She BELONGS to the PRINCE

Da daasa97

24.6M 2.1M 411K

[Trilogi MY BASTARD PRINCE | Bisa dibaca terpisah] DON'T COPY MY STORY! DILARANG PLAGIAT! _______________ ... Altro

Dy's note
She BELONGS to the Prince | Sneak Peek
She BELONGS to the Prince
C A U T I O N
She BELONGS to The Prince | Part 1 - Mikhailov Family's Party
She BELONGS to The Prince | Part 2 - Dancing With Stranger
Character Introduction
She BELONGS to The Prince | Part 3 - Xavier Leonidas's
She BELONGS to The Prince | Part 4 - End Game
She BELONGS to The Prince | Part 5 - How Dare You
Breaking news!
She BELONGS to The Prince | Part 6 - The First Domino, Fell (Again)
She BELONGS to The Prince | Part 7 - Hunt You Down
She BELONGS to The Prince | Part 8 - Wildest Game
She BELONGS to The Prince | Part 9 - The Opponent [1]
She BELONGS to The Prince | Part 9 - The Opponent [2]
She BELONGS to The Prince | Part 10 - I Care
She BELONGS to The Prince | Part 11 - Under His Control
She BELONGS to The Prince | Part 12 - This Is a Warning, Not a Threat [1]
She BELONGS to The Prince | Part 12 - This Is a Warning, Not a Threat [2]
She BELONGS to The Prince | Part 13 - The Knight, Princess & Castle Tower
She BELONGS to The Prince | Part 14- Best Friend means Best Retaliation?
Important announcement!
She BELONGS to The Prince | Part 15 - Don't Let Him Take Control
She BELONGS to The Prince | Part 16 - The Seduction
She BELONGS to The Prince | Part 17 - His Plan
She BELONGS to the Prince | Part 18 - His Anger [REVISI]
Info Update!
She BELONGS to the Prince | Part 19 - Come Back Home
She BELONGS to the Prince | Part 20 - A Little Love
She BELONGS to the Prince | Part 21 - Just Fight for Him
She BELONGS to the Prince | Part 22 - Christmas Night [1]
She BELONGS to the Prince | Part 22 - Christmas Night
She BELONGS to the Prince | Part 22 - the Christmas [full version]
She BELONGS to the Prince | Part 23 - What Have You Done? [1]
She BELONGS to the Prince | Part 23 - What Have You Done? [2]
She BELONGS to the Prince | Part 24 -
She BELONGS to the Prince | Part 24 - The Enemy [full part]
She BELONGS to the Prince | Part 25 - Jealous
She BELONGS to the Prince | Part 26 - But Why?
She BELONGS to the Prince | Part 27 - Feel Guilty
She BELONGS to the Prince | Part 28 - UPDATE
She BELONGS to the Prince | Part 28 - Don't Go.
She BELONGS to the Prince | Part 28 - I'm Not Okay
She BELONGS to the Prince | Part 29 - I Do (NOT) Care
She BELONGS to the Prince | Part 30 - Don't go
She BELONGS to the Prince | Part 31 - Oh, my God!
Dy's notes ✨
ATTENTION, PLEASE!
She BELONGS to the Prince | Part 32 - I Hate You!
She BELONGS to the Prince | Part 33 - I'll take care of you
Sorry πŸ˜­πŸ™
She BELONGS to the Prince | Part 34 - I Need You
She BELONGS to the Prince | Part 35 - Such A Nightmare
She BELONGS to the Prince | Part 36 - Intertwined With You
I N T E R M E Z O
She BELONGS to the Prince | Part 37 - I Know You
She BELONGS to the Prince | Part 38 - Protect You
She BELONGS to the Prince | Part 39 - I Have You
PENTING!
She BELONGS to the Prince | Part 40 - The Party
She BELONGS to the Prince | Part 41 - Get Back Memories
She BELONGS to the Prince | Part 42 - Lost
She BELONGS to the Prince | Part 43 - Wolves
She BELONGS to the Prince | Part 44 - The Savior
She BELONGS to the Prince | Part 45 - The Villain
She BELONGS to the Prince | Part 46 - I'll keep her safe
- INFO -
She BELONGS to the Prince | Part 47 -
She BELONGS to the Prince | Part 47 - He is Not Good For You (bag. 2)
She BELONGS to the Prince | Part 48 - Bright Spot
Announcement!
I'm here again!
She BELONGS to the Prince | Part 49 - She is Not That Weak
ANNOUNCEMENT - URGENT!!
PRE ORDER - SHE OWNS THE DEVIL PRINCE
She BELONGS to the Prince | Part 50 - Re-write the Start
She BELONGS to the Prince | Part 51 - That's What Love Is
She BELONGS to the Prince | Info
She BELONGS to the Prince | Part 53 - Call Out My Name
She Belongs to the Prince - Update!
PEMBERITAHUAN PENTING!
She BELONGS to the Prince | Part 54 - The Tragedy
She BELONGS to the Prince | Part 55 - The Warning
pengumuman terbit.

She BELONGS to the Prince | Part 52 - The Fairytale

218K 18.9K 2.7K
Da daasa97

Hola! It's Dy!

I'm back!!!

This part is dedicated for @warren0105 yang katanya pengen ke-noticed XD Tenang, Dy selalu bacain semua komentar yang masuk kok ^^

Dy nggak tahu, notif chapter 52 ini bakal masuk apa nggak ke kalian. Soalnya, pas kemarin Dy update chapter 51 nggak ada notif sama sekali. Bahkan, beberapa ada yang part 50 sama 51-nya masuk ke librarynya.

Ada beberapa hal yang perlu Dy lurusin di part 51—makasih buat kalian yang udah ingetin :

1. Dy salah pas bikin Xavier sebut kejadian yang dia maksud itu 3 tahun yang lalu. Itu salah ya hehe, Dy lagi nggak fokus. Jadinya ngehitungnya cuma dari jarak waktu cerita ini mulai. Harusnya, kejadian di Russia habis Ara pergi dari Xavier (ada di extra part She Owns the Devil Prince versi novel itu udah sekitar 4 tahun yang lalu.

2. Itu Xavier sama Ara naik helicopter atau Private Jet? Sebenernya ini udah jelas menurut Dy, tapi beberapa dari kalian masih ada yang bingung. Jadi, Ara sama X pergi dari mansion ke Bandara itu naik Helicopter. Berhubung Ara habis itu tidur, pas dia bangun—dia udah pindah ke private jet.

3. Kejadian 4 tahun itu yang mana? Sekali lagi, itu kejadian yang ada di extra part novel SOTDP. Di Wattpad emang nggak ada. Tapi, sedikit kilasannya juga udah Dy tulis di sini—tepatnya di beberapa chapter depan—kejadian yang Aurora inget di mimpinya.

Untuk sementara ini dulu ya. Selamat membaca Xavier dan Aurora. Semoga part ini bisa menghibur kalian ^^

Peluk cium untuk kelian semuanya ^^

__________________________

Jangan lupa klik bintang + komen yang banyak biar Dy semangat!

Aurora berputar, menatap mata Xavier yang tampak berpendar liar. Aurora tersenyum, dan Xavier makin mendekat, menciumnya lembut. Aurora meleleh, merangkul pundak Xavier. "Sepertinya kau memang sudah memikirkan dan memperhitungkan semuanya dengan matang," desah Aurora parau.

Xavier menyeringai, kembali melumat bibir Aurora. Pelan dan lembut. "Mau bagaimana lagi? Kau tidak akan tahu seberapa sering aku memikirkan banyak hal tentangmu."

__________________________

She BELONGS to the Prince | Part 52 – The Fairytale

Playlist : Justin Bieber ft Jessica Jarrell – Overboard

Playlist kamu :

***

LEONIDAS Mansion, Barcelona—SPAIN | 4:16 PM

"We go to grandma house, Dad?" Axelion memekik, menatap takjub ke jendela Limousine dari pangkuan Xavier. Di luar sana, gerbang kokoh berlogo L E O N I D A S besar, patung singa di kedua sisi dan para penjaga berlarian menyambut kedatangan mereka.

"Ya. Axelion merindukan Grandma?"

"I miss her so much, Daddy!" teriak Axelion bersemangat dengan jemari bergerak antusias. "But, Daddy! Why don't you bring Aaron with us?" Kening Axelion mengernyit, seiring dengan mulutnya yang mencebik kesal.

Di sebelah Xavier, Aurora tersenyum geli mengelus puncak kepala putranya "Mommy harap Daddy punya jawaban. Kita semua tahu bagaimana jika singa kecil ini sudah merajuk."

"Tentu saja." Xavier mengecup pipi Axelion. "Aaron sudah menunggu di mansion Grandpa. Dia dan Dilara berangkat sebelum kita."

"Are you serious, Daddy?"

"Yes. I'm really serious. Kau pikir Daddymu ini akan membiarkan little lion menangis tanpa temannya?"

"Horray! I love you so much, Daddy!" Sekali lagi, Axelion memekik kegirangan. Axelion menghujani pipi Xavier dengan kecupan—membuat Xavier terkekeh—sebelum kemudian berdiri dan menempelkan wajahnya di jendela. Menatap pemandangan halaman luas dengan taman, kolam air mancur, danau buatan hingga pohon-pohon yang tertata rapi begitu Limousine melewati gerbang.

Mobil itu berhenti di pintu utama mansion Leonidas sepuluh menit setelahnya.

"Daddy! Look at there! That's grandma! Open the door, now! Open the door, Daddy!"

Sebelum Axelion memprotes lebih keras, pintu Limousine terbuka—Elias ada di baliknya. Tanpa dapat dicegah, Axelion merangsek keluar, berlarian menaiki undakan.

"Baby lion, hati-hati!" Aurora berteriak, yang tidak Axelion gubris. Bocah kecil itu tertawa, terus belari menuju Anggy dan memeluk erat-erat kakinya. Anggy tertawa, segera mengulurkan tangannya untuk menggendong Axelion.

"Astaga, anak itu!" gerutu Aurora, ia bersiap turun ketika Xavier malah menahan lengannya.

"Kita tidak turun sekarang."

"Huh?"

"Elias, kau jaga Axelion," perintah Xavier tanpa menjawab kebingungan Aurora.

Elias mengangguk, dan detik selanjutnya pintu mobil ditutup.

Aurora makin menatap Xavier penuh tanya ketika Limousine itu kembali bergerak meninggalkan pelataran. "X, kita mau kemana? Axelion—"

"Dia bersama Mommy."

"Itu yang aku maksud. Kita bahkan belum menyapa Mommy, tapi kau seenaknya main pergi."

"Mommy akan mengerti," ucap Xavier tenang.

"Tapi—"

Aurora masih ingin memprotes, tapi ia tidak bisa menolak ketika Xavier membawanya ke pangkuan. Xavier memegang pinggul Aurora dengan lembut, sementara Aurora meneliti wajahnya. Menghitung tiap tarikan napas, gerakan—yang terputus begitu Xavier mengecup keningnya. Lembut—halus. Seketika ketenangan menjalari Aurora.

"Ada hal yang masih perlu aku selesaikan tentangmu." Xavier membisikkan kata-kata itu di kening Aurora. "Tentang kita."

Aurora menegakkan tubuh, lengannya merangkul leher Xavier. "Apa itu?"

"Apa kau masih ingat dongeng yang pernah aku ceritakan pada Axelion?"

Jantung Aurora terasa berhenti.

Bibir Xavier melengkung menampilkan senyum samar. Senyum yang selalu bisa memengaruhi Aurora—dan mungkin semua wanita di dunia. Tetapi tatapan kesungguhan di matanya, cinta dimatanya, Aurora tahu itu hanya miliknya. Semua ini miliknya.

"Ksatria, Putri dan menara kastil. Aku akan memberitahu akhir ceritanya padamu."

***

CERCADILLO'S Residence, Barcelona–Spain | 5:30 PM

Rumah tingkat dua bergaya modern itu masih sama, berkilau dengan cahaya lampu-lampu keemasan yang memancar keluar dari tiap jendela. Sementara semak-semak seukuran mobil kecil dengan hiasan bunga-bunga lavender terlihat memenuhi pinggiran pekarangan yang luas. Begitu bersih, indah, terawat—seakan tidak pernah ditinggalkan.

Aurora mengenali semua ini. Ralat. Victoria mengenali semua ini.

Tiap gulir roda Limousine yang melaju mendekati rumah, terasa terlalu keras—menyesakkan. Mulut Aurora mengering. Dia tidak suka ke sini. Dia tidak ingin ke sini. Jantung Aurora berdebar cepat. Telapak tangannya terkepal, kepanikan level rendah mulai terbit. Ini tidak masuk akal, mengesalkan. Kenapa Xavier harus membawanya kemari?

"X...."Aurora menegang, ia mencengkram lengan Xavier begitu mobil berhenti di depan pintu utama, menolak turun, apalagi masuk ke dalam sana. "Aku tidak ingin kesini. Ayo kita pulang."

"Kau sudah pulang."

Aurora menggeleng cepat. "Tidak. Ini bukan rumah." Kesedihan Aurora ada di sana, jauh di dalam benaknya. Aurora terengah, gemetar. Air matanya jatuh. Bayangan-bayangan menyeramkan di dalam rumah itu seketika memenuhi kepalanya. "Cepat bawa aku pergi. Aku tidak mau di sini!"

"Victoria...."

Victoria.

Suara yang dikeluarkan Xavier bernada tersiksa, seakan ia juga turut merasakan perasaan Aurora. Xavier menangkup tubuh Aurora, menariknya ke pelukan. Aurora tenggelam dalam dirinya. Ini yang Aurora butuhkan, ia tidak bisa memikirkan apapun begitu Xavier memeluknya.

"Aku ada di sini, bersamamu," bisik Xavier. "Jangan terus tenggelam dalam ketakutanmu. Kita tidak bisa mengubah masa lalu, melupakan atau menghapusnya, tapi kita bisa belajar untuk menerimanya. Apa yang terjadi, sudah terjadi. Berhenti merasa takut, berhenti merasa sedih. Your past is just a story—and once you realize this, it has no power over you."

"Aku takut, X. Kau pikir kenapa aku berusaha menghapus Victoria?" Aurora merintih memprotes, tangannya mencengkram bahu Xavier erat. "Karena memang sudah tidak ada yang tersisa. Tidak ada hal berharga sama sekali yang dimiliki Victoria."

"You still own me, Vee...." Xavier menempelkan bibirnya di kening Aurora, memeluknya begitu erat hingga ia kesulitan bernapas. Lalu, ia menempelkan kening mereka. Sementara satu jemarinya menghapus lembut air mata Aurora. "Aku di sini. Aku akan menebus semuanya." Xavier bersumpah. "Aku tidak akan meninggalkanmu lagi. Forever and ever—aku akan tetap di sini."

"Aku mencintaimu," bisik Aurora serak. Aurora memejamkan mata, memusatkan diri pada aroma diri Xavier yang ia sukai dan ia kenal baik. "Kiss me, X."

Xavier menangkup rahang Aurora, sebelum bibirnya menemukan bibir Aurora. Aurora menginginkan ciuman yang keras dan dalam—tanpa tuntutan, tapi Xavier malah menyematkan ciuman halus dan lembut. Aurora merintih memprotes, sementara tangannya mendesak rambut Xavier dan menariknya mendekat. Aurora memperdalam ciuman mereka. Xavier membalasnya, begitu bibir Aurora terbuka, lidah Xavier menyapu masuk, membelai dengan putus asa.

Ini tidak akan cukup.

Berada di sini membuat kesedihan dan amarah Aurora menghujam keras. Aurora tidak tahu bagaimana cara untuk menghapus kenangan-kenangan buruk itu; suara bentak menyeramkan ayah tirinya, Andres yang berusaha memperkosanya, tamparan demi tamparan yang ia dan ibunya terima—hingga bagaimana ia melihat Ibunya merenggang nyawa di bawah tangga tanpa bisa melakukan apa-apa.

Aurora benci ... ia benci Victoria yang tidak berdaya.

"Victoria...." Xavier memutuskan ciuman, lalu menyatukan kening mereka. "Biarkan aku mendampingimu. Sekarang dan selamanya—"

"Aku tidak layak memilikimu." Aurora memalingkan wajah ke jendela, menatap gugusan taman yang memesona. Andai hidup Victoria juga seperti itu ... bukan malah penuh mimpi buruk yang menarik Xavier ikut serta. "Hidupmu jadi hancur, juga karena aku; Victoria."

"Vee...." Xavier kembali menangkup wajah Aurora, memalingkannya. "Kita layak saling memiliki. Kau dan aku ... kita berdua layak bahagia." Sekali lagi Xavier memeluknya, dan Aurora terguncang dalam pelukannya.

Butuh waktu lama hingga Aurora benar-benar tenang. Matahari sudah benar-benar tenggelam ketika Xavier menuntunnya turun dari mobil seraya mengamati wajahnya. Xavier juga terus meggenggam jemari Aurora ketika mereka menapaki patio-patio dengan tangga yang dibingkai batuan pualam putih di sisi-sisinya, menuju pintu utama rumah.

Aurora menegang ketika pintu kayu ek raksasa itu berayun terbuka dengan gerakan luwes—tanpa berdecit. Khawatir seorang lelaki bertubuh tinggi tegap dengan tatapan mata setajam elang ada di baliknya. Tapi ... tidak ada. Hanya ada lusinan pelayan yang menyambut mereka.

"Jujur, aku masih tidak terbiasa lewat sini. Lebih cepat jika aku menaiki pagar, lalu memanjat pohon dan melompat ke balkon kamarmu," kata Xavier seraya melepaskan tangannya dan berjalan mundur ke halaman seraya mengerling. Aurora menoleh, menatap geli Xavier—teringat dengan kebiasaan lama mereka. "Apa jika aku melakukannya lagi, kau akan memarahiku, Vee?"

Aurora hanya menggeleng, lalu berputar dan menatap jauh ke dalam rumah itu lagi.

Mengepalkan tangan, Aurora menarik napas. Lalu mulai melangkahkan kakinya perlahan. Xavier benar, semua hal yang pernah terjadi ... semua itu hanya tinggal cerita. Tidak ada yang perlu ditakutkan. Hari berganti, udara bergerak. Buktinya, di antara para pelayan yang berjajar, tidak ada seorangpun yang Aurora kenal.

Aurora menoleh lagi pada pintu yang masih terbuka. Xavier tidak terlihat dimana-mana. Jika dia mau, yang perlu Aurora lakukan hanya pergi melewati pintu itu, masuk ke mobil dan melupakan semuanya.

Namun, alih-alih melakukan itu, Aurora menarik napas gemetar dalam-dalam. Berjalan menelusuri ruang tengah, melewati kerumunan itu tanpa mengatakan apa-apa. Semua hal di sini ternyata masih sama. Letak sofa, lukisan—bahkan potret kelurga palsunya di atas perapian; Victoria, ibunya—Martha dan si brengsek Michael. Memuakkan. Tapi, paling tidak senyum Ibunya tampak tulus. Aurora tersenyum kecil, sementara satu bulir air matanya keluar lagi. Ia berjanji akan menyimpan senyum itu di kotak kenangannya yang paling berharga baik-baik.

Aurora meneruskan langkah, menapaki lantai marmer kotak-kotak hitam dan putih yang berkilauan di bawah kakinya. Aurora menjadi tegang ketika dia nyaris sampai di tangga yang menuju kamarnya, lututnya gemetar. Ini satu dari sekian tempat yang paling tidak ingin ia ingat. Tepat di ujung tangga terbawah, Aurora melihat darah besar merembes dari kepala Martha.

Dengan jemari bergetar, Aurora mengusap air matanya. Percuma. Bulir-bulir itu terus saja keluar bergantian.

Untuk apa Xavier melakukan ini padanya? Kenapa lelaki itu memaksanya melihat semua ini? Apa jangan-jangan dia masih berusaha membalas—

Pikiran kalut Aurora berhenti ketika ujung matanya menangkap kolase-kolase foto berukuran besar dan kecil di dinding sepanjang tangga. Aurora sangat yakin dulu itu tidak ada. Foto yang ada di bagian terbawah adalah foto close up dirinya yang sedang terlelap; tampak lelah sekaligus damai. Dan jika dilihat dari warna pakaiannya, bukankah itu pakaian rumah sakit?

Aurora terdiam. Getaran-getaran ketakutan yang tadi menjalari punggungnya menghilang, Aurora berjalan cepat menuju tangga, nyatanya rasa ingin tahunya lebih besar daripada rasa takut itu.

Aurora menatap foto-foto lain, masih banyak lagi fotonya yang diambil dari jauh. Bersama Victor, Stacey, sendirian. Entah ketika dia sedang ada di taman dekat Palacio, atau ketika dia menghadiri acara-acara pesta bersama kakeknya. Semakin dia naik, semakin Aurora menyadari jika foto-foto itu disusun berdasarkan waktu.

Ini gila.

Sekalipun Aurora tidak pernah membayangkan ini. Aurora menutup mulut ketika ia mendapati sebuah foto dimana ia tampak tersenyum sembari mengelus perutnya yang sudah membesar. Tampak cantik dengan latar belakang cahaya senja. Lalu, mata Aurora menangkap sesuatu, ia mengulurkan tangan dan mengambil sticky notes putih yang tertempel di sana.

Ini tidak adil. Kau bisa tersenyum sembari menyentuh buah hati kita. Sementara aku?

Aurora bergetar hebat, berusaha bernapas.

Xavier ... lelaki itu selalu ada di dekatnya.

Hati Aurora serasa diremas-remas. Ini lebih dari yang pernah ia pikirkan. Lebih dari apa yang pernah Aurora harapkan. Semakin banyak potret yang ia lihat, semakin banyak momen-momen yang akhrinya dia tahu; Xavier ada di sana. Entah apa yang Xavier lakukan hingga tidak kunjung muncul, tapi di setiap memori yang Aurora pikir ia jalani sendirian, Xavier ternyata menemaninya berjuang.

Aurora semakin menangis haru, ketika ia sampai di potret-potret Axelion yang masih merah. Malaikat kecilnya. Potret ini berbeda dengan potret yang ada di Palacio kakeknya. Terlebih, ada satu potret lagi yang memperlihatkan sosok Xavier di sana, menggendong Axelion dengan baju perawat. Si mata biru itu ternyata Xavier Leonidas.

Barulah setelah Putri benar-benar menghilang, Ksatria itu tersadar dari rasa marahnya. Dia menyesal, lalu mencari Putri kemana-mana. Tetapi tetap tidak ketemu. Hidupnya menjadi kacau, siang dan malam jadi sama saja—tanpa Putri, dia tidak bisa tidur. Yang bisa Ksatria itu lakukan hanyalah kembali ke menara kastil Putri. Dia diam di sana—sekalipun penghuninya tidak ada.

Aurora meremas jemarinya ketika ia mengingat dongeng Xavier pada Axelion.

Pembohong. Ksatria itu bohong. Nyatanya Kesatria itu sudah menemukan Putri. Dia hanya tidak menampakkan diri.

Menghapus air matanya, Aurora meninggalkan potret-potret itu dan melewati tangga dengan cepat, berjalan melawati lorong dan langsung menuju tempat di mana ia yakin Ksatria pembohong itu berada.

Aurora membuka pintu kamarnya, berjalan masuk dengan napas tercekat.

Xavier berdiri di tengah kamar. Menatap mata Aurora, terpusat penuh.

Aurora balik menatap Xavier. Untuk sejenak, dia kehilangan semua kalimatnya. Semua kata protes yang ingin dia berikan pada Xavier, seolah menguap—hilang tak berbekas.

"Jadi akhir dari ceritanya, sang Putri kembali. Dia naik ke kastilnya sendiri, lalu menemui Ksatria," katanya serak. "Ketika mereka bertatapan lagi, mereka berdua tahu banyak hal yang sudah berubah. Putri itu sudah semakin kuat dan berani, sementara si Ksatria ... dengan banyaknya darah yang mengalir di pedangnya, mungkin dia lebih cocok disebut monster daripada Ksatria pemberani."

Napas Aurora tercekat. "Xavier...."

"Tapi Kstaria itu tidak peduli. Selama ia bisa menjaga sang Putri, menuntut balas pada siapapun yang pernah dan berniat menyakitinya, terpanggang di nerakapun dia tidak peduli," katanya lagi, kilatan di matanya menunjukkan kesungguhan. "Aku sangat mencintaimu, dan kau menginginkan keterbukaan. Sekarang, aku memberikannya—sekalipun aku tahu, dengan itu kau akan melihat sisi terburukku."

Dengan cepat, Aurora medekati Xavier, memeluknya erat. Jarak di antara mereka hanya dibatasi perut Aurora. Aurora mendongak, wajahnya bergelimang air mata. Ini sangat berlebihan. Cinta Xavier padanya ... setiap kali Xavier mengucapkan itu, kata-katanya begitu menerjang Aurora keras.

"Kau salah tentang akhir dongeng itu, X. Kau pikir siapa yang akhirnya dinikahi monster? Putri cantik yang rapuh?" Aurora mendesak ke wajahnya. "Monster itu hanya menikahi monster yang lain. Kau tahu? Aku juga rela menjadi monster demi Ksatriaku. Demi keluarga kita, Xavier."

Aurora merasakan tubuh Xavier bergetar. Bibirnya mengeras seiring dengan tatapannya yang misterius. Pada detik selanjutnya, Xavier menunduk—menciumnya lembut dan halus. Aurora merangkulkan tangan ke bahunya, membuka mulut dan membiarkan Xavier membelai lidahnya. Aurora merasakan lidah Xavier mengeras, dan Aurora mengerang dalam mulutnya.

"Victoria." Napas Xavier yang gemetar menerpa leher Aurora begitu ciuman mereka terlepas. "I think ... I want you again," bisiknya, mata Xavier berkilat penuh hasrat.

Aurora meraih pinggiran jas Xavier, meremas bahannya yang lembut. Tersenyum geli. "Dasar rakus."

Tangan Xavier melingkari pinggang Aurora. "Ya. Dan aku berani bertaruh kau menyukainya."

"Memangnya iya?"

"Ingin sok jual mahal?" tanya Xavier serak.

Aurora tertawa, mengelus lembut rahang Xavier. Kesal dengan segala hal tentang dirinya yang arogan. "Istrimu ini memang mahal. Sangat amat mahal," ucap Aurora, lalu tertawa geli melihat wajah muram Xavier. Detik selanjutnya Aurora berjinjit, berbisik di dekat telinga lelaki itu. "Tapi sepertinya boleh juga. Mr. Leonidas ... aku mau di atas."

TO BE CONTINUED

_______________________

HOPE YOU LIKE IT!

JANGAN LUPA KOMEN, VOTE + SHARE KE TEMAN KALIAN ^^

Tulis emoticon kalian untuk part ini ^^

Tolong bikin Dy senyum dengan klik bintang kalian ya! Kalau pingin tahu kapan Dy update, selain dengan follow watpad Dy : daasa97 biar komentar Dy bisa kelihatan di beranda kalian, kalian juga bisa follow instagram Dy : @dyah_ayu28 , karena Dy selalu umumin setiap Dy update di sana.

Hi, #LeonidasSquad! Semoga kalian nggak bosen-bosen ya, karena di tiga chapter terakhir ini Xavier – Ara muncul terus. Mana 'agak' manis juga si Xaviernya—tanpa peduli yang jomblo cuma bisa gigit jari aja. Tapi ... gimana ya. Dy cinta mereka. Dy sayang mereka. Terlebih—Dy cinta mati sama Xavier Leonidas. Kalau bisa, Dy malah pengennya semua chapter tentang mereka aja hehehe

Bagaimana perasaan kalian tiap baca chapter ini? Kasih tau ke Dy.

Terus, siapa tokoh di SBTTP yang paling kalian tungguin kemunculannya?

Ada saran TV Series yang bisa Dy tonton selama pandemi nggak? Kalau bisa yang sejenis sama Elite atau Rivaldale. I dunno, Dy cinta mati bangat sama tv series yang modelannya gitu.

Makasih juga buat semua postingan story, atau feed yang kalian tag ke Dy di instagram. Dy benar-benar menghargai itu. Makasih juga buat kalian yang suka share Leonidas Series ke teman-teman kalian dan bikin coretan Dy ini makin dikenal banyak orang ^^

Sampai jumpa di next chapter. Tolong kasih bintang yang banyaaak buat chapter ini ya ^^

Last, hampir kelupaan. Makasih untuk 14 jt viewers She Belongs to the Prince ^^

With Love,

Dy Putina

Istri Sah Sean O'Pry

More info, go follow :

@dyah_ayu28

@the.angels05

@xavier.leonidas1

@aurora.regina1

@axelion.leonidas01

Continua a leggere

Ti piacerΓ  anche

1.1M 53.6K 66
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
384K 4.9K 10
"Because man and desire can't be separated." πŸ”žMature content, harap bijak. Buku ini berisi banyak cerita. Setiap ceritanya terdiri dari 2-4 bab. Hap...
351K 1.1K 11
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. πŸ”žπŸ”ž Alden Maheswara. Seorang siswa...
1.4M 68.5K 51
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...