Shadam Atleo Gavrianza
Dering ponsel yang terus menerus menyala, menandakan bahwa si pemilik belum juga mengangkatnya. Video call terpampang jelas dilayar sang pemilik, tapi sang pemilik seakan tak peduli dengan suara berisik dari dering ponsel tersebut. Entah berapa banyak sudah panggilan video call tak terjawab.
"Ckck," decak sang pemilik ponsel. Dia Shadam. Lebih tepatnya Shadam Atleo Gavrianza. Seorang laki-laki bertubuh tinggi, lelaki dengan kepercayaan diri yang tinggi, paras yang tampan dan ia tergolong lelaki yang romantis.
Bukannya mengangkat telepon itu, Shadam malah berjalan menuju tempat dimana koleksi bukunya berada. Dia memang tipe lelaki pecinta buku, apalagi buku tentang kerangka manusia. Shadam adalah laki-laki pecinta IPA.
Tapi Shadam ketempat itu bukan untuk mengambil buku apalagi membacanya, tapi ia ingin mengambil sebuah paket yang berada tepat di atas salah satu tumpukan bukunya.
Dibukanya pintu lemari kaca itu, lalu mengambil sebuah paket yang berada di atas bukunya.
Lalu kembali berjalan sambil membawa paket tersebut menuju tempat dimana ponselnya berada, meja belajar. Ia duduk dikursi lalu membuka paket itu, paket yang beberapa jam yang lalu sampai kerumahnya.
Siapa lagi pengirimnya kalau bukan sahabatnya sendiri? Shadam juga heran mengapa sahabatnya itu tak pernah mau datang ke acara spesialnya, pernah sih sahabatnya itu datang, tapi itu pun hanya dua kali saja saat umurnya menginjak 10 tahun, kelas 5 SD dan itu pun wajahnya terlihat tidak bersemangat dan tangannya merah-merah karena datang hiujan-hujanan dengan naik sepeda, seperti tak berniat datang ke acara spesialnya saja.
Dan satu lagi pada saat kelas 4, itu pun waktu Shadam pertama kali ketemu sahabatnya di sekolah barunya dan jangan lupa, ia sendiri yang dengan pedenya memperkenalkan hari ulang tahunnya ke teman barunya itu.
Ya, ulang tahunnya. Hari ini adalah hari ulang tahunnya.
–FOLLOWYOURHEART–
Senin, 14 Juli 2014
Seorang anak laki-laki dengan semangat menggandeng tangan Ibunya ke ruang kelas barunya, di depan mereka ada seorang guru yang akan mengantarkannya menuju kelas barunya.
Terlihat guru itu mengajak ia untuk masuk ke dalam kelas.
Anak laki-laki itu memutar tubuhnya sepenuhnya kepada sang Mama.
"Mama, Shadam masuk dulu ya, jangan lupa jemput Shadam ya nanti."
"Pasti sayang, sekarang kamu masuk belajar supaya pintar ya, Mama pulang dulu," ucap Mamanya sambil mengecup puncak kepala anaknya dengan sayang.
Shadam melihat sebentar ke arah orang-orang yang akan menjadi teman sekelasnya, lalu menoleh kembali ke arah Ibunya dan mengangguk semangat. "Pasti, Ma."
Dadah
Ibunya pergi, Shadam masuk kelas dipersilakan oleh calon wali kelasnya.
"Silakan perkenalkan namamu, serta alasanmu pindah ke sekolah ini."
"Hai semuanya, perkenalkan namaku Shadam Atleo Gavrianza. Pindahan dari sekolah Panjat Pinang."
"Alasan pindah ke sekolah ini karena sekolah ini ga ada upacaranya. Karena upacara itu cuma bikin pegel," Shadam tersenyum lebar.
Calon wali kelasnya hanya geleng-geleng kepala maklum mendengarkan alasannya.
Sedangkan teman-teman sekelasnya langsung menyorakinya seakan berkata, betul sekali, Bu
"Silakan kamu mau duduk di samping Rano atau di samping Kiran?"
Ha? Keran? Ada-ada saja!
"Bu, di kelas ini yang paling pintar cewek apa cowok?"
"Cewek, kenapa emangnya?"
"Yaudah, saya mau duduk sama dia," sambil menunjuk ke arah perempuan.
Guru itu mempersilakannya.
Sekarang ia tau memang dimana-mana yang paling pintar itu perempuan.
Sial!
Pokoknya ia harus jadi yang paling pintar!
Dan mengalahkan para perempuan yang sombong karena kepintarannya.
Sekarang ia sudah duduk disamping cewek itu dan menghadap kearahnya.
"Hai, aku Shadam."
Cewek di sampingnya menoleh.
"Hai, aku Kiran."
Ohh, ku kira keran, gumam Shadam dalam hati.
"Oh iya, hari ini aku ulang tahun loh," lanjut Shadam dengan pedenya.
Dan dengan pekanya si cewek menjawab. "Kamu mau ku ucapin?"
"Iya dong."
"Oke, Shadam selamat ulang tahun ya!"
Hanya sebatas kalimat sederhana selamat ulang tahun dapat menghidupkan sebuah persahabatan.
–FOLLOWYOURHEART–
Shadam lanjut membuka paket itu, belum selesai membuka paketnya, ponselnya kembali berdering.
Video call masih terpampang jelas disana. Dengan perasaan dongkol ia menarik tombol hijau itu lalu menaruh ponselnya ke dekat sanggahan.
Ia lanjut saja membuka paket itu. Dan tak lama kemudian terdengar suara yang cukup membuatnya terkejut.
"OMG, SHADAM! TELINGA LU BUDEG APA?! GUE KAN TELPON BERKALI-KALI MASA LU GA DENGER SIH?!?" teriak cewek itu dengan emosi.
Ya, dia adalah sahabat Shadam, orang yang sama dengan yang memberikan paket itu hari ini, paket yang sedang Shadam buka. Namanya Kiran Merdianta.
Setelah terbuka Shadam melihat isinya. Ternyata isinya adalah sebuah diary dengan note yang tertempel di atasnya.
"Oh ya, itu kan kado dari gue, gimana bagus ga?" tanya cewek itu sambil menopang dagu diseberang sana.
"Kenapa harus diary sih?" hanya itu yang keluar dari mulutnya.
"Ya gapapa, biar lo bisa lebih mengungkapkan isi hati lo, lagian kan besok kita masuk sekolah baru, punya temen baru dan yang pasti lo bisa dapet pacar baru."
"Apaan sih lo kayak gue habis putus cinta aja disuruh cari pacar baru. Lagian ini tuh diary, diary itu kan buat cewek curhat."
"Yaudah gue ralat deh–cari pacar pertama lo di sekolah baru oke?"
"Dan satu lagi diary itu bukan buat cewek doang, tapi cowok juga perlu, apalagi buat lo yang susah mengungkapkan."
"Eh enak aja, awas ya kalo gue jatuh cinta nanti gue bakalan perjuangin dia sampe dapet pokoknya."
"Ckck, jangan bilang doang, buktiin."
"Ish tuh kan gue lupa tujuan awal gue. Lo ga nanya tujuan gue apa?" katanya sambil menaik-naikkan sebelah alisnya diseberang sana.
"Hmm,apa?"
"Jadi.... tujuan awal gue itu buat tanya pelajaran yang gue ga bi–"
"Ckck, pamer teross," jawab Shadam sambil melihat-lihat kembali diary itu, sebaiknya ia harus meletakkannya ditempat yang aman, mungkin diary ini sewaktu-waktu akan berguna untuknya.
Kembali ketopik dia nanya sama gue, sedangkan jelas-jelas pinteran dia. Lihat bagaimana sombongnya perempuan itu.
"Ih apaan sih! Gue beneran mau tanya tahu! Gue beneran ga bi–" ucapnya yang entah kenapa selalu terpotong.
"Ckck, ga bisa beneran aja," Shadam berdecak kesal.
"Ih lo tau kan gue ga pernah bi–"
"Iy–"
"IH LO MAH GITU! BIKIN GUE JADI MAU NGEGAS MULU!! GA BISA APA DENGERIN GUE DULU!!!" Kiran sudah berapi-api diseberang sana.
"Ckck, yaudah apa?" tanya Shadam dengan lembut.
"Nih, kan lo tau gue ga bi–stop," ucapnya ketika melihat Shadam yang sepertinya akan memotong ucapannya lagi.
Shadam terkekeh pelan.
"Bukan gue yang motong ya,"
Kiran diam, setelahnya terjadi keheningan beberapa saat. Sampai suara kekehan Shadam memecah keheningan yang terjadi.
"Lanjut, Ran."
"Iya jadi intinya gue mau nanya pelajaran sama lo."
"Gue tau lo pintar, Ran, bah–"
"Ish lo mah gitu, intinya lo mau bantuin gue ga nih?"
"Hmm, tentang?"
"Biasalah langganan gue, lo kan tau gue ga pernah bisa pelajaran IPA tentang itu."
Seperti gue yang ga sebisa lo pelajaran lain, Ran.
Tanpa sadar, keduanya sudah seperti melengkapi satu sama lain.
–FOLLOWYOURHEART–
SEE YOU
NEXT PART
👋💕💕
Gimana? Pas part Sheffa kalem-kalem, pas part Shadam ngegas semua ya wkwk.
Oke, itu aja.
Jangan lupa vote sama commentnya.
Instagram: stefieqidelinarosy