From Dusk Till Dawn ✔

Av leviousaar

206K 20K 3.6K

Just about Jaehyun and Lalice. And how they run the world. "We can make the world beneath our feet." "Viva Là... Mer

0; the agreement
1; Là Cosa Nostra
2; The Serpent
4; toxic
Cast and Trivia
5; redemption
6; show time
7; scenario
8; enchanted
9; started
10; plan
11; triggers
12; empty space
13; every single thing
14; never not
15; mean it
16; Jeffrey Jaehyun Jones
17; Eye of The Storm
18; Love you to death

3; Reputation

8.8K 1.2K 335
Av leviousaar

Warning!
3k words!
This chapter contains bad words, and many loanword/foreign terms.
If you don't understand the meaning, please,  just ask.
.
.
.

Jones's Mansion;
New York, United States.

Present.

Hari Sabtu cerah, satu minggu setelah pertemuan Jaehyun dengan Lalice; diakhiri dengan menghabisi sebelas orang tak dikenal, Don Alfred menyelenggarakan pertemuan di mansion milik keluarga Jones. Ia turut mengundang rekan-rekan bisnis Cosa Nostra, termasuk David Redfellow, pengacara tersohor di Amerika, Giorgio de Lane, juru bicara kepresidenan Amerika, dan Michael Gronevelt, curator lukisan dan pengusaha berlian dari Spanyol. Mereka dikenal dengan nama-nama itu di kehidupan di dunia atas, tapi di dunia bawah mereka tidak lebih dari distributor untuk Cosa Nostra.

Don Alfred menatap rekan-rekan bisnisnya, dan mendapati satu bangku kosong. "Dimana Antonio?" tanyanya. 

"Tidak hadir hari ini, Sir." Gronevelt menjawab sembari menyesap cerutunya, "dia tidak memberikan alasan dan hanya bilang tidak bisa datang hari ini." 

Don Alfred menatap kursi tempat seharusnya Antonio duduk, "Cari dimana dia sekarang." Captain yang berdiri di belakangnya mengangguk dan berlalu. menepuk pundak rekannya Don Alfred menunduk menatap Gronevelt yang terkaku. "Kau tahu bukan, jika Antonio berani berkhianat aku akan menghabisinya kemudian menghabisimu. Peringatan pada temanmu, Michael, apapun alasannya, bahkan jika istri kalian sedang melahirkan sekalipun, saat aku menyuruh kalian untuk datang maka datang sesegera mungkin."

Dengan hati-hati Michael Gronevelt mengangguk, dalam hati mengutuk Antonio Rivera yang berani tidak menampakkan muka. Hubungan kerjasamanya dengan Cosa Nostra baru membaik setelah sekian lama mereka berseteru. Gronevelt berharap bahwa pria berdarah Meksiko itu tidak kembali menyulut permusuhan dengan Cosa Nostra. Keluarga Rivera dan Jones bermusuhan sejak kakek buyut mereka Don Maurizio dan Andres Rivera memperebutkan daerah kekuasaan di Amerika Latin.

Don Alfred duduk di ujung meja oval besar di ruang tengah mansion Cosa Nostra. Memperlihatkan perawakannya yang mulai memasuki usia lima puluh masih terlihat gagah dan menawan. 

"Aku mengumpulkan kalian kali ini untuk memberitahukan bahwa pengangkatan Jeffrey menjadi Capo akan diadakan di hari yang sama pada hari pernikahannya. Son?"

Putra tertua, Johnny, bertubuh tinggi dan perlente. Consigliere Cosa Nostra yang hari ini bertugas menjelaskan, karena sang calon Capo yang mereka bicarakan sedang berada ribuan mil dari sini, sedang menemui calon istrinya.

"Pelantikan Capo akan dilaksanakan di sini, segera setelah pengucapan sumpah pernikahan."

Mereka saling memandang bertanya siapa gerangan calon istri dari calon Capo mereka, "jika aku boleh tahu, siapa dan dari keluarga mana calon istri Sir Jeffrey?"  Redfellow yang sedari tadi hanya menyimak mengeluarkan suara. 

"Wanita yang nantinya akan membantu Cosa Nostra masuk ke pasar di Britania Raya. Lalice Beilschmidt-Kirkland, dari klan Beilschmidt." Johnny tersenyum kecil melihat raut terkejut dari para distributor Cosa Nostra, "aku rasa mister De Lane kenal nama itu, bukan begitu?"

Giorgio de Lane mengangguk dan semua mata terarah padanya, "Beilschmidt adalah klan bangsawan, pada masanya, Duke George Beilschmidt adalah tangan kanan Raja, dan Harold Beilschmidt adalah juru bicara dari House of Lord, saat ini. Aku pernah bertemu dengannya untuk kunjungan ke kediaman Ratu Elizabeth, dan Beilschmidt bukan orang yang mudah." 

"Apa maksudmu bukan orang yang mudah?" Salah seorang distributor bertanya.

"Aku kehilangan tiga orang anak buah di perjalanan pulang dari London waktu itu. Salahku karena membuat Harold Beilschmidt marah dengan menyinggung pihak kerajaan, Britania Raya juga bisa berlaku kejam, Sir."  De Lane menghela napas, "aku tidak masalah kehilangan anak buah, hanya saja, aku tidak mau membayangkan lagi apa yang sudah terjadi pada ketiganya. They are cruel, their law, their society, and every single thing about them."

De Lane menatap ke arah Don Alfred yang mengernyit memikirkan sesuatu, De Lane tahu bahwa kepala keluarga Jones itu setuju dengan semua yang ia ucapkan. Lebih dari siapapun, Alfred Jones adalah orang yang paling mengenal The Serpent, jika menelusuri sejarah permusuhannya dengan Ludwig Kirkland. Sebelum mereka berdua akhirnya berhenti, tidak berdamai, hanya saling berhenti untuk saling memusuhi.

Mereka saling menatap satu sama lain, mempertanyakan apakah menjalin aliansi dengan menikahkan calon pemimpin Cosa Nostra dengan anggota The Serpent adalah hal yang benar atau tidak. 

"Apakah ini adalah hal yang benar, sir? Aku bukan ingin mempertanyakan keputusan yang diambil Sir Jeffrey, hanya saja reputasi yang dimiliki The Serpent sangat beresiko. Aku tidak ingin bisnis yang aku jalin terganggu." Gronevelt menyuarakan pikirannya. 

"Tidak ada yang akan mengganggu bisnismu di Amerika, Michael." Gronevelt menelan ludahnya sendiri, wajah datar Don Alfred membuat Gronevelt paham bahwa ia tengah diperingatkan.

Don Alfred menatap kepada putra pertamanya. Johnny mengangguk dan mengeluarkan peluru dari dalam saku jasnya, meletakkan di meja.

"Minggu lalu, man of honor dan calon istrinya, di serang oleh sekelompok orang yang tidak dikenal, pria-pria tanpa identitas. Yang sayangnya harus mati di tangan anakku dan calon menantuku." Don Alfred berujar, dan menatap satu persatu para rekan bisnisnya.

"Hal yang ingin aku beritahukan pada kalian adalah, tidak peduli seperti apa tidak sukanya kalian pada The Serpent, anakku akan menikahi wanita yang menjadi pemimpin mereka. Jadi aku peringatkan pada kalian, jangan mengacau. Understand?"

"Yes, Sir." 

Tanpa peduli jawaban dari mereka, Don Alfred berlalu, tidak menoleh sekalipun. Menggantikan sang ayah, Johnny membubarkan pertemuan, mempersilahkan mereka pulang.

Don Alfred berdiri di balkon, menatap keramaian yang disebabkan para Captain yang tengah beristirahat dan mengobrol.  Setelah semua tamu pergi, Johnny menyusul ayahnya, yang masih belum berkata apapun, hanya terdiam, dan termenung, 

"apa yang sedang kau pikirkan, Dad?" 

Don Alfred menatap peluru di tangannya, matanya memicing. "Menurutmu apa atau siapa yang melatarbelakangi penyerangan kemarin?"

Johnny menghela, ternyata ayahnya masih memikirkan hal tersebut, "aku tidak mau mencurigai siapapun di lingkungan kita. Dan aku belum pernah bertemu satu pun orang dari pihak The Serpent. So sorry, sir, I have no idea."

"It's okay son. Aku hanya khawatir tentang adikmu."

"Jeffrey tidak lemah Dad, dari semua orang, kau yang paling tahu itu."

"Aku tidak sedang meragukan kemampuan adikmu. Hanya sedikit mengkhawatirkan bagaimana hubungan Jeffrey dengan istrinya kelak."

Johnny tertawa, mendengar alasan paling tidak masuk akal yang pernah keluar dari mulut ayahnya. "Seriously, Dad?"

Alfred meninju lengan Johnny, "kau kenal bagaimana perangai adikmu, John. Jeff sering berganti partner, dan mengencani banyak wanita, tapi tidak sekalipun aku mendengar pernikahan keluar dari mulut anak itu. Dan ketika ia berkata akan menikahi putri angkat Ludwig, aku sangat terkejut."

Alfred menjeda sejenak perkataannya, kemudian melanjutkan, "aku mungkin tidak pernah menikah, tapi satu hal yang harus kalian tahu. meskipun darah ibumu, Jeff, dan Mark berbeda, aku menyayangi kalian sama besar, I want you guys happy." 

Johnny terdiam, tidak bisa mendebat maupun menanggapi. Karena apa yang ia alami dengan Jaehyun dan ayahnya alami adalah hal yang sangat bertolak belakang. Johnny sudah menikah, ia menikah saat berusia dua puluh empat, di usianya yang memasuki dua puluh sembilan tahun ini. Ia menikahi istrinya karena Johnny mencintainya, bukan berdasarkan keuntungan, aliansi atau apapun.

Istrinya juga bukan wanita pemimpin organisasi, atau anak dari rekan bisnis mereka. hanya sekedar wanita yang Johnny kencani bertahun-tahun sejak mereka ada di universitas yang sama. Wanita yang bahkan tidak mengetahui latar belakang dari pria yang dikencaninya; sebelum Johnny mengaku tentang keluarga dan pekerjaan yang ia tekuni di Cosa Nostra di malam Johnny melamar wanita itu. 

Jadi ketika ia ditanya pendapat tentang pernikahan Jaehyun dan Lalice, sorry not sorry, he can't relate.

"How's your life, son?" Alfred menatap putra tertuanya

"Happy, dad."

"Oh, I miss little Ella. Tidak bisakah kau bilang pada Jennie untuk sering datang kemari? Setelah kau dan istrimu memutuskan untuk tinggal terpisah, aku banyak merindukan Ella. Jeffrey dan Mark sudah terlalu besar untuk aku gendong."

Johnny terkekeh, "Sure, dad. Sure."

.
.

.
.

Beilschmidt's Manor;
London, United Kingdom.

Jaehyun melangkah masuk, segera disambut oleh ular hijau yang melingkar khas di dinding, warna hijau emerald melingkupi hampir sebagian dining di kediaman Beilschmidt.

"Welcome to Beilschmidt Manor, Master Jeffrey Jones, Master Stevan Jones." ujar seorang pria, berambut pirang, setinggi Mark, "My name is Arthur, dan Madam Lalice meminta Anda untuk menunggu di west wing, selagi ia menyelesaikan urusannya." 

Jaehyun mengikuti langkah Arthur, bersama Mark yang berdiri tepat di belakangnya. Kediaman Beilschmidt terlihat sepi. Beilschmidt Manor sangat klasik khas eropa, desain, furniture, lukisan, gorden dan langit-langit, semuanya didominasi hijau emerald. Jaehyun terpaku pada satu lukisan besar yang menampilkan potret Lalice, wanita itu tidak tersenyum, namun tidak pula merengut, wajah aristokrat, bibir sewarna darah, tapi Jaehyun menemukan itu sangat atraktif. 

"fuck." umpatnya dalam hati, sadar bahwa sudah satu minggu ini kepalanya dipenuhi oleh wanita yang akan menjadi istrinya. Dalam sejarah berhubungan dengan wanita, Jaehyun tidak pernah menemukan satu wanita pun yang berhasil membajak otaknya, membuat ia menghabiskan banyak waktu di gym, kantor, segala tempat dan segala hal yang bisa membuat ia lupa.

"Where is she now?" Berhenti di ujung tangga utama sebelum mereka berpindah ke tangga menuju sayap barat, Jaehyun bertanya. 

Arthur tersenyum tipis, "Madam Lalice akan menemui anda di west wing segera setelah urusannya selesai, Master." 

"Where is she?" Jaehyun mengulang pertanyaannya satu kali, dan mendapat tepukan pelan pada bahunya dari Mark, memperingatkan saudaranya bahwa mereka sedang bertamu. Terkadang sifat determinate Jaehyun bisa membuat mereka dalam masalah. "I'm sorry mister Arthur, aku bertanya untuk mengetahui dimana ia sekarang, sehingga bisa langsung menemuinya."

"Please, just call me Arthur, Master. Madam Lalice sedang ada di taman belakang, berlatih panah bersama Master Lucas. Madam berpesan agar anda di antar ke west wing, tapi aku akan mengantar anda ke halaman belakang jika diperlukan." Masih dengan nada suara yang halus dan khas, Arthur menjawab.

"Yes, thank you, Arthur."

"Pleasure, Master. This way, please."  Berbalik arah, mereka kembali menuruni tangga. Tiba di halaman belakang Manor, Lalice terlihat sedang menarik busur, bersebelahan dengan Lucas yang melakukan hal serupa. 

"Ten point." Seruan salah seorang yang berperan menjadi wasit terdengar ketika panah yang dilepas Lalice menancap tepat di tanda 'x',  di tengah papan. 

"Ugh, come on, sestra." Lucas mengeluh, ujung panah yang ia lepaskan menancap di daerah berwarna emas, bernilai sepuluh poin, tapi Lucas merasa kurang. 

"Fokus, Luke." Lalice berbalik hendak mengambil anak panah terakhir, namun berhenti ketika mendapati Jaehyun berdiri di sana, beralih menatap ke arah Arhtur yang menunduk sopan, "Arthie, apakah kau tidak mendengar perkataanku?" tanyanya.

"Jangan menyalahkan Arthur, aku yang meminta untuk diantar kesini," Jaehyun mengambil anak panah yang tersisa, menyerahkannya pada Lalice, "bonusnya, aku bisa melihatmu bermain." lanjutnya.

Lalice menatap Arthur dan menyuruhnya pergi menyiapkan hidangan. Lalice hendak mengambil anak panah dari tangan Jaehyun, sebelum pria itu menjauhkan tangan, menggoda, dengan wajah datarnya.

"Give it to me." Menatap tajam pria itu, Lalice meminta anak panahnya kembali.

"No."

"Give-it-to-me." Lalice masih berusaha merebut kembali anak panahnya, dengan Jaehyun yang masih menjauhkan tangannya. "Jones, I warn you."

Jaehyun menggeleng, "call me Jaehyun, as like you did last time. Besides, soon, you'll be Jones too." Menangkap lengan Lalice yang berhasil menggapai anak panah di tangan kanannya, Jaehyun berucap, menarik wanita itu mendekat, membuatnya memicing, tidak suka. Mereka bersitegang dalam tatapan, sebelum suara teriakan Lucas terdengar.

"Uh, excuse me, sestra. Are we going to continue the game, or you just play new game called staring at my future husband's eyes?" menyeringai ketika kakak perempuannya menoleh dan menatapnya jengkel, menunjuk target face dengan dagunya, "anak panah terakhirku sudah menghasilkan sepuluh poin, sestra. Jika dalam hitungan ketiga, kau tidak main, maka aku yang menang. One-two-three, done, I won."

Lalice memutar bola mata, sementara Lucas tersenyum lebar dengan gayanya yang khas, berjalan mendekati mereka, "hello, soon to be brother-in-law. I'm Lucas, your future-wife's brother, nice to meet you." mengulurkan jabat tangan dengan Jaehyun. Beralih menatap ke arah Mark yang masih diam berdiri di belakang Jaehyun, mengulurkan tangannya kembali, "and you are must be 'the right hand', right?" 

"Mark Stevan Jones, nice to meet you, Regina's Made Man." Mark menjawab, dan mereka saling melempar senyum.

"Well, sepertinya Arthie sudah menyiapkan makan siang yang lezat, jadi mari tinggalkan kakakku dengan calon suaminya." Lucas Menggiring Mark kembali ke dalam Manor, mengabaikan Lalice yang masih menatap sebal ke arahnya.

Jaehyun menatap detail wajah wanita di hadapannya, matanya terpaku pada mole kecil yang tersemat di leher jenjang Lalice. Wanita itu mengenakan kemeja berkerah lebar, mengekspos collar bone-nya. 

"If we are married later, I'll ban you wearing this shirt again."  lirihnya.

"What did you just say?"

Jaehyun menggeleng,  "nothing."

.

.

Alih-alih duduk di dalam suite milik Lalice di manor, Jaehyun dan Lalice memutuskan untuk makan malam di Clos Maggiore; restaurant paling mewah di London, dan pemiliknya merupakan salah satu rekan kerja The Serpent.

"Bagaimana bisa datang dan makan di restoran ini tanpa reservasi?"

Memotong steak-nya perlahan, Lalice tersenyum, menatap ke arah calon suaminya, "My name did."

"Ah, Beilschmidt." 

Jaehyun mengangguk, mengakui bahwa di Britania, selain keluarga kerajaan, klan Beilschmidt juga mempunyai reputasi baik. Title bangsawan dan aristokrat, tidak membuat Beilschmidt dibenci, melainkan dihormati. Jaehyun ingin tertawa, mereka tidak tahu bagaimana reputasi Beilschmidt di underground; pride, ambitious, cunning, cruel, evil. 

"So, apa yang mau kau bicarakan denganku,hingga membuat kau repot datang ke manor?"

"Tidak ada, hanya ingin menemui calon istriku."

"Okay, whatever. Karena kita sudah terlanjur di sini, aku akan memberitahukan sesuatu padamu, nanti segera setelah main course kita selesai."

Ucapan mereka terhenti ketika seorang pelayan datang dengan membawa satu botol champagne, mengisikan pada masing-masing gelas mereka. "Enjoy your dinner, Monsieur , Madame." 

Lalice menyesap isi gelasnya, rasa manis dan sedikit asam menyebar ke seluruh indra pengecapnya. Jaehyun menatap lekat wajah Lalice, yang tengah menunduk menatap isi piring, memotong daging domba tersebut dengan perlahan, tanpa menimbulkan suara, memperlihatkan cara makan para aristokrat, table manner, "makan malammu ada di piring Jaehyun, bukan di wajahku." 

"Sorry, can't handle it. Wajahmu lebih menarik."

Lalice meletakkan pisau dan garpu, menarik serbet putih dari pangkuan, mengelap bibirnya dengan perlahan, mengalihkan atensi sepenuhnya pada Jaehyun. "Do you have a doppelganger? Because, your duality is so… weird."

"Apa maksudmu?"

"Kau yang ku temui satu minggu lalu sangat, untouchable, dark, and dangerous. Tapi kau yang ku temui hari ini, sangat, menyebalkan."

Jaehyun menyeringai ketika mendengarnya, "eat your dinner, Lice."

Jaehyun meletakkan sendok di samping glass bowl, berisi blueberry & granny apple sorbet; main course mereka sudah tandas beberapa menit yang lalu. "Apa yang ingin kau beritahukan padaku? Main course kita sudah selesai, dan aku juga sudah menyelesaikan dessert nya." 

Lalice mengaduk isi mangkuknya, "kau yakin dengan pernikahan ini, Jaehyun?"

"Kenapa tiba-tiba? Jika aku tidak yakin, aku tidak akan memulai."

"Jika kita menikah nanti, tidak akan pernah dan tidak mungkin ada perceraian. Kau akan terjebak selamanya bersamaku." Menyuapkan satu sendok sorbet kedalam mulut, Lalice mendongak menatap wajah rupawan Jaehyun. 

"Kalian tidak mengenal perceraian?" Lalice mengangguk. "Kalau begitu kau juga akan terjebak selama hidupmu bersamaku, Lalice." Lanjut Jaehyun.

"Marriage also a sacred thing in Cosa Nostra, ayahku bahkan menyebutku gila ketika aku bilang akan menikahimu. Bagi kami bercerai tidak dilarang, tapi sangat tidak dianjurkan."

"Really?"

"Yes."

Kening Lalice mengerut, "lalu apa yang harus kita lakukan jika aku tidak tahan denganmu, atau kau muak padaku? Is it allowed to have an affair?"

Kali ini kening Jaehyun yang mengerut, dalam, menatap tidak suka pada Lalice, "No." jawabnya. "Tapi kau diijinkan untuk mencoba membunuhku,  or we can just kiss and make up."

"Oh, really?" balas Lalice sarkastik.

"Lakukan apapun yang kau mau nanti, jika kita sudah menikah, tapi kita tidak akan berselingkuh atau apapun jenisnya itu." balas Jaehyun

Lalice tersenyum sarkastik, merasa lucu.

"I know you, and your reputation, Jaehyun. Para perempuan yang kau kencani, aku tahu berapa banyak itu." Lalice menyandarkan punggung, melipat tangan di dada, matanya tertuju pada seorang wanita di meja seberang yang sedari tadi menatap ke arah meja mereka, "she's one of them."

"Jones?" Segera setelah Lalice berucap, seorang wanita berjalan mendekat. penampilan glamor, rambut panjang merah, cocktail dress warna merah, lipstik merah, senyum cantik.  "Lama tidak bertemu, sejak terakhir kali kita bersama di Roma. How are you?" 

Lalice menarik sudut bibirnya, mengejek. 

"You must be mistaken, miss. I don't know you."  Menyingkirkan tangan yang menyentuh bahunya, mengabaikan raut terkejut wanita itu. 

Wanita itu mengalihkan tatapan pada Lalice, mengamati dari ujung rambut hingga ke bawah. "Who are you? Another Jones's partner?"

Lalice menyantap apple sorbet yang manis, mengabaikan wanita yang menatap tidak suka padanya terang-terangan. Mengangkat tangan dan seorang waiter mendekat, menuangkan champagne ke dalam gelas. 

"Can you give this lady a chair? She seems to want to join on this table." Ucapnya dan mendapat tatapan aneh dari pelayan tersebut, namun tak ayal menarik satu kursi dari meja terdekat.

Tersenyum tipis, Lalice menatap ke arah wanita itu, "take a seat, miss."

"Lalice."

"What?" Menjawab nada peringatan Jaehyun dengan santai, Lalice menyesap isi gelasnya. "Sepertinya nona ini punya sesuatu yang ia sampaikan padamu, Jeffrey, it's okay, I'll wait."

"Kau membiarkan wanita ini memanggil namamu?" Wanita bersurai merah itu memekik ke arah Jaehyun, "aku bahkan belum pernah sekalipun melakukannya, tapi kau membiarkan dia melakukannya?"

Jaehyun mengeraskan rahang, menatap sebal ke arah wanita yang bahkan tidak ia ingat namanya. Mungkin salah satu teman kencan satu malamnya. 

Sebelum ucapan pengusiran keluar dari mulutnya, Lalice mendahului.

"Miss Charlotte Brooks, I told you to sit, why don't you sit. Jangan menjadi perempuan yang tidak memiliki tata krama Miss, if you want to talk, take a sit, if you don't, just get out of my face."

Wanita bernama Charlotte itu kembali terkejut, pertama, dia tidak mengenal wanita ini, kedua, wanita yang bahkan ia tidak tahu siapa namanya itu berani menghinanya. 

"Lalice." Jaehyun menyentuh tangan Lalice. Raut wajahnya tidak berubah, tapi Jaehyun bisa melihat mata coklat madu milik wanita itu berkilat, menahan kesal.

Charlotte mendelik, sembari menduduki kursi tambahan, "bagaimana kau bisa tahu namaku?" tanyanya.

Lalice tersenyum santai, mengabaikan pertanyaan wanita itu, menarik tangannya dari genggaman Jaehyun, kembali menikmati minumannya. Membuat wanita berambut merah itu meradang.

"I ask you, Jones's new partner."

"Don't mind me, Brooks. Kau mau bicara dengan Jeffrey, bicara sekarang."

"Berhenti memanggil namanya, new chick. Dan siapa kau berani memerintahku?" Charlotte mengangkat dagu, bibir merah meronanya tersenyum mengejek, "apa yang Jones lihat darimu? Kau terlihat seperti baru pulang dari pemakaman." lanjutnya.

Jaehyun mengumpat dalam hati, kesal dengan sikap wanita bernama Charlotte itu, berpikir apa yang membuat ia dulu mau berkencan dengan wanita itu, bersisik dan menyebalkan, sangat bukan tipenya, meskipun bisa diakui bahwa wanita itu berparas cantik.

"Jones? Kau baik-baik saja?" merasakan sentuhan di lengan kirinya, Jaehyun sekali lagi menyingkirkan tangan wanita itu.

"Jangan menyentuh sembarangan, Miss. Aku bahkan tidak tahu namamu."

"Kau bisa ingat-ingat lagi, kita bertemu di Roma, beberapa bulan lalu." 

"Tidak ingat."

"Benarkah?" Charlotte mengubah posisi kakinya menjadi menyilang, sehingga rok yang ia kenakan sedikit tersingkap. Lalice mendengus, melihat trik murahan yang sering sekali ia lihat.

Beralih menatap pada Jaehyun yang sudah mengeraskan rahang, menahan muak, terlebih melihat tatapan mengejek Lalice, terang-terangan menghina tipe wanita yang menjadi mantan kekasihnya.

"Benar. Dan Miss, aku sedang dalam pembicaraan serius, jadi bisakah kau pergi jika tidak ada keperluan lagi?"

Lalice mengatupkan bibirnya, menahan tawa, bisa ia lihat wajah Charlotte yang mulai memerah menahan malu, namun tidak cukup untuk membuat wanita itu enyah. Lalice mengapresiasi keberanian wanita itu. "Aku tidak boleh duduk disini? Lagipula new chick-mu mengijinkan."

"Jaga mulutmu, sialan. Siapa yang kau panggil new chick?"

Lalice tidak mengenal Jaehyun sebelumnya, ia tidak tahu bagaimana pria itu berlaku kepada mantan teman kencannya dulu. Jadi ketika Lalice melihat wanita itu sepertinya telah menekan tombol yang salah, terdiam kaku atas jawaban tajam dari Jaehyun, Lalice cukup yakin bahwa Charlotte tidak pernah melihat Jaehyun yang ini. Atau memang tidak, karena mereka hanya bertemu untuk satu malam.

Lalice tidak bersuara. Charlotte yang terdiam kaku karena ucapan tajam yang Jaehyun berikan, setelah ia mencoba menggoda pria itu, adalah pemandangan yang menghibur. 

"Dari awal aku seharusnya mengusirmu dari sini. Tapi wanitaku terlalu baik hati dan mempersilahkan kau duduk. Dan sekali lagi kau berkata kasar pada calon istriku, akan aku pastikan kau menyesal. Sekarang enyah dari sini."

Masih dengan senyum di ujung bibirnya, Lalice mengamati bagaimana wajah Jaehyun yang menahan amarah, kening mengernyit, alis menukik, jaw line yang tercetak jelas, membuat Lalice mendapat satu kesimpulan. 

Ia akan lebih sering membuat Jaehyun marah.

"Bye, Miss Charlotte Brooks." ucap Lalice mengantar kepergian Charlotte, berjalan dengan tergesa, dengan wajah memerah menahan malu.
Beralih ke Jaehyun yang meneguk champagne dengan cepat, Lalice menyangga dagu dengan lengan, mengamati Jaehyun yang masih terlihat menahan amarah.

"You are short temper,”  ucap Lalice.

Jaehyun menatap ke arah Lalice, menahan napas ketika melihat wanita itu menyeringai, terlebih ketika Lalice memiringkan kepala, membuat ia ingin keluar mencari udara segar. Bagaimana bisa wanita itu melakukan gesture kecil dan terlihat sialan seksi.

"What are you thinking?" Lalice bertanya lagi, suaranya pelan, berbisik.

"You." jawab Jaehyun. Entah sadar atau tidak,  seksual tension mereka menguat. 

"Wanna know something?"

"What?"

"You look so good, when you're angry."

Jaehyun menarik napas, jika wanita di depannya mau bermain, dengan senang hati akan ia lakukan.

"Wanna know something?" Jaehyun balik bertanya.

"What?"

"I wanna kiss you."

Jaehyun sadar ia banyak menyeringai jika berbicara dengan Lalice. Wanita itu terlihat sangat mind blowing setiap kali melakukan sesuatu, seperti sekarang, sedang menahan senyum, dan bibir yang dipulas lipstik merah bata itu terlihat sangat menggoda. Jumpsuit hitam off shoulder yang wanita itu kenakan memperlihatkan seluruh bahu dan leher jenjangnya.

"Can I kiss you?" tanyanya lagi.

"You ask?"

"Yes."

"Well, you can kiss me, but our picture will be in the magazine and internet portal tomorrow."

"Whatever."

Jaehyun berdiri menggapai leher Lalice, menarik wajah wanita itu mendekat, menciumnya.

.

.

.

Dictionary:
New chick (slang) : Pacar/kencan baru

a/n :
Actually, the original plan is, this story will be T rated :') but, I think I have to consider that again.
Uh, and  this story will be a little bit slow burn
:))

So, any questions?


a/n:
this chpater still my favourite :) slow burn for the win, and i highly recommend you to listen to the song for more intensity.

—first published : April, 24th 2020
—republish : March, 3rd 2022

Fortsätt läs

Du kommer också att gilla

544K 19.7K 23
FOLLOW SEBELUM BACA "Kau bertanya apa yang aku lakukan?" Jessica membisu, ia tak mungkin menjawab pertanyaan James. Sekali ia menggerakkan bibirnya...
9.2K 1.4K 13
Dunia terlalu sempit untuk Alicia dan Loey. Pernah dipertemukan sebagai sepasang kekasih, berpisah dengan menyakitkan, dan pada akhirnya kembali dipe...
148K 17.1K 51
They enjoy the pleasures of the moment while caring less for the future. +highest rank; #1 on 97liners, #13 on short story, #488 on fanfiction. (p.s:...
126K 11K 24
"Making an opposite facial expression to the heart is really simple." - IU's 23. Book 2 of BlackPink × The Brondong(s) series. They are related, but...