hany gak paham filmnya"
"Itu subtitlenya ada kenapa gak kamu baca?"
"Uhmm gak mauuuuu!!" Rengek Hany pada Ten kemudian diselipkan wajah kecilnya di leher milik Ten dan Hany menghisap kecil di sela sela kulit leher milik lelakinya, sehingga mengeluarkan sedikitnya erangan yang tak tertahankan.
"Shhh Han, stop it!"
Desahan itu benar terdengar oleh Doyoung dan Kejora. Kemudian mereka saling menatap satu sama lain tanpa bergerak.
"Okey okey. Wanna play game?"
"What game?" Tanya Hany sambil menghentikan aksinya.
Papan berbentuk lingkaran itu memiliki tuas di atasnya, dan ketika tuas diputar dan panah berhenti bergerak ─kau harus membuka isinya, dan melakukan apa yang tercetak di papan yang dilapisi kertas berwarna warni.
"Got it?"
"Sure" sahut Doyoung dengan anggukan.
"Do with ur partner"
Hany mendapat giliran pertama melalui putaran botol yang mengarah padanya.
Setelah memutar tuas, gilirannya berhenti pada warna hijau kemudian ia membuka lapisan itu dan munculah beberapa tulisan bercetak tebal "Kiss your partner cheek 100x times!"
"Omg besok ada ngajar lagi" Ten terkekeh kemudian tantangan itu sungguh di lakukan oleh Hany.
"Astaga Hany," Kejora hanya tertegun begitu kilatnya ia mencium pasangannya sekarang.
Next is Ten turn,
"Haha. I like this one!"
Ten meraih tengkuk Hany dengan kasar, diraup bibir ranum gadis itu sambil sesekali menyesapnya, suaranya benar - benar terdengar basah dan beberapa kali ia menggigit bibir bawah gadis itu sehingga lenguhan Hany malah membuat Ten lebih bergejolak untuk melakukan ciuman panas mereka.
"Kiss ur partner" Ten benar - benar mendapat jackpot melalui papannya sendiri.
Doyoung mengenggam tangan partnernya dengan erat, ia tak menatap dua orang yang saling bercumbu namun menatap gadis yang kini terbawa suasana atas cumbuan sahabatnya itu.
"Stop it Ten!" Doyoung memberhentikan situasi disana
"Sorry haha"
"Kejora Turn" sialnya ia mendapat giliran sekarang setelah Hany memutar botol itu.
SRET
"Give your partner the best of your Hickey!"
Shit
Kejora hanya bisa merutuki lapisan kertas berwarna merah muda itu, dia benar - benar menyesal mengikuti permainan mereka. Bukan tidak tau, namun jangankan berciuman, gadis itu terakhir berpacaran ketika ia masih di sekolah menengah pertama.
Walaupun tak jarang menonton film tak senonoh, ia tentu tau bagaimana memberikan kissmark pada pasangannya. Ia hanya tak pernah mempraktekannya selama ini.
"Go Ahead Kejora" semangat Ten yang senyumnya menyeringai pada Kejora.
"You wanna?" Doyoung bertanya kilas, ia hanya tidak suka jika gadis itu melakukannya dengan terpaksa.
"Hurry up! Game still game ya, you lose you get punishment!"
Oh my god. Should I?
Deandeli Anestin Kejora
Doyoung
Hany
Ten Lee
Lea
Pilihlah bacaan yang bijak!