Tulisan Sastra✔

By Tenderlova

15.1M 1.7M 917K

[SUDAH TERBIT] "Sahara, hidup itu perihal menyambut dan kehilangan. Kamu tahu lagu Sampai Jumpa-nya Endank So... More

01# Kolase Keluarga Sastra
02# Sebuah Korelasi Klasik
03# Tentang Mimpi Sastra
04# Wadimor, Sastra dan Lee Taeyong
05# Cetta Ngamuk
06# Melawan Ibu-Ibu
07# Lagu untuk Sahara
08# Di Bawah Sinar Rembulan
09# Permintaan Kembali
10# Perasaan Sastra pada Sahara
11# Buntut Perbuatan Sastra
12# Selamat Datang, Bang Tama!
13# Titip Rindu Buat Bapak
14# Dawai Asmara
15# Singgah Untuk Sungguh
16# Mas Jovan Kiyut, I Love You
18# Orkes Indie
19# Bentuk Cinta
20# Lekat
21# Kolase Ingatan Tentangmu
22# Dear, Abang
23# The One That Got Away
24# Sepi, Sastra Tidak Lagi di Sini
25# Sebuah Mimpi Dimana Ada Kamu
26# Kita yang Sedekat Jantung pada Rusuk
27# Pahitnya Kehilangan
28# Kepada yang Ditinggalkan
29# Hari Setelah Kamu Pergi
30# Kini, Selamat Jalan! [Final]
Halo!

17# Gayatri Mandanu

327K 50.4K 21.9K
By Tenderlova

Aku akan selalu berada di sisimu
Jadi, katakan saja dengan nyaman
Setiap kali kau memanggilku,
Aku akan berlari ke arahmu

- NCT DREAM -

○○○●●●》♤♤♤《●●●○○○


Saya yang bertandatangan dibawah ini, Jovan Akhal Raksi (25) selaku pemimpin kabinet dari Rinso, Molto, Soleh beserta jajarannya, memberikan ultimatum resmi kepada seluruh penghuni rumah agar tidak mengijinkan oknum-oknum berikut ini berada di area hijau atau dengan ini disebut kandang kucing. Adapun rinciannya saya jabarkan sebagai berikut:

Tersangka 1 : Andhika Sastra Gautama (22)
Tindak Kejahatan : Mengantongi Molto dalam kantung plastik dan menggantungnya di atas kalender.
Tingkat Kejahatan : Sedang.

Tersangka 2 : Kin Dhananjaya (16)
Tindak Kejahatan : Membawa Rinso keluar rumah tanpa ijin serta mengantunginya dalam kantung plastik.
Tingkat Kejahatan : Ringan.

Tersangka 3 : Adinata Aileen Caesar (20)
Tindak Kejahatan : Mengurung Soleh dalam panci presto selama hampir 30 menit.
Tingkat Kejahatan : Berat, sebab mengacu pada perencanaan pembunuhan.

Menindak lanjuti kasus-kasus diatas yang mana telah melanggar asas peri kehewanan, maka dengan demikian saya menyatakan bahwa tersangka yang telah tertera sebagaimana diatas diboikot dari area hijau. Jika Rinso, Molto atau Soleh tiba-tiba keluar kandang, maka tersangka-tersangka yang sudah saya sebutkan agar menjaga jarak paling aman 5 meter.

Jika tersangka-tersangka diatas kedapatan berinteraksi dengan Rinso, Molto dan Soleh, maka akan dikenakan denda sebesar 500 ribu dan pengurangan uang jajan dari saudara Adhitama Abelvan dan saudara Eros Bratadikara Nayaka masing-masing sebanyak 30%.

Surat ini diedarkan setelah dicermati serta disetujui oleh pihak-pihak bertanggung jawab agar dipergunakan sebagaimana mestinya.

Jakarta, 3 Mei 2020

Penggugat,
Jovan Akhal Raksi

"Itu kalau melanggar kan? Berarti uang jajanku nggak dipotong kan?"

Detik setelah Jovan menempelkan edaran itu di pintu kulkas, ia menoleh pada Jaya dengan tatapan paling mematikan. Hanya untuk membuat Jaya mundur dua langkah dan bertedeng di balik tubuh Sastra.

"Enak aja! Lo udah melakukan tindak kejahatan, jadi harus tetep dipotong. 30 persen!!"

"Kan yang salah Rinso. Siapa suruh dia ikut aku?"

"Harusnya lo bilang ke dia buat nggak ikut!"

"Rinsonya nggak mau dengar!"

"Ya itu salah lo! Kenapa Rinso sampai nggak mau denger omongan lo padahal dia biasanya nurut. Pokoknya nggak bisa. Uang jajan lo tetep bakalan dipotong 30 persen! Gue, Bang Tama sama Kak Ros udah setuju."

"Tapi Mama belum setuju. Surat itu nggak sah kalau nggak ditandatangani sama Mama! Titik!"

"Mama pasti bakalan setuju. Kenapa? Karena lo udah mengabaikan hak asasi hewan untuk mendapatkan perlindungan! Dan Mama jelas nggak akan mengampuni lo yang udah mendzalimi kucing gue." Jovan menarik napas panjang. Ternyata capek juga bicara ngotot sepanjang lebar itu.

"Nggak bisa gini, Van!" orang-orang yang berkumpul di meja makan saat itu praktis menolehkan kepala pada Sastra yang baru buka suara sejak forum dadakan hari itu digelar.

"Waktu itu kan kita udah damai. Lo juga udah setuju dan kita fine-fine aja. Molto juga nggak mengalami trauma psikis atau apapun itu waktu liat gue. Kenapa uang jajan gue juga harus dipotong?"

"Lo adalah dalang dibalik tindak kejahatan ini Sastra. Kalau lo nggak punya ide buat nyantolin Molto di kalender, adek-adek lo nggak bakalan ikut-ikutan. Ibaratnya, lo adalah panglima yang harus bertanggung jawab penuh atas kejadian ini."

Malika langsung membisu. Bahkan Sahara pun nyaris tersedak ludahnya sendiri saat melihat Jovan berkata dengan nada menggebu-gebu di hadapannya. Ternyata benar apa kata pepatah. "Jangan menilai sebuah buku dari sampulnya." Jovan Badas Jancuk Akhal Raksi alias si plaboy jancuk, tidak lain dan tidak bukan adalah pemuja kucing yang setia.

Rela memberantas kejahatan-kejahatan yang dialami oleh kucingnya dan merebut kembali hak-hak yang sudah seharusnya diterima oleh binatang-binatang lucu itu. Jovan benar-benar berada dibarikade terdepan atas kemakmuran Rinso, Molto dan Soleh.

"Mbak, mereka emang sering kayak gini ya?" Malika berbisik pada Rania yang duduk bersamanya. Perempuan berambut pendek itu mati-matian agar tidak tertawa dan merusak suasana.

Rania mengangguk. "Dan nama Sastra selalu ada disetiap edaran yang dikeluarkan sama mereka."

Mendengar itu, Sahara tidak bisa menutupi keterkejutannya. "Kok bisa?"

"Dia penjahat sejati dirumah ini." Laras menyambung. Membuat Sahara tak mampu berkata-kata dan kembali menatap Sastra yang bersendekap angkuh di depan Jovan.

"Terus uang jajannya beneran bakal dipotong?" Laras mengangguk dengan senyum ringan. "Perkara kucing doang?"

Ini serius! Sahara masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi.

"Setiap tindakan itu pasti ada kosekuensinya, Sahara. Ini cara mereka buat belajar tanggung jawab. Dari hal sesepele kucing misalnya. Mungkin kamu pikir keluarga ini aneh dan nggak jelas. Tapi suatu saat kamu akan tahu, rumah ini disangga oleh tiang-tiang yang kokoh. Ya mereka ini tiangnya." kata Laras.

Dulu sewaktu pertama kali kenal dengan keluarga Suyadi, Laras juga berpikir bagaimana mungkin ada keluarga seabsurd ini? Tapi seiring berjalannya waktu, Laras bisa memahami dengan benar bagaimana luar biasanya keluarga ini.

Laras selalu menemukan hal-hal menakjubkan bahkan dari alasan-alasan yang paling sederhana. Menjadi perempuan pertama yang diperkenalkan di keluarga ini, Laras punya kebahagiaan tersendiri. Lewat keluarga Tama juga lah ia belajar banyak hal. Hingga akhirnya Laras mengerti, seperti inilah cara mereka untuk menjadi manusia bijak.

"Adinata, apa keputusan ini bisa diterima?" Jovan bertanya setelah argumennya dengan Sastra mencapai titik final dan bocah itu kicep tanpa perlawanan.

Sementara Nana hanya mengedipkan mata dalam keheningan. Seolah-olah dia baru saja menjelajahi alam khayal dan suara Jovan barusan adalah tali yang berhasil menariknya kembali ke dunia nyata. Dalam keheningan pagi itu, Nana baru sadar bahwa semua pasang mata yang ada di dapur tertuju padanya.

"Gimana kalau dipotongnya 10% aja?"

Jovan menyipit. "Atas dasar apa?"

"Ini adalah kali pertama nama gue nampang didepan kulkas, oke? Itu artinya, gue adalah orang yang nyaris nggak punya riwayat kejahatan dirumah ini. Harusnya gue berhak untuk mendapat keringanan, iya kan?"

Ada benarnya. Orang yang namanya nyaris tidak pernah nampang didepan kulkas hanyalah Nana dan Cetta. Agaknya masuk akal jika Jovan mengabulkannya. Lagipula, Nana bukannya berkilah dan menyatakan diri tidak berasalah. Bocah itu secara tidak langsung menyadari kesalahannya dan meminta keringanan atas hukumannya.

"Oke." pada akhirnya Jovan mengalah. "Untuk satu minggu ke depan, uang jajan Sastra dan Jaya dipotong 30%. Nana 10%. Tidak bisa diganggu gugat lagi."

Keputusan final itu berhasil menciptakan lenguhan panjang Sastra dan Jaya. Keduanya langsung memasang raut wajah kecut saat Jovan memberi mereka senyuman miring serta tatapan mata yang jahat.

"Ada pertanyaan?" hening. Tidak ada satupun dari mereka bersuara. "Oke, kalau begitu.. forum gue nyatakan.. bubar!" kemudian Jovan mengetukkan pulpennya di atas meja sebanyak tiga kali sebagai tanda berakhirnya majelis pagi itu.

Dengan langkah gontai, diiringi tawa jenaka Bang Tama, Kak Ros dan Cetta, Jaya berlalu dari sana. Membiarkan tubuh jenjangnya tergolek tak berdaya di depan televisi.

"Entar gue bagi goceng. Tapi jangan bilang-bilang ya?" Cetta tiba-tiba datang berbisik.

"Beneran?" Cetta mengangguk. "Oke!" keduanya memutuskan untuk membuat kesepakatan tanpa sepengetahuan Jovan.

Sementara yang lainnya masih memilih tinggal di dapur. Tumpeng jumbo sudah tertata rapi dengan rangkaian lauk pauk disekelilingnya. Piring-piring serta sendok juga sudah ditumpuk dengan rapi. Buah-buah pencuci mulut pun sudah dipotong sama rata. Nyaris sudah tidak ada yang bisa dikerjakan. Mereka hanya perlu menunggu Mama pulang dan memakan tumpeng itu bersama-sama.

"Nana punya pacar nggak?" dalam keheningan itu, Mbak Rania memutuskan untuk bertanya.

"Nggak." laki-laki itu menjawab sekenanya.

"Bukannya lo deket sama Thalia?" kata Sahara.

Hanya untuk membuat Jovan dan Sastra menoleh dan berkata serempak. "Thalia siapa?"

Sementara Nana hanya menanggapinya dengan wajah datar. Fake news, pikirnya.

"Adik tingkat aku. Yang waktu itu aku kenalin ke kamu. Ingat nggak?"

"Ooohhh, Lia yang matanya sipit itu bukan?" tiba-tiba Jovan menjetikkan jarinya dengan heboh. Berbanding terbalik dengan Sastra yang malah plonga-plongo.

Thalia yang mana anjir? pikirnya.

"Kamu kok kenal sama Lia?" giliran Malika yang bersuara. Praktis membuat Jovan mati gaya.

"Ke-nal. Kan satu kampus." jawabnya kikuk. Mau tidak mau membuat orang-orang yang ada disana mati-matian untuk tidak tertawa.

"Jadi kamu kenal semua perempuan satu kampus?"

"Ya enggak gitu juga."

Lalu Malika menoleh pada Sahara. "Anaknya cantik?"

"Cantik! Imut-imut lucu gitu. Iya kan, Din?" Sahara mengerling pada Nana. Tapi alih-alih membuat Nana bersuara, laki-laki itu justru diam seribu bahasa.

Lantas dengan decak frustasi, Jovan menggebrak meja. "Kok jadi bahas Thalia sih?"

"Kan yang dikecengin sama Thalia si Nana, ngapa jadi elu dah yang ngegas?" Kak Ros tergelak detik itu juga. Bukan apa-apa. Hanya saja mereka tiba-tiba curiga bahwa Jovan mungkin pernah dekat dengan perempuan bernama Thalia ini.

Lantas dengan lagak congkak, Sastra bersendekap. "Ini gue curiga lu pernah ngecengin si Thalia nih." ujarnya. Nyaris membuat Jovan lupa bagaimana caranya bernapas. Laki-laki itu sampai-sampai menoleh pada Malika dengan raut wajah panik.

"Sumpah! Nggak gitu, Yang. Ini kompor satu nih emang bener-bener ya."

"Jadi ini yang deket sama Thalia siapa? Jovan apa Nana?" Bang Tama akhirnya menengahi. Jujur saja ia sudah lelah tertawa sejak tadi.

"Lagian yang bilang gue deket sama Thalia siapa sih? Jangan ngadi-ngadi lu." kali ini Nana memutuskan untuk buka suara setelah mencomot satu potong tempe kering bumbu kecap di pinggir tumpeng. Menatap nyinyir ke arah Sahara. "Biasa aja gue sama dia."

Sahara mencebik. "Anaknya cantik banget padahal." yang samar-samar diangguki oleh Jovan.

"Ya mau cantik kayak Irene Red Velvet juga kalau gue nggak nyaman ya buat apa?" katanya. Praktis membuat Kak Ros dan Bang Tama tersenyum jumawa. Kontras dengan Sastra yang berlagak muntah.

"MAS NANA ITU UDAH MENTOK SAMA MBAK AYA, BANG!" tiba-tiba suara Cetta menggelegar memenuhi rumah. Membuat Nana melongo, sementara yang lainnya menoleh dengan wajah penuh tanda tanya.

"Aya siapa?!" Mbak Laras bersuara.

"GAYATRI!" Cetta berteriak lagi.

Detik dimana Nana memejamkan matanya, frustasi karena kelakuan Cetta, Sastra dan Jovan bersorak serempak. Disusul raut wajah tak percaya Bang Tama dan Kak Ros. Bahkan saking kagetnya, Bang Tama sampai menggebuk pundak Nana cukup kencang.

Sastra menutup mulutnya. Masih tidak percaya. "GAYATRI MANDANU?!!"

"UDAH DUA MINGGU TUH MAS NANA NGANTERIN MBAK AYA KE TEMPAT KERJA. PULANG DIJEMPUT." diakhiri oleh gelak tawa Cetta yang melengking.

"CETTA?! BOSEN IDUP YA LU?"

Nana berderap kencang ke arah Cetta. Saking asiknya membunuh musuh-musuhnya dalam permainan digital, Cetta tidak menyadari keberadaan Nana yang tiba-tiba saja memiting lehernya sampai ia terbatuk-batuk dibuatnya.

"ANJAAAY! SELERANYA AJA GAYATRI! PANTESAN THALIA DITOLAK." Sastra tergelak bukan main.

Sama halnya dengan Sastra, Tama tertawa terbahak-bahak. Saking hebohnya, laki-laki itu sampai memukul-mukul meja. "Pantesan tadi pagi bensinnya full tank! Motornya ada job sekarang."

Sementara tak jauh dari tempatnya, Rania menimang-nimang. "Mas? Gayatri Mandanu itu bukannya runner up Miss Indonesia tahun lalu ya?"

Hanya untuk membuat Eros tergelak. "Emang iya."

"Kok bisa kenal dia?" Mbak Laras ikutan nimbrung. Sama-sama kaget begitu tahu yang dimaksud Aya adalah Gayatri Mandanu, mantan finalis Miss Indonesia tahun lalu.

"Aya tuh dulu sering main ke sini, Mbak. Dulu dia tinggal disebelah. Cuma habis itu pindah. Dia seumuran sama aku. Tapi-- ANJAAAY. MASIH NGGAK NYANGKA GUE LO PDKTNYA MALAH SAMA MANTAN FINALIS MISS INDONESIA!"

Sastra berderap cepat ke ruang tengah bersama Jovan. Sambil membawa wajan dan centong kayu, Sastra meledek Nana dengan berlagak seolah-olah ia adalah kepala suku. Berputar-putar dan berteriak dengan histeris. Mengabaikan Sahara yang melongo melihat kelakuannya.

Sementara tidak jauh berbeda, Jovan berhasrat penuh menggebuk bokong galon kosong. Membuat Nana semakin berambisi untuk mencekek lehernya sampai laki-laki itu mendelik minta ampun kalau bisa.

Teng! Teng! Teng!

Bugh! Bugh! Bugh!

"BERISIK TAHU NGGAK?"

"Gayatri ooh Gayatri!!"

"BANG SASTRAA!" yang justru semakin membuat Sastra tergelak. Lantas dengan lagak superior, laki-laki itu merangkul pundak Nana. Memberikan senyum hangat dibuat-buat.

"Nana, gue sebagai abang lo akan mendukung apapun keputusan lo. Lo demen Gayatri kan?" Sastra memejamkan mata dengan gaya congkak. "Abang merestuimu, Dek."

"Apaan sih lo, Bang? Ra! Cowok lo nih. Ya ampuun, gue nggak ada apa-apa sama Gayatri. Beneran."

"Bohong mah." Cetta menyahut, padahal dia dan Jaya sama-sama mojok di sofa. Fokus pada permainan mereka berdua.

Tiba-tiba Jovan menggeleng, "Nggak pa-pa, Dek. Mas juga dukung kok. Walaupun Thalia imut dan sedap dipandang, tapi Mas tahu-- Gayatri tetap nomor satu dihatimu."

"LU BERDUA APAAN SIH?!"

"Nggak pa-pa lah, Na. Gayatri udah kenal juga sama keluarga kita kan?" Eros berdeham, lantas tertawa terbahak-bahak bersama Tama.

"Mbak juga nggak pa-pa loh, Na, punya ipar mantan runner up Miss Indonesia." Laras tergelak juga.

Di antara tawa itu, Sahara nyaris lupa bagaimana caranya bersuara. Lantas dengan keheningan, ia menyodorkan ponselnya pada Malika. "Waaah, kalau bentukannya gini sih. Thalia jelas lewat."

"Langsung insecure gue, Ra."

Sahara menelan ludah susah payah. "Sama, gue juga." lalu tertawa garing setelahnya.

Nana jelas frustasi. Insiden kepergok membonceng Gayatri minggu lalu oleh Cetta rupanya membawa malapetaka baginya. Bukannya Nana enggan mengaku bahwa ia jatuh hati pada Gayatri. Tapi lantaran hubungannya belum ketahap yang bisa dipastikan, Nana juga enggan melambungkan harapan. Dia ingin menjalani dulu perlahan-lahan. Jika memang Gayatri punya rasa yang sama dengannya dan hubungan mereka sudah mendapat titik terang, Nana akan mengatakannya sendiri.

Gara-gara mulut ember Cetta, acara pdktnya dengan Gayatri buyar sudah. Kalau sudah begini, sudah dipastikan bahwa dia akan menjadi bahan bulan-bulanan kakak-kakaknya di rumah. Terlebih Sastra dan Jovan!

Hanya dalam hitungan menit, Nana dibuat keliyengan dengan kelakuan kakak-kakaknya. Rasanya dia ingin bergabung saja dengan Soleh di dalam kandang. Pasti rasanya jauh lebih damai ketimbang berada diantara kerusuhan ini.

"Cetta, Cetta! Tolong! Gue dikepung."

"Mana, mana?"

"Depan dua, belakang ti---- Tieeeeeet!!! MAS NANA!! ITU KUENYA MAMAAAA!"

Ruang tengah berubah hening hanya dalam hitungan detik. Bahkan orang-orang yang berada di dapur langsung berhambur dan mencari tahu penyebab Jaya berteriak histeris.

Rupanya benar, hari ini nasib naas sedang berpihak pada Adinata Aileen Caesar. Laki-laki itu hanya bisa melongo saat melihat kue Mama dalam keadaan penyok.

"NANAAA!! KAMU DUDUKI KUENYA MAMA?" Tama hanya bisa menatap kotak kue Mama dengan pandangan nelangsa.

"Itu cewek gue udah milih yang paling cakep, Na." giliran Jovan yang meratap.

"Ya jangan salahin gue! Dimana-mana makanan tuh letaknya diatas meja, bukan di sofa. Udah paling bener kena cipok bokong gue."

Detik dimana Nana berbalik dengan sorot mata tajam, detik itu juga Jaya memalingkan wajahnya pada tembok. Riwayatnya tamat sudah.

"NGAKU! INI KERJAAN SIAPA?!"

Tidak ada suara. Nana nyaris berteriak lagi seandainya suara motor tidak terdengar dari halaman.

Semua orang yang ada diruangan itu hanya bisa menghela napas panjang.

Mama sudah pulang.




















Bersambung...

Continue Reading

You'll Also Like

3.7M 662K 31
[SUDAH TERBIT] BAGIAN KEDUA TULISAN SASTRA Bulan juni datang lagi. Padahal sisa-sisa juni tahun lalu belum sepenuhnya selesai. Beberapa sedih dan ses...
861 146 22
Kisah ini tentang anak gadis tunanetra yang berjuang untuk mendapatkan pendonor supaya dia bisa melihat kembali. Namun, kesempatan itu belum juga dat...
3.1K 725 8
| Laut, pemilik misteri keberlangsungan hidup atas penghuni di dalamnya. Penyimpan rahasia alam penuh keajaiban semesta, Lee Felix, si pengagum dunia...
1.7K 90 2
Jika anda pernah berpikir, "bagaimana sudut pandang orang gila?" Mungkin cerita ini akan membuat anda paham. [complete] Ilustrasi sampul oleh: Rache...