TIGA BELAS JIWA

By slsdlnrfzrh

1.3M 188K 70.7K

Cerita ini adalah penggalan kehidupan dari tiga belas jiwa yang bekerja di rumah sakit jiwa. Kalian akan mene... More

Tiga Belas Jiwa
[SC] Raga
[JH] Johan
[JS] Joshua
[WJH] Arel
[KSY] Catra
[JWW] Dipta
[WZ] Khrisna
[DK] Arthur
[KMG] Pram
[XMH] Mada
[BSK] Gatra
[VN] Vernon
[DN] Dino
1.1 Raga
1.2 Johan
1.3 Joshua
1.4 Arel
1.5 Catra
1.6 Dipta
1.7 Khrisna
1.8 Arthur
1.9 Pram
1.10 Mada
1.11 Gatra
1.12 Vernon
1.13 Dino
2.1 Raga
2.2 Johan
2.3 Joshua
2.4 Arel
2.5 Catra
2.7 Khrisna
2.8 Arthur
2.9 Pram
2.10 Mada
[Special Part] Manjiw Squad Girls
2.11 Gatra
2.12 Vernon
2.13 Dino
3.1 Raga
3.2 Johan
3.3 Joshua
3.4 Arel
3.5 Catra
3.6 Dipta
3.7 Khrisna
3.8 Arthur
3.9 Pram
3.10 Mada
3.11 Gatra
3.12 Vernon
3.13 Dino
4.1 Raga
4.2 Johan
4.3 Joshua
4.4 Arel
4.5 Catra
4.6 Dipta
4.7 Khrisna
4.8 Arthur
4.9 Pram
4.10 Mada
4.11 Gatra
4.12 Vernon
4.13 Dino

2.6 Dipta

15.8K 2.6K 1.1K
By slsdlnrfzrh

Dipta

Gak, gue gak pernah sekali pun mikir kalau gue akan jatuh kedalam pesona seorang perempuan seperti Freya.

Sebenernya gue gak punya standar, tapi minimal gue tuh pengen punya pacar yang sama-sama pendiam. Atau yang gak banyak tingkah deh, pokoknya berkebalikan seratus delapan puluh derajat dengan Freya Oswald Adhyaksa. Namun entah kenapa, di pertemuan pertama pun, gue seolah telah tertarik kedalam pesonanya yang ... berbeda dari perempuan kebanyakan.

Apa ya? Dia tuh definisi nyata dari 'unique girl' mungkin? Lo gak akan pernah nemuin cewek yang bawa lo kebut-kebutan keliling kota dengan alasan cuma untuk menghibur. Lo juga gak akan pernah nemuin cewek yang mulutnya asal jeplak tapi nyambung dengan Mami- yang mana sangat selektif karena terbiasa hidup dalam budaya kemiliteran. Dan lo, lo gak akan pernah nemuin cewek seunik dia yang menurut gue perbandingannya adalah 1 : 1.000.000 di dunia.

"Papa Mas Dipta di surga pasti lagi salaman sama para pahlawan di era penjajahan."

Malam itu gue tertawa, padahal hati gue masih sakit karena kepergian Papa yang amat tiba-tiba. Kita berada di daerah Warung Lobak, gak jauh dari Lanud Sulaiman yang beberapa saat lalu kita lewati bersamaan. Ada sebuah kedai susu murni terkenal disini, namanya Susu Murni Warung Lobak yang tempatnya berada tepat di pertigaan jalan.

"Sok tau lo." Itu adalah jawaban yang gue berikan setelah sepuluh detik lamanya tertawa.

"Iya lah. Nih ya, Freya kasih tau. Papa Mas Dipta tuh mati syahid, dan Mas Dipta gak berhak sedih, justru Mas Dipta harus bahagia karena Papa Mas Dipta dapet tiket VIP buat masuk surga."

Gue yang memang terlalu sering murung dan menangis lagi-lagi cuma bisa tertawa pelan, "Iya, memang. Pasti Papa masuk surga kan? Semoga disana Papa gak selingkuh sama bidadari, soalnya kata orang, bidadari di surga cantiknya lebih dari Luna Maya."

"Emang Papa Mas Dipta suka Luna Maya?"

"Dulu, sebelum kejerat skandal sama vokalis band Peterpan."

Freya yang ketawa, "Astaga, jaman sebelum video 3gp itu tersebar rupanya." ucapnya. "Percaya aja sama Freya, Papa itu masuk surganya jalur prestasi, keren banget gak tuh?"

Posisi duduknya bikin gue geleng kepala. Satu kakinya naik ke kursi, satu lagi dibawah sehingga menjadikan dia terlihat seperti sopir angkot lagi jajan Teh Gelas. Didepannya ada satu set makanan yang gak bisa dipisahkan; susu murni tawar hangat dan roti bakar cokelat yang pinggirannya sengaja dibuat garing.

Nasib Kerang Saus Padang gue entah gimana, pastinya dia udah dingin duluan sehingga bau amisnya bercampur dengan pekatnya rempah-rempah khas Padang. Malam itu Freya Oswald Adhyaksa menjadi penghapus kesedihan yang mampu membuat gue kembali ingat caranya tertawa. Dan malam itu juga, Freya Oswald Adhyaksa menjadi satu-satunya wanita yang mampu membuat gue selalu ingin bertemu untuk sekedar mendengar celetukan asalnya.

Untuk masalah sifat, gak jauh lah sama abangnya; Khrisna. Mulutnya sadis, rada susah ketawa, dan selalu keliatan serius walau sebenarnya dia lagi bikin satu lawakan. Katanya keberadaan dia di Indonesia cuma beberapa hari aja, itupun karena ada urusan bisnis dengan Khrisna yang selama ini selalu menjadi advertiser creator untuk perusahaan otomotif yang dikelolanya. Awalnya dia cuma bilang begitu, walau ternyata ada alasan lain kenapa dia menetap sampai dua minggu di tanah Nusantara.

"Mami seru deh orangnya." Itu adalah pertemuan pertama Mami dengan Freya. Mungkin ... di hari kelima kita kenal? "Awalnya sih judes, gara-gara liat dandanan gue kali ya, Mas?"

Gue berdecih, "Lagian lo tuh celana bolong-bolong, jaket kegedean, ketemu sama mantan ketua Persit, istri Mayjen pula. Masih untung gak diusir, coba aja kalo kalian gak ada ketertarikan yang sama soal tas, udah disuruh pulang beneran kali."

"Haha, tapi kan ujungnya Mami suka juga sama gue, sampe gak boleh pulang." Ucapnya bangga.

"Ngomong-ngomong soal pulang, lo kapan balik ke Scotland?"

"Hm, sepuluh harian lagi. Kenapa?"

"Nanya aja, lama amat disini." Padahal gue pengennya dia disini aja gitu, gak usah balik ke Scotland.

"I need to refresh my head, my heart, and my body. It'll take a long time, dan gue belum sepenuhnya bisa refresh semuanya jadi ... ya, masih lama. Bosen lo liat gue, Mas?"

"Bukan, gue cuma heran, disana lo kan Head Officer, gimana ceritanya perusahaan bisa jalan tanpa pemimpin disana?" Tanya gue serius. Mobil Jeep CJ yang kata orang mirip mobil culik ini sedang melaju ke arah Cimahi, tepatnya ke daerah tempat Freya tinggal sementara di rumah kakak tercintanya itu. Dia gak pake trail, sengaja gue larang soalnya gue bosen dibawa sport jantung tiap kali cewek barbar ini nyalip dua truk atau bis sekaligus.

"Gue lagi slek sama bonyok." Akhirnya dia jujur bahwa sesungguhnya ada alasan lain yang membuat dia tinggal lama di Indonesia. "Semenjak Khrisna minggat, mereka naruh semua beban di pundak gue. Semua perusahaan gue yang urus, sedangkan gue ... gue gak bisa, Mas. Kapasitas gue sebagai manusia cuma mampu ngurus dua perusahaan aja, bukan tiga, apalagi enam."

Simpulkan aja sendiri gimana tajirnya keluarga Adhyaksa yang perusahaan di luar negerinya aja ada enam. Btw, lo tau gak sih siapa bokap Freya? Itu loh, bisnisman terkaya di Indonesia dan dunia yang sering diundang ke ILC karena pengaruhnya di perpolitikan dan pemerintahan. Namanya Arifin Adhyaksa, bentukannya rada beda dari Khrisna dan Freya soalnya mukanya lebih ramah dan berisi gitu.

"Khrisna minggat?"

"Yaps, dia minggat dari rumah pas lulus SMA apa ya? Disuruh masuk bisnis gitu kan, eh gak mau dan malah ambil kedokteran. Rame tuh, huru-hara, gak dikasih biaya. Ujungnya kerja dia, masih di perusahaan bokap juga cuma ya gitu lah ngerti kali lo." Paparnya, gak heran deh kenapa Khrisna koneksinya dimana-mana. Ternyata latar belakangnya emang se-wah ini.

"Capek gue, kadang pengen marah ke Khrisna soalnya gara-gara dia minggat, bokap jadi neken gue. Gue anaknya gak bisa membangkang, Mas, cuma iya-iya doang dan belakangan gue sadar kalo gue tuh selama ini gak hidup. I mean ... gue hidup sebagai manusia tapi gak hidup sebagai Freya."

Oke, sampe sini gue paham. Gue bahkan gak perlu mendengar kelanjutan ceritanya karena gue sudah tahu dengan penyebab kenapa dia jadi anak yang sama-sama membangkang seperti Khrisna. Pada awalnya Freya juga cuma cewek biasa, cewek yang belum nemuin jati dirinya sebagai 'dia' karena terkurung oleh tuntutan keluarga.

"Sekarang gimana?" Tanya gue, "Sekarang lo hidup sebagai Freya gak?"

Cewek yang duduk disebelah gue itu ketawa sambil mengikat rambutnya ke belakang, "Of course, gue lagi hidup sebagai Freya makanya gue liar begini."

Tangan gue yang lumayan besar mendarat di kepalanya, "Do what you want to do, kalaupun lo gak diaku anak sama bonyok karena kabur lama ke Indonesia, gue siap nampung lo kok."

"Sebagai istri ya?"

"Bukan." gue menyanggah, "Bukan cuma sebagai istri, tapi juga sebagai ibu dari anak-anak gue. Hahaha!"

"Jurus lo fakboi banget dah, kalo gak ditepatin gue kejar lu ya sampe mati." Ancamnya.

"Mau lo jadi istri gue?" apaan deh Dip, maksud lo nanya begini tuh ... apa coba? "Minder ah, lo-nya anak konglomerat, gue cuma dokter yang- udah lu jadi mantu Erick Thohir atau Jokowi aja sana."

"Ogah, gue maunya jadi mantu Mayjen Anumerta Agus Sutiono aja. Jadi Mrs. Dwipradipta yang ganteng dan uwu."

"Oke deal, mulai sekarang lo pacar gue berarti."

"Deal, besok-besok jadi istri lo kalo bisa."

Dan begitulah kita berdua berakhir. Kita gak bisa bertele-tele, apalagi gue yang sama sekali gak tau caranya jadi romantis itu seperti apa. Anehnya, kata Mela gue dan Freya ini pasangan paling bucin di dunia. Padahal gue gak ngapa-ngapain dan cuma ... nonton film berdua di ruang tengah? Baca buku? Main game online? Atau masak bareng buat ngacak-ngacak dapur Mami? Bucinnya dimana coba? Cium-cium atau pegang tangan aja enggak.

Di tanggal yang sudah ditentukan, Freya beneran pulang ke Scotlandia. Gue mengantar dia ke Bandara, tidak dengan Khrisna karena katanya dia ada tugas jaga malam. Sedih sih, tapi kan hidup Freya bukan di Indonesia, melainkan di salah satu negara bagian Eropa sana. Agak kosong rasanya, tapi lama-lama gue terbiasa walau itu artinya gue harus merasakan sendiri gimana sulitnya LDR atau Long Distance Relationship.

"Adek gua udah diapain aja sama lo, Dip?"

Pertanyaan Khrisna bikin gue keselek hebat saat kebetulan lagi jajan susu jahe barengan depan Rumah Sakit Jiwa. Mata gue berair, tenggorokan, hidung dan telinga gue terasa seperti terbakar karena keselek jahe merah. Perih pokoknya, kayak lagi simulasi pencabutan nyawa oleh malaikat Izrail.

"Diapain apanya?"

"Ya siapa tau udah dicium?"

"Gila lo!" sentak gue tak terima, "Mana ada gua cium-cium cewek yang bukan muhrim kayak Freya. Adek lo masih suci, paling gue cubit doang pipinya, sama pegang tangannya, terus gue peluk sekali pas farewell di bandara minggu kemaren."

"Santai aja kali, tegang amat lo tibang ditanya gitu doang." Katanya, "Mau-maunya lo Dip, Dip, sama cewek modelan tarzanwati begitu. Gue kalo jadi lo sih mikir ratusan kali, ribuan malah."

"Cinta gak ada yang tau bro." Mendadak saja Arthur nongol dari belakang sambil megang bahu kita berdua, "Lu juga bau-baunya lagi mepet Lussy nih. Mau-maunya lo, Khris, Khris, sama cewek modelan Jeng Kelin kayak dia."

Susu Jahe di mulut gue nyaris nyembur saat mendengar sindiran Arthur, "Jeng Kelin?" tanya gue.

"Iye, si Lussy tuh, sepupu gue. Rada cupu anaknya, gak cocok banget lah sama The Lord Khrisna Adhiyaksa yang ... BHAKS!"

"BAU, ANJING!" teriak Khrisna ketika ludah Arthur muncrat ke mukanya, "Gue gak suka ya sama Lussy! Ngada-ngada lo, sumpah!"

"Cih, nyangkal aja terooos! Gak gua restuin tau rasa lu, bang, haha!"

Gue cuma menggeleng pelan, kemudian bersiap pergi karena udah kelamaan nongkrong di gerobak susu jahe. Niatnya sih pulang, atau bukan pulang deh soalnya gue punya tujuan lain yang harus dilakukan. Jaraknya gak jauh, cuma tiga puluh menitan dari RSJ namun karena medannya yang terjal kesannya jadi jauh dan jadi lama gitu.

Saat tiba kesana, gue disambut oleh beberapa orang yang sudah berkomunikasi dengan gue via WhatsApp sebelumnya. Ada enam orang disini, masing-masing dari mereka sudah memakai wearpack balap yang memuat nama dan nomor keberuntungan andalannya. Gue membuka ponsel, sempat menghubungi satu nomor yang rupanya langsung mengangkat panggilan dengan wajah lelah yang terpampang di dalam layar.

"Lo gak pulang lagi?"

"Mana bisa, lembur di kantor." katanya sambil menyorot kamera kearah ruang kerjanya, "Ada ekspor massal ke USA, jadi kudu kerja ekstra."

"Jam berapa disana?" tanya gue.

"Jam tiga pagi, enak banget disana pasti jam delapan ya?"

"Iya dong, anget nih ada matahari." ucap gue sambil menyipit tajam.

"Gue juga punya matahari." Freya tercengir lebar, "Tuh, mataharinya lagi nyipitin mata sampe ilang gitu matanya haha!"

1-0

Kalah lagi gue kalo urusannya sama gombal-menggombal. "Ah sial, gue lagi gak bisa mikir gara-gara kepanasan jadi gak bisa bales gombalan lo."

"It's okay, jangan dibales, gombalan lo garing soalnya." ucapnya nyebelin. Posisi kamera agak berubah, kayaknya Freya sengaja meletakkan ponselnya di atas meja supaya gak usah repot-repot megangin hape. "Dimana itu? Kayak di Sariwangi."

"Emang, gue lagi di lintasan Motocross Bandung Sunggoro Sariwangi. Pertama nyobain ngetrack disini, bareng temen-temen klub lo, BATARA." Gue mengarahkan ponsel kearah enam orang yang lagi manasin mesin motor, "Gara-gara lo gue jadi penasaran rasanya ngetrack kayak apa, takut candu anjir, kayak ketemu lo gitu."

1-1

Seri untuk bagian gombal-menggombal.

"Hahaha!" Tawanya terdengar begitu lepas, "Sekali tenggelam ke lintasan siap-siap kecanduan. Ada-ada aja lo, ngapain sih pake sok-sokan terjun ke lintasan? Beneran beli trail lo, Mas?"

"Iya dong, KLX 250 nih, mahal gue beli."

"Apaan, mahalan juga motor abang gue. Punya lu gak nyampe setengahnya malah." Sombong amat ya keluarga Adhyaksa ini. Kalo dibandingin Husqvarna FS 450 sih jelas kalah telak, entah dari harga ataupun kualitas. "Have fun kalo gitu, thanks for calling. I love u, Mas."

Aduh, hati gue ...

Leleh gak sih dapet kata I love you dari cewek yang tampilan luarnya sama sekali gak pantes buat berkata demikian?

"Love you too. Jangan lupain makan, istirahat yang cukup, dan jangan tinggalin ibadah. Oh iya, inget satu lagi, kalo capek jangan dipaksain. Gak apa-apa dipecat, atau gak dianggap anak, gue bisa kok menghidupi dan menafkahi lo. Oke?"

Freya tertawa hingga dirinya harus menutup mulut menggunakan tangan, "Siap, laksanakan! Mmuuaaah!"

Kaget gue.

Beneran kaget banget pas Freya monyong-monyong ke kamera terus nutup panggilan gitu aja. Kalau bukan karena Freya, kayaknya gue gak akan beli motor trail deh buat coba-coba main di lintasan. Pas dicobain ternyata seru juga, walau gue belum terbiasa dan sering banget jatoh sampe motor yang baru dibeli beberapa hari ini kena lecet dimana-mana. Sensasinya gak bisa dijelasin, pokoknya gue harus minta pertanggungjawaban sama Freya karena berkat dia gue jadi kecanduan juga.

Baru aja gue selesai ngetrack di lintasan, gue dapet satu panggilan yang asalnya dari Catra. Ada-ada aja ini manusia satu, gak ada bosennya nanyain Mela yang jelas-jelas statusnya masih single alias belum digebet sama siapapun. Gemes gue, pengen nikahin mereka langsung biar gak usah lagi kucing-kucingan kayak gini. Udah tau saling suka, masih aja pada denial. Heran.

Begitu sampai ke rumah, Mami udah nyegat di ruang tengah karena anaknya belum pulang sampe jam dua belas siang. Melihat baju gue yang penuh tanah dan juga debu, sontak saja dia ngomel karena katanya nyuci baju gue yang kotor kayak gini tuh susah banget dan gak bisa pake mesin cuci aja. Gue cuma nyengir, lantas segera mencium pipinya sebagai rayuan sebelum akhirnya kabur ke kamar untuk membersihkan diri dari sisa-sisa ngetrack hari ini.

"Kabar Freya gimana?" Tanyanya begitu gue duduk di sebelahnya sambil membawa sekaleng manisan pepaya buatan Tante Agni- adiknya Mami.

"Baik, lagi sibuk katanya." jawab gue jujur, "Kenapa, Mi?"

"Nggak, kangen aja." katanya, "Kapan ya ke Bandung lagi?"

Gue menoleh kearahnya lalu menyeringai lebar, "Curiga, ada apa nih sampe nanya kapan Freya ke Bandung lagi?"

"Itu loh ... " Gue bersyukur deh, soalnya perlahan-lahan Mami udah gak pernah sedih lagi. Dia masih suka ngelamun, tapi gak sering karena dia juga menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan gathering bersama teman satu pecinta Essentials Oil-nya itu. "Mami sama Freya ada rencana bikin tas gitu, kebetulan Mami udah nemu vendor yang cocok jadi ... aduh, gak jadi ah, Freya-nya juga gak ada."

"Loh kenapa? Lanjut aja, Mami ada kontak Freya kan?"

"Takut ganggu, apalagi dianya sibuk gitu."

"Freya seneng loh kalo Mami hubungin dia. Coba aja, Freya pasti langsung bales kok." Gue meyakinkan, membuat perempuan itu mengangguk beberapa kali sambil memeriksa ponselnya. Gue makin mendekat, mempersempit jarak diantara kita sampai akhirnya dagu gue mendarat di bahunya yang lemah itu.

"Mi ... "

"Apa sayang?"

"Dipta sayang Mami."

Perempuan itu terkekeh kemudian mengusap pipi gue pelan, "Iya, tau. Mau ngomong apa deh?"

Mami tuh gak bisa banget dimodusin, sumpah.

"Mami suka gak sama Freya?"

"Hm ... menurut kamu?"

"Gini loh, Mi." Gue menjauhkan dagu dari bahunya, "Freya kan ... ya Mami tau gimana dia. Mami gak keberatan?"

"Awalnya keberatan." Nah kan, apa gue bilang. "Tapi karena penampilan dan sifat aslinya berbeda jauh, Mami jadi gak keberatan. Mami malah suka ke dia, karena apa ya? Dia berhasil bikin kamu berhenti kecanduan game-game? Kamu juga jadi lebih bahagia, dan kalau kamu bahagia, Mami cuma bisa ikut bahagia untuk kamu."

"Tapi Mami sedih." ekspresi wajahnya langsung murung, "Dipta sudah besar, sudah ketemu dengan perempuan yang Dipta rasa bisa menjadi rumah. Mami sedih, takut Dipta pergi, takut Dipta ninggalin Mami sendiri meskipun mau gak mau Mami harus menerima itu karena kamu akan punya hidup kamu sendiri."

Gue menatapnya sebentar, kemudian memeluknya erat sekali hingga tanpa diperintah perempuan itu menangis dalam dekapan gue. Mami kesepian, Mami kehilangan, dan Mami belum sesiap itu untuk ditinggalkan- walaupun gue gak ada niat untuk hidup jauh darinya. Beberapa saat setelahnya, pelukan itu meregang. Gue mengusap pipinya, mencium tangannya dan merangkulnya penuh sayang.

"Dipta gak akan ninggalin Mami." Ucap gue, "Bagi Dipta, Mami lebih penting dari apapun. Dipta-"

"Dipta gak bisa begitu, sayang." Suaranya terdengar begitu lembut, "Dipta harus ninggalin Mami untuk keluarga baru Dipta, dan itu sudah menjadi kodrat Dipta sebagai seorang laki-laki. Sana tidur, habis jaga malam pasti ngantuk kan? Nanti Mami bangunin bada ashar, sekalian dibikinin Hot Lemon Tea kesukaan Dipta."

Dia berdiri lebih dulu, mengusap kepala gue pelan kemudian masuk ke kamarnya dengan langkah pelan. Gue masih menatap punggung mami hingga akhirnya hilang tertutup oleh pintu. Rasanya campur aduk, padahal gue belum kepikiran untuk menikah atau apapun itu yang kiranya bisa membuat gue hidup jauh dari Mami. Hanya karena perbincangan tersebut, gue jadi susah tidur karena tak bisa berhenti memikirkan hal yang belum tentu akan seperti apa di waktu depan.

"Lo kenapa sih, Mas?"

Suara Freya yang agak serak itu menyapa. Tampaknya dia udah di rumah, soalnya cat kantor dan cat apartemen dia berbeda- cokelat dan putih.

"Gak, lagi kepikiran Mami aja."

"Loh?" Dia keliatan kaget, "Mami gak sakit kan? Barusan dia WA gue, ngajak bikin tas. Mas-"

"Enggak, Mami gak sakit, sayang." Aduh mulut gue ... "Tadi ngobrol, seandainya gue nikah, Mami pasti sendirian. Dia takut sendiri, dia gak mau sendiri. Intinya gitu lah, Frey."

"Oh, itu." Ini cewek habitnya nyebelin deh. Kalo buka kemeja duka seenaknya, masih untung dia pake tanktop. Coba kalo enggak? "Emang lo rencana nikah sama siapa?"

"Sama teteh kantin."

"Halah, digebet siluman anjing kan tuh si teteh kantin. Hahaha!" katanya, "Sama gue bukan nih nikahnya?"

"Ya sama lo lah, emang pacar gue sekarang siapa? Bu Megawati?"

"Galak banget lo, kayak Khrisna." sindirnya. Sekarang dia jalan ke dapur, tepatnya buat buka kulkas dan bawa air minum. "Mami kok mikirnya jauh? Emang dia kira kalo lo nikah sama gue, lo bakalan ke Scotland gitu?"

"Mungkin?"

Mungkin aja kan?

Gak menutup kemungkinan kalo Mami tuh takut gue ikut Freya ke Scotland. Iya kan?

"Kebalik kali, Mas." liat gimana caranya minum sekarang; persis tukang becak abis narik ke Dago Atas. "Yang ada gue ikut ke Bandung, ngikutin lo. Haha."

"Yakin lo?"

"Iya lah, makanya buruan nikahin gue, biar gue bisa minggat dari stressnya pekerjaan disini. Gue deh yang rawat Mami, ntar kita tinggal bertiga disana. Gue ajakin Mami nge-mall, jajan oil YL bareng, gak akan ngerasa sendirian lagi deh dia, dijamin."

Cuma mendengar kata-kata yang entah nyata atau kosong ini saja sudah berhasil membuat gue lega- atau setidaknya terhibur. Freya melepas ikatan rambutnya, mengacaknya sebentar kemudian menjatuhkan diri ke atas tempat tidur persis seperti apa yang gue lakukan sekarang.

"Ntar gue yang bilang ke Mami, lo gak usah cemas soal apa-apa lagi. Gue ngantuk banget, karena udah bilang love u tadi, jadi sekarang gue gak akan bilang itu. Dah, Mas Dipta."

Panggilan terputus, menyisakan gue yang kini tercengir sendirian sembari menatap layar ponsel yang menampilkan chat-chat darinya. Kok gue bisa seyakin ini sih sama lo? Kok gue bisa sesayang ini juga sih sama lo? Padahal lo out of my type, tapi gue ... entahlah, gue buta sehingga segala tentang lo malah menjadi sesuatu yang sangat gue favoritkan.

✡️✡️✡️





Ngebut banget dari magrib karena ngerasa ada utang kalo ga update wkwk. Semoga masih menghibur ya, aku kurang fokus karena ... ya, yang mutualan sama aku di twitter pasti tau kenapa😂 see ya next week!

Continue Reading

You'll Also Like

4.7K 452 41
Swastamita; ketika Biru dan Jingga bertemu, disitulah langit menemui titik indahnya. Jeon Wonwoo As Adhyastha Biru Mahawira # 1 - carat (24-09-21) ...
378K 39.2K 35
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...
18K 4K 22
🕊 la confianza series : jisung jiheon🕊 awalnya jisung penasaran gara-gara renjun ke la confianza, tapi malah jatuh hati sama tetangga. 'la confianz...
4.9K 1.7K 40
[ kim doyoung ] Yang melepas dan yang dilepas harus ikhlas. Kalau kembali, artinya Tuhan mengimbali. Karena yang ikhlas pasti akan berbalas. Sedangka...