Hello Dr. Jack

By riniermaya

53.1K 2.4K 182

Cerita ini menjadi 20 peserta terpilih dalam kompetisi Lovrinz Writing Challenge 2021. *** Janu, seorang dokt... More

Prolog
1. Janu Bayuaji
2. Poli Penyakit Dalam
3. Nervous
4. Pertemuan
5. Gombal
6. Perjodohan
7. Calon Istri
8. Pedekatan
9. Buaya Darat
10. Janji
11. Kenalan
12. First Kiss
14. Lamaran
15. Dua Keluarga
16. Kisah Masa Lalu
17. Baikan
18. Belajar Masak
19. Usaha
20. Rendang
21. Ketahuan
Promosi Buku

13. Pertengkaran

2.3K 111 14
By riniermaya

Janu mengejar Rani saat tak sengaja bertemu di parkiran belakang, saat mereka sama-sama akan pulang.

"Rani, tunggu!"

Setelah mengantar kepulangan Nadine, Janu bergegas mencari Rani. Tidak mungkin dalam satu hari dia mengurus keduanya.

Mendengar itu, Rani berjalan semakin cepat karena memang sengaja menghindari lelaki itu.

"Rani!"

Janu meraih lengan mungil itu dan menariknya hingga tubuh mereka hampir bertabrakan.

"Apaan, sih."

Rani meronta, merasa tak enak jika dilihat orang lain. Apalagi posisi mereka masih di rumah sakit. Untunglah parkiran belakang sepi, jadinya aman.

"Kamu jangan marah," bujuk Janu.

"Marah kenapa?" tanya gadis itu pura-pura tidak tahu.

"Soal itu--"

Janu terbata, bingung ingin menjelaskan apa kepada Rani. Dia hendak menyangkal tetapi itu tidak mungkin. Apa yang dilihat gadis itu benar adanya.

"Kamu sibuk. Aku gak mau ganggu," jawab Rani tegas sembari melepaskan cekalan tangan Janu.

Janu menjadi serba salah. Melihat wajah Rani yang nampak tegar, dia menjadi tak enak hati.

"Itu ... aku ngurusin pasien," jawabnya jujur.

Memang benar begitu. Nadine adalah salah satu pasiennya. Hanya saja spesial hingga dia menghabiskan lebih banyak waktu di rumah sakit untuk menjaganya.

"Mesra, ya? Sampai di-kiss segala."

Rani melipat tangan di dada dan menatap Janu dengan tajam. Gadis itu masih berusaha menahan emosi yang hendak meledak. Dia berhak marah karena lelaki itu adalah kekasihnya. Sedangkan status wanita tadi masih dipertanyakan.

"Ikut aku."

Janu kembali menarik lengan Rani dan membawanya masuk ke mobil, lalu menutup pintu dan menyalakan AC.

Rani menolehkan wajah, tak sudi menatap wajah tampan di sampingnya. Dia muak. Masih terbayang dalam ingatannya, bagaimana dua manusia itu bermesraan tadi.

"Nadine itu pasien aku. Kami udah dekat lama, sebelum aku dekat sama kamu."

Janu memulai pembicaraan. Entah harus menjelaskan dari mana, dia pun tak tahu.

"Pacar kamu?" tuding Rani tanpa basa basi.

"Belum jadian. Tapi aku udah ketemu orang tuanya beberapa kali," lirih Janu. Baiknya dia jujur mengakui daripada masalah ini semakin runyam.

"Terus hubungan kita gimana? Aku gak mau diperlakukan kayak gini," ucap Rani kesal.

"Kamu yang nembak aku duluan. Jadi--"

Rani menarik napas dalam. Mungkin dia terlihat agresif saat menyatakan cinta. Namun, gadis itu juga tidak akan berani kalau Janu tidak memberikan sinyal positif.

"Kita udahan aja, ya. Aku salah persepsi selama ini. Aku kira kamu juga suka."

Rani tertunduk malu karena tak bisa membaca isi hati lelaki. Dikira mereka saling cinta, ternyata malah sebaliknya.

"Maafin aku, Ran. Aku gak bermaksud mainin kamu. Aku sebenarnya juga suka. Tapi, Nadine--"

"Tapi kamu lebih suka Nadine. Buktinya keluarga kalian udah saling kenal."

Setitik air mata Rani menetes. Gadis itu mengusapnya pelan sembelum melanjutkan ucapan.

"Harusnya kamu bilang dari awal. Jadinya gak usah ngasih harapan sama aku."

"Aku--"

"Bye!"

Rani keluar begitu saja meninggalkan Janu yang masih duduk termenung seorang diri. Gadis itu kembali menghapus air mata dan berjalan tegak. Beberapa orang lewat dan menyapanya. Dia tetap tersenyum manis membalas sapaan mereka.

Rani kembali ke ruangan dan menyelesaikan pekerjaan. Di sini dia harus bersikap profesional, membedakan yang mana urusan pribadi dan pekerjaan.

Janu masih termenung di mobil. Dia sungguh menyesal telah mempermainkan hati dua wanita ini. Harusnya dia tak menerima tawaran Rani. Ah, kaum Hawa memang godaan bagi para Adam. Jika boleh, dia malah ingin memiliki keduanya.

Janu berdoa semoga Rani masih bisa bersikap biasa aja setelah kejadian ini. Mengingat mereka masih harus berhubungan sebagai rekan kerja. 

***

Nadine resah menanti. Janu berjanji akan datang ke rumahnya untuk menjenguk setelah pulang dari rumah sakit. Sekarang sudah hampir pukul delapan malam, tapi batang hidung lelaki itu belum juga kelihatan.

Sedari tadi Nadine bolak-balik di kamar dan mengintip ke bawah jendela, berharap ada mobil datang dan lelaki itu muncul. Kamarnya di lantai atas memang terhubung dengan jalan raya. Jadi, bisa terlihat siapa saja yang lewat.

Mamanya sudah sibuk sejak tadi di dapur. Semua bahan makanan di lemari es sudah dikeluarkan dan diolah menjadi berbagai macam menu. Nadine tidak diizinkan membantu karena dia masih sakit. Dia hanya boleh mencicipi hasil masakan untuk mengoreksi rasa.

Papanya juga sudah bersiap-siap sejak tadi sore, mandi lebih awal dan berpakaian rapi. Adiknya Nabil bahkan pulang lebih cepat. Dia tidak jadi main bersama teman-temannya. Semua orang di rumah ini sangat senang saat mendengar Janu akan ikut makan malam bersama keluarga mereka.

Janu sangat pandai membawa diri, berbincang dengan papa mengenai berita terkini yang sedang trend di masyarakat. Lelaki itu juga suka memuji masakan mamanya dan tak sungkan menambah lauk jika sesuai dengan selera.

Janu juga mengajarkan Nabil beberapa trik agar lolos di fakultas kedokteran sama seperti dirinya. Adik lelakinya itu memang bercita-cita menjadi seorang dokter. Ketika lelaki itu masuk ke dalam keluarga mereka, semua menjadi cocok.

"Nomor yang anda tuju tidak dapat menerima panggilan. Silakan periksa kembali nomor tujuan anda."

Sudah berulang kali Nadine men-dial nomor ponsel Janu, tetapi jawabannya tetap sama. Sepertinya lelaki itu sedang tidak aktif.

Nadine terkejut saat pintu kamarnya diketuk. Gadis itu bergegas membukanya.

"Makan malam, yuk. Papa udah nungguin di bawah," ucap Ratih saat menyuruhnya turun.

"Tapi Janu--"

"Mungkin sibuk. Dokter itu banyak pasiennya. Kita makan aja dulu. Kamu gak boleh telat, loh. Nanti kambuh lagi."

"Ma ..."

"Kami tunggu di bawah."

Mamanya memilih turun dan membiarkannya menentukan pilihan. Jika Nadine ingin ikut makan bersama mereka, dia pasti segera turun. Jika masih menunggu kekasihnya, berarti gadis itu akan telat makan. Itu akan berisiko pada lambungnya.

Nadine mengambil sweater di lemari dan memakainya, memilih turun dan ikut makan bersama keluarga. Dia tidak mau penyakitnya kambuh lagi.

Sepanjang makan malam wajah Nadine terlihat cemberut. Hal itu membuat Raka menegur putrinya.

"Menghadap rezeki kok gitu."

Nadine memang masih kesal karena Janu ingkar janji. Padahal dia sudah berdandan cantik, menutupi wajahnya yang masih pucat dengan sedikit make-up.

"Baru jadi pacarnya dokter sudah ambekan. Gimana nanti kalau jadi istri." Ratih menimpali.

"Uhuk!"

Nabil terbatuk mendengar ucapan mamanya. Sejak tadi dia ingin tertawa sejak tadi melihat kelakuan sang kakak. Nadine memang berusia lebih tua, tapi sikapnya sungguh kekanakan.

Ratih menyenggol lengan putranya, memberikan kode dengan pelototan mata. Akhirnya Nabil mengalah dan meneruskan makan, walaupun dalam hati menahan geli.

Nadine memilih diam dan tidak mau menyela pembicaraan orang tuanya. Baiknya lagi, dia memang tidak suka membantah jika sedang dinasehati. Gadis itu akan mendengarkan semua ucapan orang tuanya.


"Dokter itu memang begitu, mengabdikan diri untuk melayani masyarakat. Pasien nomor satu bagi mereka. Sudah sumpahnya," jelas Raka.

Biasanya mereka makan dalam diam. Namun, karena melihat suasana hati Nadine yang berbeda kali ini, papanya berinisiatif untuk memulai pembicaraan. Lelaki paruh baya itu merasa perlu menasihati putrinya.

"Bener kata Papa. Siapa tau ada pasien gawat darurat yang harus ditangani," sahut Ratih.

"Resiko profesi yang udah dipilih, Ma. Tugas mereka mulia. Kita harus mengerti."

Raka mengedipkan mata kepada sang istri sembari mengulum senyum saat melirik putrinya. Diam-diam, tiga orang itu saling berbisik dan bergosip.

"Tambah ikannya, Ma." Nadine menyodorkan piring.

Ratih dengan senang hati mengambilkan tambahan lauk. Itu berarti Nadine sudah tidak merajuk lagi, karena biasanya porsi makannya cukup banyak.

"Ayo, habiskan makannya. Jangan mubazir. Mama udah capek-capek masak. Masa' disisain."

Raka ikut menambah beberapa potong ikan di piring. Melihat itu, Nabil tidak mau kalah. Di antara mereka berempat, memang dia yang makan paling banyak. Anak itu sedang dalam masa pertumbuhan, sehingga segala macam menu dilahapnya.

Hasilnya dalam sekejap semua makanan ludes tak bersisa. Padahal Ratih memasak cukup banyak karena melebihkan porsi untuk tamu.


"Aku udah."

Nadine meletakkan sendok dan garpu di piring, lalu membawa ke dapur dan mencuci sendiri bekas makannya. Setelah itu dia naik ke kamar tanpa berpamitan lagi. Yang lain sudah mengerti sikapnya memang begitu. Biasanya juga akan baikan sendiri.

"Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi. Tolong periksa kembali nomor tujuan anda."

Nadine meletakkan ponsel di nakas, lalu berbaring di kasur. Dia kembali tersenyum saat membayangkan kejadian tadi siang di rumah sakit. Janu memang belum menyatakan cinta, walaupun sinyal itu ada. 

Semua terasa indah sampai seorang wanita masuk dan memergoki mereka yang sedang bermesraan. Wanita itu memakai jas dokter dan mencari seseorang, yang dicurigai Nadine adalah Janu. 

Janu sudah memberikan penjelasan bahwa wanita itu salah satu rekan kerjanya. Seorang dokter umum di bangsal. Namun, yang masih menjadi pertanyaan bagi Nadine adalah raut wajah wanita itu terlihat berbeda saat melihat mereka.

Berbagai macam pertanyaan berkecamuk di kepala Nadine. Nalurinya sebagai wanita kali ini berbicara. Dia mencurigai sesuatu saat itu, hanya saja lupa saat harus mengurus kepulangan.

Pada akhirnya Nadine menyerah, memilih untuk menutup kedua mata dan mengosongkan pikiran. Gadis itu membiarkan diri masuk ke alam mimpi yang indah. 


Continue Reading

You'll Also Like

894K 84.1K 52
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
665K 24.6K 37
SEQUEL MY HUBBY Masih ingat sama anak sulungnya abi Nathan sama umi Syifa? Ya, Rafelino Gibran Arrafka. Cucu pertama dari tuan dan nyonya besar Arraf...
3.7M 40.1K 32
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
Mas Kevin By bio-che

Teen Fiction

69.8K 5.4K 36
Dia tetanggaku yang sangat kurindukan. Yang mengajariku bermain bulu tangkis pertama kali dan membuatku lupa dengan rak boneka barbieku, dan menjadi...