From Dusk Till Dawn ✔

By leviousaar

206K 20K 3.6K

Just about Jaehyun and Lalice. And how they run the world. "We can make the world beneath our feet." "Viva Là... More

0; the agreement
1; Là Cosa Nostra
2; The Serpent
3; Reputation
4; toxic
Cast and Trivia
5; redemption
6; show time
8; enchanted
9; started
10; plan
11; triggers
12; empty space
13; every single thing
14; never not
15; mean it
16; Jeffrey Jaehyun Jones
17; Eye of The Storm
18; Love you to death

7; scenario

6.1K 938 75
By leviousaar

Warning!
3k words.
You might find some typo(s) on this chapter, please remind me if you do.
.
.

Pesta sudah berjalan satu jam lamanya. Jaehyun berdiri di depan salah satu meja bulat, memperhatikan wanita yang sudah resmi menjadi tunangannya beberapa saat lalu. Lalice sibuk bersosialisasi, tersenyum, dan mengobrol dengan beberapa tamu yang menyapanya, kemudian menemui kakek dan ayah wanita itu.

Jaehyun juga bisa melihat adik perempuan Lalice, yang sempat ayahnya kira sebagai wanita yang akan ia nikahi, gadis delapan belas tahun yang baru lulus sekolah; sedang bercanda dengan Jennie dan menggoda keponakannya, Ella, dengan Johnny dan Lucas, beserta Mark yang mengobrol di samping mereka.

Ia menyeringai ketika mendapati tamu yang ditunggunya datang. Viktor Braginsky, bersama sepasang suami-istri yang berjalan di belakang pria itu. Wanita berambut pirang panjang, yang ia duga sebagai ibu Viktor, menyapa dan memeluk Lalice dengan akrab, begitu pula dengan pria berambut gondrong dan berjenggot.

Jaehyun berjalan mendekat, mengejutkan Lalice. "Hei," sapanya pada wanita itu, kemudian meletakkan lengan di pinggangnya.

"Ini calon suamimu, milaya?" Pria berambut hitam panjang tersebut bertanya.

"Iya, dyadya."

Jaehyun mengulurkan tangan menjabat tangan paruh baya tersebut, "Jeffrey Jones, Sir."

"Ivan Braginsky, mister Jones. Dan ini istri dan anakku."

Jaehyun menjabat tangan Irena Braginsky dan Viktor Braginsky. "Jeffrey Jones, Madam, Mister."

Wanita berambut pirang panjang tersebut tersenyum lebar, menatap Lalice. "Selamat, milaya, kau mendapatkan suami yang tampan. Aku minta maaf dulu pernah berpikir untuk menjodohkan kau dengan Viktor."

"Terima kasih, tëtya."

Jaehyun tersenyum, dalam hati menyeringai ketika melihat ekspresi Viktor yang kaku. "Terima kasih, Madam. Aku harap anda menyukai pestanya."

"Tentu saja Mister Jones, ini pesta yang indah. Aku titip anak perempuanku padamu, tolong jaga dengan baik."

"Tentu, Madam."

Ivan Braginsky menepuk bahu Jaehyun, kemudian menepuk kepala Lalice. "Selamat, milaya," ia menatap ke arah putranya yang terdiam, "Viktor," tegurnya. Ivan sedikitnya mengerti mengapa putranya diam, tapi ia juga tahu Viktor pun akan mengerti.

Viktor mendekat, memeluk Lalice, dan mengucapkan selamat. Jaehyun sama sekali tidak keberatan, karena ia tahu bahwa Viktor Braginsky bukan lagi ancaman. Jaehyun menerima jabat tangan pria itu, "selamat," Viktor berucap.

Jaehyun tersenyum tipis, "terima kasih."

"Kalau begitu kami pamit dulu, mister Jones. Milaya, sekali lagi selamat atas pertunanganmu, aku akan menemui kakekmu dan Ludwig." Ivan Braginsky, bersama istri dan putranya pergi dari hadapan Jaehyun dan Lalice, menghampiri Harold Beilschmidt dan Ludwig Kirkland yang tengah duduk berbincang dengan Don Alfred.

Lalice memutar tumit, menghadap Jaehyun. "What was that, Jaehyun?"

"Apa maksudmu, darling?"

Lalice memutar mata, "kau tahu maksudku, Jaehyun. Masih tidak percaya aku dan Viktor hanya berteman?"

Jaehyun terkekeh, menarik pinggang wanita itu mendekat. Jarinya menyusuri punggung Lalice yang tidak tertutup gaun. Wanita itu mengenakan evening gown backless berwarna emerald, sesuai dengan ciri khas The Serpent. "Mana mungkin."

"Aku bosan," Lalice berucap.

"Ingin kabur?"

Belum sempat Lalice menjawab pertanyaan Jaehyun, seorang wanita dengan gaun merah yang seksi menghampiri mereka. Lalice menghela napas, ketika sadar bahwa drama akan segera dimulai.

"Jones." Wanita bergaun merah tersebut menyapa, mencium pipi Jaehyun, tanpa menggubris keberadaan Lalice.

Jaehyun terkejut, dan Lalice hampir saja mengeluarkan belati yang tersimpan di paha nya.

"Miss Redfellow." Jaehyun menyapa, melirik sebentar ke arah Lalice yang hanya terdiam.

"Selamat, atas pertunanganmu," wanita itu berucap, kemudian menatap ke arah Lalice dengan ekspresi mau muntah. Membuat Lalice semakin bernafsu untuk menghancurkan wajah dengan riasan tebal di hadapannya.

Lalice sedang merencanakan kira-kira metode penghabisan seperti apa yang akan ia lakukan pada this stupid bimbo; Lalice akan menyebut wanita ini. Tapi sebelumnya ia harus menjauhkan Jaehyun dari bimbo satu ini.

"Apa kau ada waktu besok, Jones? Sudah lama kita tidak keluar bersama." Ujar bimbo itu.

Jaehyun mengernyit tidak senang, namun tidak menjawab apapun. Ia hanya menatap tanpa ekspresi ke arah wanita itu.

"Who is she, husband?" Pada akhirnya Lalice bertanya, menatap santai si bimbo yang tengah merengut, menatapnya tidak suka.

"Keponakan salah satu rekan bisnis Cosa Nostra." Jaehyun menjawab, jari-jarinya tidak berhenti mengelus pelan punggung Lalice, bermaksud menenangkan wanitanya agar tidak meledak, yang sejujurnya tidak berpengaruh sama sekali.

Karena dalam kepala Lalice sudah tertulis jelas, ia harus menghabisi bimbo ini. Karena tidak bisa membunuhnya di sini, ia memutuskan untuk membuat bimbo ini menyesal sudah datang ke pesta pertunangannya, menyesal karena sudah berani menghina dirinya.

"Ah, ternyata bukan siapa-siapa. Aku kira dia anggota Cosa Nostra, atau paling tidak rekan bisnismu di Neo Tech. Ternyata hanya perempuan yang bukan siapa-siapa." Lalice mengambil gelas berisikan anggur merah dari meja terdekat, menyesapnya sedikit.

Mendengar hinaan secara langsung yang diberikan padanya, wanita itu meradang, namun berusaha untuk tetap tenang, "Kau tidak tahu apapun, Miss. Apa saja yang sudah aku lalui, dengan calon suamimu."

"Well, aku tidak perlu tahu. Kalian jelas hanya menghabiskan satu malam, yang bahkan calon suamiku bisa saja tidak ingat."

Memahami tanda bahaya yang mulai menyala, Jaehyun mencoba melerai. Bukan apa-apa, ia hanya tidak mau Lalice kesal, dan berakhir menjadi marah padanya, seperti yang terjadi di Red Square. Jari yang mengelus punggung Lalice beralih menarik pinggang wanita itu mendekat. "Jika tidak ada lagi hal yang bisa kau bicarakan, kau bisa pergi." ujarnya pada bimbo.

"Aku tadi bertanya padamu, Jones. Apa kau besok ada waktu? Kita bisa jalan-jalan."

Jaehyun menatap marah, "Jaga mulutmu Redfellow, ini pesta pertunanganku."

"Lalu? Aku hanya mengajakmu jalan-jalan besok pagi, apa salahnya?"

Lalice mendengus, kesabarannya sudah habis. "Aku tidak mau berkata tidak sopan, tapi sepertinya, kau sedikit tidak pintar, nona. Apa kau tidak mengerti arti kata bertunangan? Oh, tidak masalah jika kau tidak mengerti, aku akan menjelaskan. Karena kau sedikit tidak pintar."

"What?"

"Bertunangan berarti, jika dua orang, memutuskan untuk menikah. Seperti contohnya, Jeffrey dan aku, memutuskan untuk menikah, minggu depan. Yang artinya, jika Jeffrey ada waktu dan mau jalan-jalan, ia akan menglakukannya denganku, nona."

"Satu minggu itu lama, wahai tunangan Jeffrey Jones. Kau tidak tahu apa yang bisa terjadi kedepannya, bahkan besok."

Lalice memutar mata, kembali menyesap anggur di tangannya, bergumam, "Orang bodoh dan halusinasinya."

"Kau bilang apa barusan?"

"Tidak ada alasan untuk aku mengulangi perkataan." Lalice memandang bimbo itu datar.

Jaehyun menghela napas, menatap tajam pada keponakan Redfellow tersebut. "Kau sebaiknya pergi, atau aku akan mengusirmu, tidak peduli kau keponakan David, jika kau berlaku tidak sopan pada calon istriku, aku tidak akan membiarkanmu."

Wanita itu menatap tidak percaya, tangannya menuding pada wajah Lalice, "dia yang memulai!" ujarnya tanpa sadar meninggikan suara.

"Aku tidak peduli. Kau mengganggu calon istriku, sama halnya kau menantangku, Redfellow."

Wanita itu menghentakkan kaki, kemudian pergi.

"Ah tunggu sebentar," Lalice mencegah, ketika wanita Redfellow itu baru mengambil satu langkah. Ia melepaskan lengan Jaehyun dari pinggangnya, "sepertinya antingmu tersangkut, biar aku bantu."

Lalice mengulurkan tangan kanannya yang masih memegang gelas. Menyentuh anting sebelah kiri wanita itu yang memang tersangkut dengan gaun yang dikenakannya.

"Sudah. Ah ada sesuatu, di gaunmu."

Lalice memindahkan gelas ke tangan kirinya, dan tangan kanannya membersihkan sisa remahan kue di gaun wanita itu.

Suara terkesiap terdengar di detik berikutnya.

"Oh my God, maaf Miss Redfellow, tanganku licin, dan gelasku tidak sengaja menumpahkan isinya di gaunmu. Berapa harga gaunmu, Miss, aku akan membelinya sebagai ganti rugi."

Lalice dengan wajah terkejut yang dibuat-buat menatap pada wanita korban gelas licin tersebut. Bibirnya mengucap maaf, namun sorot mata dan senyum tipis di sudut bibir jelas kebalikannya.

Redfellow tidak dapat menahan, dan berteriak marah, mengangkat tinggi tangannya, melayangkan sebuah tamparan pada Lalice.

Tidak, ketika Jaehyun dengan segera menahan tangan wanita yang sudah terlihat sangat berantakan itu. "Apa yang kau pikir kau coba lakukan? Jika seujung jari saja tanganmu menyentuh calon istriku, aku akan membunuhmu." Ia menghempas lengan wanita itu, membuatnya mundur beberapa langkah.

"Apa yang terjadi di sini?"

Don Alfred, berjalan menghampiri keributan, dengan Mark dan Lucas yang mengekor. Serta David Redfellow; paman dari that stupid bimbo.

"Dia menumpahkan anggur dengan sengaja ke gaunku!" Dengan amarah yang masih membuncah, serta telunjuk yang mengarah ke Lalice, wanita itu berujar.

"Aku sudah bilang, itu tidak di sengaja Miss, aku hanya berniat membantu membenarkan antingmu yang tersangkut. Dan gelasku tidak sengaja tumpah ketika kau menggerakkan bahu, ketika aku menghilangkan sesuatu dari gaunmu. Itu ketidak sengajaan, Miss."

Don Alfred menatap mereka bergantian, kemudian menatap pada David Redfellow, memperingatkan.

David Redfellow yang mendapat tatapan peringatan, mendekati keponakannya, mencoba menenangkan wanita itu yang masih saja berteriak dan menyalahkan Lalice.

"Uh, permisi."

Seorang nyonya, dengan gaun biru cerahnya, mendekat ke arah mereka diikuti sang suami.

"Oh, Mrs. Borough. Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini." Mark berucap, ketika wanita yang merupakan rekan bisnis Neo Tech itu tiba di kerumunan.

"Ah, tidak, tidak perlu Mr Stevan. Aku disini ingin membantu meluruskan sesuatu." Mrs Brough menunjuk meja bundar yang terletak di arah pukul sepuluh dari meja mereka. "Aku dan suamiku, sedari tadi berdiri di sana. Dan aku menyaksikan apa yang terjadi, Sir Alfred."

Mereka terdiam, mencoba mendengar penjelasan.

"This lady," Mrs Brough menyentuh lengan atas Lalice, "tidak berbohong."

"Apa maksudmu?" keponakan David Redfellow kembali bersuara, merasa tidak terima dirinya disudutkan.

Mrs Brough mengeryit, "Aku melihat dengan mata kepalaku, bahwa ia benar membantu membenarkan anting yang tersangkut di gaun yang kau kenakan, nona. Dan sepertinya kau tidak berterimakasih, dan malah langsung berbalik, dan saat itulah gelas yang dipegang nona Lalice tidak sengaja tumpah. Nona Lalice bahkan sudah menawarkan bantuan dan ganti rugi, untukmu, dan kau malah berlaku tidak sopan seperti ini."

Mrs Brough, tersenyum menatap Lalice, "dan kau sangat besar hati nona Lalice," dan mendelik ketika menatap keponakan David Redfellow. "wanita terhormat tidak akan sembarangan mencium pipi tunangan orang lain, terlebih di depan calon istrinya."

David Redfellow tidak bisa lebih terkejut lagi. Ia dari awal tidak mau menyetujui keponakannya untuk turut menemaninya datang ke pesta ini. Namun anak dari kakaknya itu terus menerus merengek dan memaksa agar diijinkan ikut. Dan terbukti saja, seharusnya ia tetap kukuh dan tidak peduli ketika keponakannya merengek, karena sekarang hidupnya ia terancam karena baru saja mengganggu acara pertunangan calon Capo Cosa Nostra.

David Redfellow susah tidak bisa memikirkan kemungkinan yang akan terjadi padanya. Pemutusan kerjasama adalah hukuman berat, tapi tidak lebih berat jika Don Alfred membunuhnya. Jika bisa, ia akan lebih memilih menyerahkan keponakannya untuk dihakimi, namun bukan begitu cara kerja Cosa Nostra.

"David." Suara Don Alfred yang rendah terdengar sangat marah.

"Y-yes, Sir."

"Bawa keponakanmu enyah dari sini, sekarang. Kau juga."

"B-baik." David Redfellow menarik kasar tangan sang keponakan, menyeretnya kasar, hingga menimbulkan umpatan protes dari wanita itu.

Don Alfred menatap pada wanita calon menantunya, "kau baik-baik saja, Lalice?" Lalice mengangguk. Don Alfred menatap Jaehyun yang masih setia berdiri di samping wanita itu, "words with me, son, after this."

"Yes, Sir." Jawabnya.

Don Alfred mendekat kearah Mrs Brough dan suaminya, menjabat tangan mereka. Lalu berikutnya mereka sudah sibuk membahas tentang kerjasama, dan bisnis.

Lucas yang sedari tadi mengamati dalam diam, memilih mundur, ketika Mark bergabung dengan ayahnya, dan Lalice sibuk kembali dengan calon suaminya. Ia menuju meja tempat Ten duduk sekarang.

Pria cantik bermata kucing itu bahkan tidak bergerak sama sekali sejak keributan mulai terjadi. Karena lebih dari siapapun, ia tahu bahwa skenario singkat yang Lalice rencanakan tereksekusi dengan sangat baik. "Dasar ular betina." ujarnya.

Dilain sisi, Jaehyun yang masih menemani calon istrinya, kini sudah berada di terrace dari Grand Ballroom, dengan masing-masing membawa gelas berisikan anggur merah yang menjadi penyebab utama keributan tadi.

"Kau mau anggur lagi, aku bisa mengambilkannya."

"Tidak perlu," Lalice kemudian meledakkan tawa, karena tidak sanggup menahannya, "kau lihat bagaimana wajahnya tadi, Jaehyun? Astaga, aku harusnya membawa kamera dan mengabadikannya. Aku bisa melihatnya setiap kali aku butuh hiburan."

Jaehyun menghela napas, ia sudah tahu bahwa wanita ini merencanakan sesuatu kepada keponakan David tadi. Tapi ia tidak menyangka skenario yang Lalice maksudkan adalah mempermalukan wanita itu sampai habis.

"Sejak kapan kau merencanakannya?"

"Apa?"

"Acara mempermalukan Redfellow."

Wanita itu menyeringai, "sejak awal dia datang dan mencium pipimu."

"Kenapa kau melakukannya?"

"Karena aku bosan?"

Jaehyun menggeleng, menatap tidak percaya pada calon istrinya, "crazy bitch." ujarnya dan segera mendapat tendangan di tulang kering.

Lalice mendelik, "aku tidak akan menyentuh wajahmu, sebelum kau membersihkan bekas wanita itu dari sana."

"Kenapa tidak kau saja yang bersihkan? Dengan mencium pipiku juga, misalnya."

"Ew, tidak. Kau bekas. Dan, by the way, kapan terakhir kali kau tidur dengannya?" tanya Lalice langsung.

Jaehyun menyeringai, "kenapa kau penasaran?"

Lalice mengangkat bahu, "you don't like sharing me with others, and neither I. Jadi, jawab saja."

Jaehyun terkekeh, "tidak tahu, tidak ingat."

wanita yang berdiri di sampingnya ini masih sukses membuatnya terkejut. Ia mendekat, meletakkan satu lengan di pembatas, mengungkung Lalice di antara tembok dan badannya. "You look pretty tonight. Your gown, your hair," Ia menundukkan kepala, menghirup aroma vanilla, musk, dan lily, "and especially your scents."

"What are you doing?"

"Kissing my fianceé."

Jaehyun membenamkan kepalanya. Aroma Lalice, dengan tingkah laku yang tidak tertebak dan semaunya, membuat ia seperti terseret dan ikut gila.

"Again, Lalice. What did you just do to me?"

"Marrying you, Jaehyun."

"Damn it! I really want you."

"Want me for what?"

"You, in my bed."

Lalice tersenyum ketika Jaehyun menatapnya lekat. Namun kemudian melayangkan tinju ke perut pria itu. Keras. Cukup untuk membuat Jaehyun memberi jarak.

"Berhenti memukulku, darling." Jaehyun menangkap kepalan tangan Lalice yang hampir saja mengenai wajahnya.

"Maka berhenti bicara seperti itu, Jaehyun. Kau terdengar sangat menggelikan."

"Apa yang salah?"

"Tidak ada yang salah, hanya aku tidak menyukainya."

Lalice mendorong sebelah bahu Jaehyun agar menyingkir, ia lantas mendudukkan diri di kursi panjang, meluruskan kaki. Kembali menyesap anggur yang belum habis.

Jaehyun mengamati semuanya dalam diam, memilih untuk menikmati suguhan pemandangan dari calon istrinya. "Kau akan merusak tatanan rambutmu, jika berbaring," ia mendudukkan diri di sisi satunya kursi panjang tersebut. Mengangkat kepala Lalice yang sudah terbaring, menyandarkan kepala wanita itu ke bahunya. "Rambutmu bagus."

"Yeah, terima kasih untuk kakak iparmu, Jennifer."

Jaehyun terkejut, "kau sudah bertemu Jennie?"

"Yup."

"Kapan?"

"Hari ini. Dia datang ke suite-ku dan tiba-tiba saja mengajakku berteman. Apa dia aneh, Jaehyun?"

Jaehyun terkekeh, kesan pertama yang didapatkan kakak iparnya di hadapan calon istrinya tampaknya tidak baik juga tidak buruk.

"Jika Johnny mendengar kau baru saja menyebut istrinya aneh, kau akan habis dimarahi olehnya."

"Benarkah? Kakakmu bisa marah?"

Terdengar seperti ejekan, tapi Lalice serius bertanya sekarang. Ia bertemu Johnny pada pertemuan pertamanya dengan Jaehyun pula, setelah menghabisi seluruh pembajak restoran. Johnny tampak seperti orang yang paling bersabar dari tiga Jones bersaudara ini.

"Yes, if you offend his little family. Mereka sudah punya satu anak perempuan yang cantik bernama Eleanor."

"Well, kau punya keponakan cantik kalau begitu."

"Ayah sangat menyayangi Ella. Bahkan membangun ruangan khusus di mansion, sebagai ruang bermain Ella."

Lalice tiba-tiba saja teringat akan sesuatu, "Jae?"

"Yes, darling."

"Apa jika kita menikah nanti, kita akan tinggal di mansion keluarga Jones?"

"Iya."

"Kenapa?"

"Karena setiap anggota keluarga utama wajib menempati kediaman utama."

"Jones's Mansion adalah kediaman utama kalian?" anggukan Jaehyun berikan. Mereka sebenarnya bisa saja menempati mansion lain, Jaehyun juga sudah memiliki tempat tinggalnya sendiri. Tapi karena berhubung Johnny sudah pindah, ia merasa kasihan pada ayahnya terutama Mark, jika ia memutuskan untuk tinggal terpisah juga.

Mereka berdua terdiam, tidak melanjutkan obrolan, dan memilih menikmati kesunyian, sembari sesekali kembali menyesap wine yang mereka bawa tadi.

"Lalice," Jaehyun kembali membuka percakapan.

"Ada apa?"

"Kau ingin punya berapa anak?" Tanyanya.

Lalice bangkit dari sandarannya di bahu Jaehyun, menatap pria itu seolah dia sudah gila, "are you drunk?" ia bertanya.

Jaehyun mendengus, lalu menarik kedua bahu Lalice agar kembali terbaring, kini berganti bersandar di perutnya, "jawab saja." paksanya.

Wanita itu berpikir sejenak. Pada awalnya ia berencana akan hanya memiliki satu keturunan, namun ia berpikir kembali bahwa Cosa Nostra, maupun The Serpent kelak akan sama-sama membutuhkan penerus. Jadi ide memiliki satu anak jelas tidak bisa terlaksana. "Em, dua. Anak laki-laki, dua."

"Kembar?" Jaehyun bertanya.

"Tidak harus, yang jelas mereka harus laki-laki. Karena kelak akan mewarisi semua yang kita miliki sekarang," jawab Lalice.

"Kau tidak mau anak perempuan?"

"Kau mau anak perempuan?"

Jaehyun mendengus, Lalice dan kebiasaannya; menjawab pertanyaan dengan pertanyaan. Ia menaikkan sedikit tubuh untuk memudahkan melepas jas dari tubuhnya. Jaehyun menyelimuti tubuh atas Lalice yang terbuka, akibat gaun yang ia kenakan, "di sini dingin."

"Oh, touche."

"Jadi bagaimana?"

"Apanya?"

"Anak perempuan."

Lalice mendengus, hidungnya bisa menghirup aroma aftershave dan sandalwood dari jas milik Jaehyun. Membuatnya terbuai dan sedikit mengantuk, tapi ia tidak akan mempermalukan diri di depan calon suaminya, "apa alasannya kau mau anak perempuan?" tanyanya.

Jaehyun sedari tadi memainkan poni yang menutupi dari wanita itu, mengangkat bahu, "tidak ada. Hanya membayangkan bayi perempuan yang mirip denganmu, membuat aku mau memilikinya. Jadi bisa kita punya anak perempuan?"

"No comment."

"Lalice,"

"Aku tidak akan menjawab." Ia bangkit, berdiri, menyampirkan jas milik Jaehyun di kedua bahunya. "Sebaiknya kita kembali ke ballroom. Kita sudah menghilang selama hampir satu jam, dan sebelum mereka mulai berpikir kita kabur dan melakukan suatu hal, kita sebaiknya kembali." Ia menunduk menatap Jaehyun yang masih terbaring, "Jaehyun," panggilnya.

Pria itu akhirnya bangkit, membenarkan kemejanya yang sedikit kusut. "Baiklah, let's go, darling, mari temui orang-orang dan setelah pesta ini selesai kita bisa melanjutkan berdiskusi." Ia menawarkan lengan kanan, yang disambut dengan baik oleh Lalice.

Jaehyun menyeringai, kemudian berjalan beriringan menuju ke ballroom. Sejauh ini ia belum menyesal dengan keputusannya. Meskipun pemarah, evil, dan suka sekali meninjunya, belum ada hal yang membuat ia menyesal meminang Lalice.

He will proudly say to everyone on this world, that this woman is his equal.

And how many times it must be said,

they're meant to be together.

.
.

Dictionary:

Dyadya / Tëtya (Russian) : paman/bibi
Bimbo (slang term) : unintellectual woman, stupid woman

.
.
Please welcome,

Mr and Mrs Braginsky

*OTP gue :)*
.
.

a/n:

Any questions?

Stay at home, stay safe everyone.

a/n:
Gue kangen GoT. Btw, dari kalian adakah yang nonton Reign?

-first published: May, 13th 2020
-republish: March, 16th 2022

Continue Reading

You'll Also Like

83.5K 16K 26
[END] Hyunjin Stray Kidz & Lalisa Blackpink, fanfiction. Ini tentang Hyunjin Agiandri. Tentang bagaimana dia menyukai kakak kelasnya. ~~~ 143 ...
857K 41.7K 40
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
393K 63.2K 162
"Aku pikir kita belum bisa melakukan 'itu' dulu, karena kau masih belum pulih" Lisa menjawab dengan ragu-ragu, berusaha mencari alasan yang masuk aka...
437K 44.5K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...